Bab 21

176 19 0
                                    

Diola berjalan sambil menundukkan kepalanya. Menatap bulir-bulir pasir pantai menenggelamkan kakinya. Sesekali ia menghembuskan napas melalui mulutnya. Sementara ia membawa dua buah sandal miliknya di tangan.

Saat malam hari angin terasa begitu kencang. Rambut perempuan itu bahkan berantakkan dibuatnya. Bentuknya sudah tidak karuan, sama seperti perasaannya malam itu.

Setelah puas menangis sampai tengah hari tadi. Pada akhirnya, Diola mencoba untuk memulihkan dirinya siang itu juga. Ia menjalani hari layaknya manusia normal pada umumnya. Memilih untuk menepikan kesedihannya sejenak saja.

Walau pun demikian. Diola tidak ingin bersikap bodoh dengan mengabaikan kesehatannya. Dirinya harus survive dari 'tragedi' yang sedang menimpanya.

Ia masuk ke dalam kamar mandi. Membasuh wajah dan tubuhnya. Membuat seluruh ototnya menjadi rileks dengan mandi menggunakan air hangat. Cukup lama perempuan itu berkontemplasi di bawah guyuran shower. Hingga segalanya terasa sedikit membaik, Diola mulai berani untuk keluar dari cottage dan melakukan aktivitas yang semula di rencanakan oleh Rami. Dengan bertemankan dirinya sendiri!

Selesai makan siang, perempuan itu memilih untuk bergabung dengan segerombolan wisatawan lain untuk kembali melakukan island hopping. Meski ia tidak mengenal mereka, namun, dengan cara inilah Diola bisa mengalihkan pikirannya dari pria itu.

Kegiatan berakhir ketika sunset menjelang. Gerombolan wisatawan yang tadi bersamanya melanjutkan untuk menikmati momen sunset di Pantai Barakuda. Sementara, Diola memilih untuk memisahkan diri menuju dermaga dan kembali ke resort tempatnya menginap.

Sambil mulai merapikan barang bawaannya, ia juga bersiap untuk melakukan makan malam. Sendiri. Mungkin setelah itu, ia akan mengistirahatkan tubuh dan pikirannya sejenak. Kemudian segera pergi dari tempat itu Jumat siang.

Mengenai penginapan yang Rami sewa hingga akhir pekan, dan akomodasi yang Rami sediakan untuknya—Diola memilih untuk tidak tinggal di tempat itu lama-lama. Buatnya tidak ada lagi yang harus ia lakukan di tempat itu. Ia hanya ingin cepat pulang dan menjalankan misinya. Disappear.

Lagi pula, terlalu lama di tempat—dimana Rami banyak meninggalkan jejaknya. Semakin membuat Diola kesulitan untuk cepat move on.

Berteman dengan kesepiannya di malam itu, Diola membiarkan langkah kakinya menuntun hingga ke bibir pantai terdekat dari resort tempatnya menginap.

Mungkin orang akan mengatainya. Menilainya tidak waras. Atau bahkan mengkhawatirkan perbuatannya. Seorang perempuan menyedihkan berjalan sendirian menyusuri pantai di malam hari. Ah, rasanya ia ingin disapu gelombang air laut kalau sudah begini. Sungguh, menyesakkan dada.

Selesai dengan sesi kontemplasinya malam itu—see? Seharian itu sudah lebih dari satu kali dirinya berkontemplasi. Namun, dari semua itu tak ada yang ia dapatkan selain membuka kembali sakit hatinya. Perempuan itu lalu kembali ke kamarnya dan mengemasi barang-barangnya. Sesuai dengan apa yang ia rencanakan.

Terbangun keesokan harinya dengan larik-larik sinar matahari yang menerobos masuk ke dalam kamar melalui pintu balkon yang sebagian adalah kaca. Ia sengaja tidur dengan membiarkan tirainya terbuka—dengan tanpa tujuan sama sekali. Ia hanya ingin melakukan itu di malam terakhirnya di tempat itu.

Jumat pagi. Selesai mengemasi barang bawaannya. Sekali lagi, sebelum ia beranjak meninggalkan pulau tersebut. Untuk terakhir kalinya, ia melakukan sarapan di tempat yang sama ketika ia melakukan sarapan bersama Rami beberapa hari yang lalu. Dan duduk di kursi yang sama.

Sekali lagi, Ram. Kamu membuat aku terlihat nelangsa seperti ini. Dan dengan bodohnya, aku bersedia mengikuti semua permainan kamu. Gumam Diola membatin seraya menyapukan pandangannya ke arah pantai.

AFTERTASTE ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang