20.

313 28 2
                                        

Clara berlari menuju sebuah kamar yang ada di sebuah rumah sakit setelah tadi ia bertanya kepada seorang resepsionis. Di ikuti Danata di belakangnya.

"Anil, kamu ...." Clara menghentikan langkahnya setelah ia berhasil membuka pintu sebuah ruangan dan melihat seseorang berbaring di ranjang dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya.

Hawa dingin yang berasal dari AC mulai terasa menyesakkan begitu Clara memasuki ruangan itu.

"Kenapa kamu pergi secepat ini?" Clara mulai menangis saat melihat seseorang yang terbaring di ranjang itu. Sedikit demi sedikit ia melangkahkan kakinya untuk lebih mendekat walau tubuhnya mendadak menjadi lemas.

"Ra, ngapain?"

"Aku baru aja mulai suka sama kamu, masa kamu mau ninggalin aku gitu aja? Kayak Ayah, kayak Bunda?" Clara menutup kedua matanya dengan tangan kanannya lalu mengelap air matanya sembarang.

"Ra?!" Danil yang sedari Clara masuk sudah berdiri di belakang Clara memegang pundak wanita itu untuk menyadarkannya.

"Aku emang belum ikhlas, tapi beristirahatlah dengan tenang, jangan biarkan rohmu bergentayangan." Clara semakin menangis sesegukan.

"Ra, aku masih hidup."

Clara menghentikan tangisannya secara tiba-tiba lalu mengerutkan keningnya, ia mulai berfikir. "Perasaan aku gak punya Ananda ke 6," katanya.

"Indra Ra."

"Aaaa, hantu." Clara langsung berbalik menghadap Danil lalu mendorong tubuh pria itu karna terkejut dengan kehadirannya.

"Udah di bilangin aku belum mati ye, keras kepala banget!" gerutu Danil sambil memegangi tangannya yang tadi Clara dorong.

Clara langsung memeluk Danil hingga membuat kedua pipi Danil menjadi merah merona karna salah tingkah. Tapi lama kelamaan pelukan Clara berubah menjadi semakin erat. Clara tidak tahu saja tangan Danil terluka karna kecelakaan itu, Danil juga masih agak lemas. Dengan pelukannya yang sekencang itu, pria itu bisa saja mati. Karna tak ingin dirinya mati konyol, Danil akhirnya melepaskan pelukan Clara walau ia menyukai pelukan itu.

Danil menundukkan kepalanya setelah berhasil lepas dari pelukan Clara. "Ra, aku minta maaf, aku emang brengsek, harusnya aku gak ngebentak kamu, aku bener-bener minta maaf, aku salah."

"Udah nyadar?" Clara mengelap sisa-sisa air matanya lalu menatap Danil dengan sinis. Tapi kemudian tatapannya kembali berubah.

"Eh, kok nangis?" Clara memegang salah satu pipi Danil lalu mengarahkan wajah Danil agar ia bisa melihatnya dengan leluasa.

"Aku minta maaf, aku udah terlalu banyak buat kamu nangis, aku bener-bener salah." Danil tak berani menatap mata Clara walau wajahnya sudah berhadapan dengan wajah Clara.

Clara tertawa. "Ya ampun, kamu emang gak berubah ya dari kecil, selalu cengeng, si paling cengeng," kata Clara mengejek. Tapi Danil tak terpengaruh dengan ejekan yang di berikan Clara.

"Aku minta maaf."

"Iya aku maafin," balas Clara sembari mengelap air mata yang sudah membasahi kedua pipi Danil.

"Cengeng banget kak Anil." Danil dan Clara refleks menoleh ke arah pintu dan mendapati Danata sedang tersenyum sambil menatap mereka. Clara sampai lupa ia pergi ke rumah sakit bersama Danata.

"Ampun Nil, ternyata seorang Danil juga bisa nangis, karna cewek lagi," Danil dan Clara kembali menoleh ke arah tempat tidur dan mendapati Dimas sedang duduk di sana sambil tersenyum menatap mereka.

"Diam kalian, keluar dari sini!" Danil menunjuk ke arah pintu dengan kedua pipinya yang memerah karna malu.

"Ayo, ayo keluar, nanti kakak kamu nangis lagi," ejek Dimas berlari keluar sambil menuntun Danata. Danata jadi ikut salah tingkah.

Lebih dari Teman (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang