Sekarang Danil, Clara dan Danata sudah duduk di kursi di ruang tamu di rumah Clara. Clara duduk bersebelahan dengan Danil, sedangkan Danata duduk di kursi samping sebelah kanan, sebelah Danil.
"Ayo ceritain," kata Danil sambil agak membungkuk menatap Danata. Seperti polisi yang sedang menginterogasi penjahat.
"Apa?" Danata membalas tatapan Danil. Ia tidak mengerti dengan apa yang di bicarakan kakaknya itu.
"Ah itu, aku tiba di Indonesia 2 hari lalu. Bunda bilang kalian lagi honeymoon."
"Kamu gak pandai bercerita," kata Danil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Terus kenapa ke sini?" Lanjutnya.
"Aku dapat kabar dari Kak Dimas katanya kakak pesan tiket pesawat buat pulang. Tapi aku tungguin di rumah kok kalian gak pulang-pulang kayak bang Jali."
"Bang Jali siapa woy?! Yang gak pulang-pulang mah bang Toyib," balas Danil agak jengkel yang membuat Clara tak bisa menahan tawa.
"Hehe iya. Next, bunda bilang kalian pulang ke sini. Yaudah aku samperin ke sini."
Danil mengangguk-anggukkan kepalanya lalu kembali menatap Danata. "Tadi kamu kenapa masuk ke rumah tanpa izin?"
"Tadi aku ketemu tante Desi di luar, katanya masuk aja, ada kalian di dalam. Yaudah deh aku masuk."
"If you enter Ara's room, you don't get permission, do you?"
Danata menggeleng sambil tersenyum tanpa dosa.
"Lain kali kalo gak dapet izin jangan masuk sembarangan lagi ya? Itu gak sopan, understand?"
"I'm sorry, aku salah. Maaf kak." Danata menundukkan kepalanya.
"It's okay."
Danata kembali menengadah dan menatap Danil Clara secara bergantian. "Tapi tadi apa yang kalian lakuin di kamar mandi? Aku ngedenger kak Ara teriak," tanyanya sambil tersenyum jahil.
"Nothing," jawab Danil kembali canggung. Ia jadi kembali ingat saat melihat tubuh Clara.
Saat momen canggung itu tiba-tiba telepon Clara berbunyi. Telepon dari nomor yang tidak di kenal.
[Hallo, dengan nyonya Clara?] tanya seseorang di balik telepon begitu Clara mengangkatnya.
"Iya, dengan saya sendiri."
[Ini dari rumah sakit, Ibu Anda mengalami kecelakaan.]
Mata Clara langsung membulat saat mendengar itu. Clara membeku, tanpa di sadari air matanya sudah turun melewati pipi.
Danil merebut ponsel yang Clara pegang karna merasa ada yang tidak beres.
"Siapa?"
"Rumah sakit mana?"Danil menutup sambungan teleponnya setelah di rasa sudah mendapatkan cukup info. Ia lalu menatap Clara sambil menggenggam tangannya.
"Ayo kita pergi," kata Danil sambil berdiri dari duduknya.
"Kak Anil, what happening?" Danata ikut berdiri dan menatap wajah Danil dengan raut wajah penasaran.
"Mama Desi kecelakaan. Kamu tungguin rumah ya, kakak ke rumah sakit dulu," kata Danil.
"Tunggu." Danil melepaskan tangan Clara lalu berlari menaiki tangga. Tak lama kemudian ia kembali dengan memakai jaket dan membawa jaket di tangannya untuk Clara kenakan.
"Ayo," kata Danil sambil menuntun tangan Clara.
***
Clara berlari menuju meja resepsionis untuk menanyakan di ruangan mana ibunya berada. Ia langsung berlari lagi setelah berhasil mendapatkan informasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lebih dari Teman (On Going)
Novela Juvenil[Yuk bisa yuk minimal di follow dulu] Takdir memang sulit di tebak. Danil dan Clara yang awalnya hanya sepasang sahabat, sekarang mereka menjadi sepasang suami istri. "Ra, apa aku serakah jika menginginkan lebih?" Danil menghela nafas berat sebelum...