Bab 37

152 16 0
                                    

Ketika ia melirik arlojinya sembari memasuki pintu apartemen, dirinya mendapati bahwa waktu telah menunjukkan pukul dua dini hari. Cukup larut, pikirnya.

Pria itu mengangkat kedua bahunya. Kemudian berjalan menuju kitchen island dan meletakkan beberapa benda yang ia bawa di sana. Ponsel, dompet dan kunci mobil. Lalu melangkah membuka kulkas dan mengambil botol air mineral, meneguknya demi membasahi tenggorokannya.

Sejenak berdiam diri selesai menaruh botol tersebut di samping ponsel yang ia letakkan secara asal di atas island table.

Tatap matanya kosong kala dirinya kembali mengingat apa yang baru saja ia ucapkan pada Eleanis—ketika keduanya berada di dalam mobil tadi. Well, entahlah. Tiba-tiba saja pikiran itu terlintas di benaknya. Tentang bagaimana keinginan dirinya untuk melamar Diola.

Ia bahkan tidak mengerti dengan apa yang tengah dirasakannya saat ini. Keinginannya begitu kuat dan besar terhadap Diola. Sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya—rasanya tidak akan pernah bosan mengatakan itu. Bagaimana sosok perempuan itu telah memengaruhi dirinya dan menjadi pusat alam semesta baginya dalam sekejap saja. Luar biasa!

Dan karena alasan itu semua, Rami tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan sekecil apa pun demi untuk bersama dengan kekasih hatinya.

Bagaikan mendapat angin segar ketika ia mengetahui bahwa Diola berusaha mencari tahu mengenai dirinya melalui Eleanis. Mestinya dapat ia tarik kesimpulan bahwa terlepas dari status kepemilikan Diola saat ini. Tujuh puluh lima persen isi hati perempuan itu mengarah padanya. Rami berani bertaruh!

It's simple. Berkaca pada hubungannya dengan Noura. Mungkin saja jika Diola memiliki rasa cinta dengan dua orang disaat yang bersamaan. Namun, seberapa besar porsinya. Ditentukan oleh pilihan perempuan itu sendiri. Tapi, Rami sangat yakin jika perasaan perempuan itu terhadapnya jauh lebih besar ketimbang pada Irvin.

It's not a big deal. Tugasnya hanya membuktikan keyakinannya. Dan tentu saja merealisasikan niat mulianya, melamar Diola.

Pria itu tersenyum kecut. Ternyata jatuh cinta bisa membuat dirinya seperti sekarang. Membuatnya merasakan berbagai macam emosi di saat yang bersamaan. Sempat pesimis, namun tiba-tiba saja ia merasa sangat optimis. How funny it is.

Selanjutnya, pria itu mengamit ponsel dan segera membuka aplikasi pesan singkat untuk mengabari Ganesha bahwa dirinya akan bertolak ke Semarang, dan turut serta dalam proses produksi project mereka. Keputusan yang sebelumnya ia ragukan.

"I'm in!" tulisnya singkat.

Pria itu lalu menenggak air mineralnya hingga tandas, sebelum akhirnya beranjak meninggalkan pantry dan menuju kamarnya.

Namun, ketika tatap matanya menangkap sebuah keanehan. Langkah kakinya praktis terhenti. Dengan kedua alis saling tertaut, pria itu berdiri tercenung di depan pintu ruang kerjanya.

Sambil terus mencermati objek keanehan tersebut. Rami mencoba mengingat sesuatu. Meski sempat ragu dengan ingatannya. Namun, dirinya yakin betul bahwa ia telah mematikan lampu ruang kerjanya sebelum pergi ke luar apartemen. Ia pun mengerucutkan bibir dalam sekejap.

Demi memenuhi rasa penasarannya, Rami pun akhirnya menekan kenop pintu dan membukanya secara perlahan.

Betapa terkejut dirinya kala seseorang tengah duduk menyilangkan kaki, bersandar dengan nyaman, seolah-olah yang tengah dilakukannya adalah tindakan wajar, bukan perbuatan kriminal—masuk ke dalam apartemen orang lain tanpa ijin sebelumnya.

Brengsek! Dalam hati Rami mengumpat.

Sekonyong-konyong pria itu menghampiri dan berdiri di depan meja kerjanya. Dengan wajah merah menahan amarah, Rami menghadapi orang tersebut.

AFTERTASTE ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang