Masih sama

871 82 12
                                    

Selamat malam 😊
.
Up dr. Reno
.
Semoga suka
.
Jangan lupa Votement'a
Agar author tahu kalian semua suka ceritanya atau nggak
Nggak sulit kok cuman tekan ☆ doang
Kalau sudi comment  juga boleh, biar author makin semangat 😊
.
Happy reading 😘
.
.
.
.

"Hai, apa kabar Nyonya Abella .... Baskara?" Sapanya padaku, sungguh aku benar - benar terkejut karena bertemu dengannya di sini.

Ingin sekali menjawabnya, namun entah kenapa seakan ada yang menyumbat tenggorokanku, hingga sulit untuk berbicara, aku hanya bisa diam menatap wajahnya, wajah yang amat teramat sangat aku rindukan. Lama tak berjumpa dengannya, wajahnya makin tampan dan dewasa, aura seorang dr. Reno Surya Pranoto makin terlihat berwibawa, tapi tatapan matanya yang biasanya selalu penuh cinta itu kini berbeda, meski sedikit masih bisa aku rasakan jika ada cinta dan rindu di matanya untuk diriku.

Ya memang benar, jika pria yang berdiri di sampingku itu dr. Reno, pak pacar yang selalu aku rindukan. Pria yang aku cintai dalam diam, pria yang sudah menghuni hatiku sejak aku masih menjadi mahasiswinya, haruskah aku bahagia karena rinduku sudah terobati? Ataukah harus bersedih, karena usahaku untuk melupakannya jelas - jelas gagal total, datang ke taman ini saja sudah salah, apalagi sekarang bertemu dengan dr. Reno jelas ini lebih salah lagi.

Entah apa yang akan aku katakan pada dr. Ari, jika beliau sampai tahu atau lebih parahnya melihatku berada di taman ini bersama dr. Reno.

"Hallo Nyonya Abella." Suara bariton dr. Reno dan juga lambaian tangannya tepat di depan wajahku, mau tak mau menarik kembali diriku dari lamunan, membuat mataku kembali bisa menatap wajahnya.

"Are you okay?" Lanjut beliau lagi, mungkin karena sejak tadi aku diam saja.

Sebisa mungkin aku menguasai diri, berusaha tersenyum meski rasanya begitu berat, "I'm fine." Jawabku, dr. Reno hanya mengangguk saja, tapi mata beliau jelas terlihat tak percaya dengan apa yang aku katakan.

"Jika benar baik - baik saja, kenapa duduk di situ? Apa saya boleh tahu?" Lanjut dr. Reno, mendengar pertanyaan beliau membuat detak jantungku makin cepat, aku bingung untuk memberi jawaban, karena jujur saja aku belum siap bertemu dengan dr. Reno, aku belum siap mendengar pertanyaan ini.

Aku kembali mencoba tersenyum, "Nggak papa pak, saya .... saya .... "

"Apa kamu sedang hamil?"

"Hamil?"

"Ya, sedang hamil muda mungkin ...."

"Oh, ya pak saya sedang hamil." Jawabku cepat, untung saja aku langsung paham arah pembicaraan dr. Reno.

"Benarkah?" Tanya dr. Reno lagi, mengangkat satu alisnya.

"Ya pak, beberapa hari yang lalu saya keluar flek karena kecapean, konsul dengan SpoG, advice untuk bed rest dan sementara waktu menggunakan kursi roda." Jawabku, dr. Reno kembali mengangguk, lagi - lagi aku merasa jawabanku tidak membuat beliau puas, karena mata beliau masih saja memindai diriku dengan intens.

"Apa Forza yang memberikan advice?" Tanya dr. Reno, benarkan dugaanku jika dr. Reno belum puas dengan jawaban yang aku berikan.

Aku tersenyum dan menggeleng, "Bukan pak, saya konsul dengan sahabat dr. Ari."

"dr. Ari? dr. Ari suami kamu?" Tanya dr. Reno lagi, pertanyaan kali ini entah kenapa menimbulkan denyutan nyeri di hatiku, rasanya sakit mendengar dr. Reno bertanya seperti itu, kenapa dengan diriku ini, satu tahun lebih sudah berlalu dan harusnya aku sudah terbiasa dengan perkataan jika dr. Ari suamiku.

Aku memang terbiasa jika yang bertanya itu orang lain, sayangnya kali ini yang bertanya orang yang teramat spesial di hatiku, hati dan bibirku sungguh ingin sekali memberikan jawaban yang berbeda, tapi keadaan yang memaksaku harus memberikan jawaban yang memang seharusnya.

Aku mengangguk, "Ya, dr. Ari suami saya." Jawabku, entah hanya perasaanku saja atau memang benar, jika raut wajah dr. Reno langsung berubah datar, raut wajah beliau sama persis saat dulu aku masih menjadi mahasiswi beliau, di saat aku sedang menggoda beliau.

Sakit, rasanya benar - benar sakit melihat orang yang bertahun - tahun menjadi penghuni hati dan pikiranku bersedih, jika aku saja sesakit ini, lalu apa kabarnya dengan dr. Reno yang sudah aku korbankan? Lebih sakit dari yang aku rasakankah atau biasa saja? Rasanya ingin sekali aku bertanya, tapi aku takut untuk mendengarkan jawabannya nanti.

"Sudah berapa minggu?"

"Minggu? Apanya pak?"

"Kehamilan kamu sudah berapa minggu?"

"Oh ya, mmm .... baru 7 minggu pak." Jawabku dan dr. Reno kembali mengangguk.

"Selamat atas kehamilannya ya Bell, jaga dengan baik, saya hanya bisa mendoakan agar kalian berdua sehat selalu."

"Terima kasih pak."

"Inginnya tak hanya mendoakan tapi juga menjaga dan mengurus kalian, tapi ya sudahlah, lupakan." Aku menatap dr. Reno, terlihat sangat jelas kekecewaan diwajahnya dan rasa yang menyesakkan dada saat mendengarkan perkataan baliau semakin aku rasakan.

Oh ya ampun, wanita macam apa aku ini, sudah mengecewakan pria sebaik dr. Reno, sejujurnya akupun tak menginginkan hal ini, andai saja waktu bisa diputar kembali, sungguh aku tak ingin semua ini terjadi. Ini akan menjadi penyesalan terbesar dalam hidupku, karena menyakiti pria baik yang sudah mencintaiku dengan tulus.

"Saya do'akan agar bapak bisa mendapatkan wanita yang lebih baik dari saya, maaf jika saya hanya menorehkan luka dihati bapak." Kataku, meski ada rasa tak rela mengatakan itu semua, tapi bagaimanapun juga harus aku katakan, berharap beban di hatiku sedikit terangkat.

"Mungkin saya bukan pria baik yang pantas mendampingi wanita sebaik dirimu Abella." Aku menatap dr. Reno, begitu juga dengan dr. Reno yang menatapku, "Bibir saya boleh berkata seperti ini, tapi sayang, hanya dibibir saja, karena sesungguhnya saya belum rela melepaskanmu Abella, rasa ini masih sama dan terus bertambah." Lanjut dr. Reno sambil beberapa kali memukul dada kirinya, membuat air mataku dengan tak tahu dirinya langsung keluar.

"Maafkan saya Abella, maaf karena saya belum bisa melepaskanmu seutuhnya, izinkan saya tetap mencintaimu, sampai saya benar - benar bisa melepasmu, meski saya juga tidak tahu sampai kapan."

"Pak Re ...."

"Saya mohon Abella, saya tidak memintamu untuk membalasnya, karena saya tahu cintamu sudah untuk dr. Ari, saya hanya meminta izin untuk tetap mencintaimu Abella."

Mendengar perkataan dr. Reno, lagi - lagi membuatku merasa menjadi wanita paling jahat di dunia ini, karena sudah menyakiti pria sebaik dr. Reno.

Aku tak lagi dapat berbicara, hanya bisa menganggukkan kepala, sebagai jawaban ya, jika aku mengizinkannya untuk tetap mencintaiku.

Cukup lama kami saling diam, hingga suara dari seseorang yang sangat aku kenal terdengar, "Boleh saya ajak istri saya pulang?"

Aku menoleh ke sumber suara, begitu juga dengan dr. Reno, di sana berdiri dr. Ari menatap kami, apa yang tidak aku harapkan justru terjadi, entah apa yang harus aku katakan padanya.

"Tentu dok, saya juga harus pergi, saya permisi dulu, mari dr. Ari, dr. Abella." Kata dr. Reno pamit undur diri terlebih dahulu.

"Silahkan dok." Kata dr. Ari, aku hanya diam saja tak menjawab, menatap tubuhnya yang berjalan semakin menjauh, hingga punggung tegap yang pernah memberiku kenyamanan itu tak terlihat lagi.

💕💕💕
Terima kasih
Yang sudah memberi Votement
😊😘
.
.
Bagaimana part kali ini?
.
.
Jika suka karyaku jangan lupa tambhkan ke library + follow my Acc
🥰💞

Abella My Beautiful Dokmil Kowad (E-book Tersedia Di Playstrore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang