Chapter 05

25.8K 2.3K 13
                                    

Beberapa hari setelah kejadian di kediaman Wingston. Tidak ada rumor buruk beredar. Hanya saja tersebar kabar bahwa keluarga Baron Lamborty tidak boleh memasuki wilayah Wingston lagi. Terdengar kabar juga Sylvia jatuh sakit setelah hari itu namun tidak ada yang berani berbicara masalah ini termasuk keluarga kaisar karena takut akan bermasalah dengan Wingston juga.

Araila menikmati suasana pagi hari di balkon kamarnya. Untuk sementara ia perlu istirahat dari pikiran yang tak perlu. Meski rumor tentang nya tak berkurang malah bertambah itu tak membuat nya ambil pusing. Badai pasti berlalu dan hujan pasti reda. Ya, begitula pikir nya. Rencana masa depan ia tunda dulu untuk kesehatan tubuh nya.

Tok tok tok
"Masuk"ucap Araila berjalan memasuki kamar kembali. Pintu terbuka menampilkan Araska yang tersenyum manis. Bisa dikatakan membuat para Lady yang melihat nya tergila-gila.

"Pagi Araila" sapa Araska.
"Pagi kakak. Apa yang membuat mu kemari sepagi ini? Bukan kah kakak ada latihan?" Tanya Araila bingung.

"Aku mengambil libur hari ini. Apa kau mau ikut dengan ku hari ini?"
"Kemana?" Tanya Araila balik

"Rahasia. Kau akan senang jika sampai di sana. Pakailah baju yang nyaman untuk bersantai" pinta Araska. Araila hanya mengangguk setuju tanpa menanyakan apa pun lagi. Setelah itu Araska keluar dan Araila bersiap untuk sarapan lalu pergi dengan kakaknya.

__________________________

Araska turun terlebih dahulu dari kereta kuda. Kemudian ia mengulurkan tangannya kepada Araila. Tanpa menunggu lama Araila meraih tangan itu. Mereka tiba di sebuah rumah yang terlihat sederhana bukan seperti mansion-mansion bangsawan. Araska menggandeng tangan Araila, menuntun nya untuk memasuki rumah itu.

"Kak rumah ini begitu terlihat nyaman. Apa ini milik kakak?" Tanya Araila sambil tetap berjalan bersama Araska.

"Tentu saja namun bukan ini yang ingin ku tunjukkan padamu" kaki Araska keluar dari rumah itu dan berdiri tepat di sebuah kebun yang tampak berwarna merah.

"Wah! Stroberi!" Teriak Araila melihat kebun stroberi yang begitu luas dengan buah yang siap untuk dipanen.
"Kau suka?"

"Tentu saja kak! Ini yang terbaik!" Araila melepaskan tangannya lalu berlari seperti anak kecil ke arah salah satu pohon stroberi. Ia benar-benar takjub.

Dikehidupan sebelumnya ia hanya bisa melihat pohon ini di tv saja. Ia tak punya waktu luang untuk pergi memetik langsung buah merah itu dari pohonnya.

"Syukurlah. Tak salah aku membuat kebun ini beberapa tahun yang lalu. Aku berpikir suatu saat bisa melihat mu tersenyum lagi melihat buah kesukaan mu ini" Araila menatap kakaknya. Bagaimana bisa buah kesukaan nya sama dengan buah kesukaan Araila yang asli? Apakah hanya kebetulan ya.

"Mengapa kau melamun? Jika kau ingin petik saja. Aku akan mengambil kan keranjang di dalam" Araila tersadar dan mengangguk. Ia tak ingin memikirkan hal yang tidak perlu. Yang terpenting ia harus banyak memetik buah ini agar ia bisa makan stroberi sepuasnya nya dirumah.

"Eummmm. Enak!" Araila memakan satu buah itu. Benar-benar manis sekali ditambah disini masih alami sekali.

Tak lama Araska datang dengan keranjang yang berukuran sedang. Ia melihat Araila tak menyadari kehadiran nya saat sedang asik menikmati buah itu. Rasa bahagia seketika menyelimuti nya ia kembali mengingat bagaimana Araila kecil dengan lahap memakan stroberi saat mereka liburan ke pulau sebelah. Mungkin sejak saat itu ia mulai mempelajari bagaimana menanam stroberi yang baik di tempat nya. Usahanya membuah kan hasil. Kini adiknya yang mula dingin bisa sehangat matahari lagi. Ia berharap Araila bisa lebih tegar untuk kedepannya dan tak lagi berharap mencintai orang yang tak tau menghargainya.

_______________________

Matahari mulai turun. Araska mengajak Araila pulang, ia rencana ingin menginap namun pekerjaan membuatnya harus pulang. Araila kegirangan menatap keranjang yang penuh stoberi. Bahagia sekali rasanya ia sekarang memiliki apa yang dia mau.

"Araila kuharap tak ada lagi kesedihan diwajah mu lagi. Aku tidak ingin adik ku yang imut ini sakit lagi kau mengerti?" Araska menatap lembut adiknya. Araila mengangguk.

"Terima kasih kakak. Aku senang atas apa yang kau berikan hari ini" Araila kini tersenyum manis. Melihat itu Araska mengacak-acak rambut Araila sambil terkekeh.

"Ah! Ada sesuatu yang terlupakan. Tunggu lah disini jangan kemana-mana kau mengerti."Pinta Araska lalu meninggalkan Araila sendiri di gerbang. Araila tak takut jika ada orang jahat ia tinggal mematahkan tangannya. Ia pernah belajar ilmu bela diri dulu itu sangat berguna bagi seorang wanita mandiri seperti nya.

Araila mengedarkan pandangannya lalu tak sengaja mata nya berhenti tepat pada anak laki-laki yang terduduk tak jauh dari tempat nya berdiri. Anak laki-laki itu memeluk kedua kakinya. Penampilan nya kumuh dan acak-acakan sekali. Seperti nya dia pengemis. Merasa iba Araila menghampiri nya ia terpaksa melanggar perintah kakaknya. Ia pun berjanji tak akan lama pada dirinya.

"Hey mengapa kau ada disini?" Tanya Araila namun anak laki-laki yang berambut panjang hingga menutupi mata itu tak menjawab.

"Eum apakah kau kelaparan? Ambil ini dan ini semoga berguna untuk mu" Araila memberikan brossnya dan sedikit stoberi nya. Anak itu tetap tidak bergeming. Ia tak tau harus melakukan apa. Wajahnya tak nampak sehingga agak sedikit sulit untuk Araila berkomunikasi.

"Araila! Araila!" Teriak Araska. Araila langsung panik ia akan dimarahi oleh kakaknya jika begini.

"Tunggu disini. Aku akan kembali dengan kakak ku" Araila lalu pergi meninggalkan anak itu sendiri. Ia menghampiri kakaknya yang sudah menunggu nya dengan wajah khawatir.

"Araila! Kau darimana saja? Sudah kakak bilang untuk jangan kemana-mana bukan?" Araila hanya menelan ludah nya. Ia sudah siap untuk dimarahi lagi.

"Tadi aku menghampiri seorang anak laki-laki. Letaknya pun tak jauh dari sini" jelas Araila yang mendapat wajah kebingungan kakaknya.

"Anak laki-laki? Dimana?" Tanya Araska kebingungan. Araila menoleh kebelakang, saat ingin menunjuk ia terkejut karena anak itu tidak ada di tempat tadi.

"Dimana? Tidak ada orang disini Araila" ucap Araska melihat kekosongan disekitar mereka.

"Kak, aku tidak bohong. Barusan aku menghampiri anak itu dan memberikan nya Bros lalu stroberi sedikit. Aku juga sudah menyuruh nya untuk menunggu tetapi kini ia hilang" Araila merasa aneh sendiri. Araska mengajak nya langsung pulang mungkin saja Araila terlalu kelelahan hari ini. Karena tidak mungkin ada seseorang yang masuk. Araska telah melarang siapapun ke wilayah ini kecuali tukang kebun. Di perjalanan pulang Araila tertidur di kereta. Araska senantiasa meminjam kan bajunya untuk adik tersayang nya. Hari ini dia dan Araila cukup bersenang-senang menghabiskan waktu bersama tanpa tau apa yang menunggu mereka dirumah.

To Be continued
Jangan lupa vote and komen
Tetep dukung author ya
Pict pemanis next chapter dengan seseorang yang manis juga :)

Aku Akan Menjadi Antagonis Untuk Mu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang