Danil berjalan ke arah pintu, menghampiri Clara dan seorang laki-laki yang sedang menatapnya dengan tatapan tajam dan tidak suka.
Danil tersenyum lalu merangkul pundak Clara setelah tiba di hadapan laki-laki itu yang tidak lain adalah Deon.
"Sayang, aku laper nih, kamu udah selesai masaknya?" tanya Danil sambil menatap Clara dengan tatapan cinta. Benar-benar tidak terlihat seperti sedang bersandiwara.
Clara mencubit pinggang Danil lalu tersenyum kaku, sedangkan Danil mengerutkan keningnya sambil berusaha untuk tidak memperlihatkan rasa sakit karna cubitan Clara barusan.
"Kamu siapin dulu gih sarapannya!" kata Danil dengan manis sambil memegang pundak Clara lalu menyuruhnya untuk pergi. Dan anehnya Clara tidak memberontak sedikit pun.
"Ayo bicara di luar!" kata Danil kepada Deon dengan dingin. Berubah drastis dari sikapnya beberapa detik lalu saat Clara masih bersamanya.
Memang tak ada yang lebih membuat nyaman dari pada udara pagi. Tapi sepertinya situasi tak nyaman kali ini mengalahkan nyamannya udara pagi itu.
Danil menghentikan langkahnya setelah berada beberapa meter dari pintu rumah. Di ikuti Deon di belakangnya."Ada apa?" Danil berbalik lalu menatap Deon dengan dingin.
"Aku mau bicara dengan Clara."
"Gak ada yang perlu di bicarakan," balas Danil dengan dramatis, sepertinya pria itu terlalu banyak menonton sinetron bersama ibunya.
"So dramatis," balas Deon yang langsung membuat Danil memelototinya karna tidak suka dirinya di sebut dramatis.
"Aku mau menjelaskan semuanya." Keadaan kembali menjadi tegang.
"Gak akan ada yang berubah, sadarlah, dia udah jadi istriku." Danil sedikit menaikkan nada bicaranya.
Mendengar kalimat terakhir yang di ucapkan Danil membuat Deon sempat terdiam selama beberapa detik. Ia kembali merasakan sesak di dadanya.
"Jadi kalian benar-benar menikah?" tanya Deon dengan sendu.
"Masih belum percaya? Perlu aku tunjukkan surat nikah kami?" kata Danil sambil menaikkan alisnya, menantang Deon.
"Gak perlu, aku akan pergi." Tak menunggu waktu lama lagi, Deon langsung beranjak pergi dari sana. Ia tidak ingin berada di sana lebih lama lagi, takut hatinya semakin hancur.
"Selamat move on!" teriak Danil sambil nyengir menatap Deon yang berjalan pergi darinya.
Danil kembali berjalan ke dalam rumah menuju dapur, hendak menemui Clara. Tapi saat tiba di ambang pintu, ia langsung di kejutkan dengan wajan yang menyala di atas kompor. Sepertinya Clara melamun saat sedang memasak. Ia terbayang-bayang kata-kata Deon beberapa saat lalu. "Ra, aku gak salah, aku akan berusaha agar kita kembali bersama." Begitulah kira-kira perkataan Deon.
"ARA, KAMU NGAPAIN?" teriak Danil yang langsung membuyarkan lamunan Clara. Karna panik, Clara langsung menyentuh wajan yang panas itu tanpa bantuan alas apa pun hingga membuat tangannya memerah, atau mungkin melepuh.
Danil yang melihat itu langsung berlari mematikan kompor yang menyala lalu menutupi wajan yang menyala tadi dengan kain basah.
Setelah merasa api sudah mati, pria itu melirik Clara yang tengah kesakitan lalu menggendongnya ala bridal style menuju ke ruangan keluarga. Danil meletakkan tubuh Clara secara perlahan ke atas kursi lalu kembali berlari mengambil air dingin dan peralatan medis.
Danil menjongkokkan badannya lalu mengambil kedua tangan Clara yang terluka. Sambil meniup lukanya secara lembut, pria itu mengobati luka Clara dengan sangat hati-hati, takut Clara kesakitan.
Bahkan sepertinya Danil lebih sakit dari pada Clara yang terluka.
Tiba-tiba saja jantung Clara berdetak dua kali lebih kencang dari biasanya saat menatap Danil yang sedang mengobati lukanya dengan serius. Ada apa dengan jantungnya? Pikir Clara.
Danil menghela nafas lega setelah selesai mengobati luka di tangan Clara. Ia lalu bangun dan duduk di samping wanita itu. Sambil memperlihatkan ekspresi marah tapi juga khawatir, Danil menatap Clara dalam-dalam.
"Apa yang kamu lakukan? Itu bahaya banget, kamu tahu itu? Untung aja luka kamu gak parah, ah enggak..., ini gak untung, lihat sendiri, kamu terluka. Kamu yang paling tahu kalo aku benci melihat luka, apalagi yang terluka itu ka--." Danil menghentikan ucapannya setelah bicara panjang lebar. Ia merasa ada yang salah dengan ucapannya.
"Maksudku kamu jangan sampai melamun seperti tadi, itu bahaya," kata Danil sambil mengalihkan tatapannya.
Bukannya takut atau merasa bersalah, Clara malah tersenyum lebar sambil menatap Danil. "Gemes banget sih kamu," kata Clara yang membuat pipi Danil berubah menjadi merah merona.
"Udah dari sananya," balas Danil sambil berusaha tidak salting.
"Ih lucu banget pipinya merah," goda Clara sambil menunjuk pipi Danil.
"DIEM GA?" teriak Danil sambil mengalihkan wajahnya, berusaha menyembunyikan pipinya yang merah dan kesalah tingkahannya. Dan hal itu membuat Clara terkekel.
"By the way tadi kamu bicara apa sama Deon?" Clara menghentikan tawanya.
"Bukan apa-apa."
Clara mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia sebenarnya penasaran, tapi tak ingin terlalu tahu juga. Sekarang ia tak ingin tahu segala sesuatu yang berhubungan dengan Deon.
***
Danil duduk di kursi di ruangan kerjanya sambil menatap ke luar jendela yang terpampang luas pemandangan. Sambil memainkan kursinya, ia melipatkan kedua tangannya ke depan perut. Pria itu memikirkan sosok gadis yang bersamanya tadi pagi. Ia tiba-tiba merindukan Clara.
"Sial," gumam Danil karna Clara terus lewat dalam pikirannya.
Danil lalu membalik kursinya menuju meja kerja, ia mengambil ponselnya lalu mulai mengetik sebuah pesan.
[Raa]
[Kamu tahu gak persamaan kamu sama Bab1?]Danil menyimpan ponselnya lalu mengetuk-ngetukkan jari tangannya ke atas meja, menunggu pesan jawaban dari Clara.
[Hah? Bab1?]
[Kamu lagi nganggur di kantor? Gak ada pertanyaan lain apa?]Danil tertawa sendiri melihat balasan pesannya, ini pertama kalinya ia bahagia melihat balasan pesan dari Clara.
[Danil: Iyah]
[Clara: Gak tahu]
[Danil: Oh]
[Clara: Trus?]
[Danil: Apa?]
[Clara: Ya persamaan aku sama Bab1 apa?]
[Danil: Mau banget di samain sama Babi, XIXIXIXIXI]
Danil tertawa terbahak-bahak sampai hampir terjungkal dari atas kursi. Tapi ia langsung menghentikan tawanya saat kembali melihat balasan dari pesannya.
[Strez]
[/Blok]Danil menghela napas berat sambil memelaskan wajahnya. "Malah di blok, padahal kangen," gumamnya.
Di belahan bumi lain di mana Clara berada, Clara mendengus kesal setelah menerima pesan dari Danil. Ia lalu mematikan ponselnya dan kembali berjalan menuju ruangannya setelah dari memesan kopi. Tapi langkahnya langsung kembali terhenti ketika melihat seseorang berdiri tak jauh darinya tersenyum kepadanya.
TBC!
Kayaknya di part selanjutnya Danil bakal sat set sat set deh, wkwk
Minimal tinggalin vote lah wey, vote doang gratis kok😡
Kasih komen juga, terima kasih😃❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Lebih dari Teman (On Going)
Teen Fiction[Yuk bisa yuk minimal di follow dulu] Takdir memang sulit di tebak. Danil dan Clara yang awalnya hanya sepasang sahabat, sekarang mereka menjadi sepasang suami istri. "Ra, apa aku serakah jika menginginkan lebih?" Danil menghela nafas berat sebelum...