Clara tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa sebelum ini. Ia memang paling handal dalam menyembunyikan kesedihannya.
"Engga Bunda, aku sama Anil habis nonton film sedih, jadi ya gini, aku kebawa perasaan," kata Clara berbohong sambil tersenyum. Tapi hatinya cukup terluka saat ia harus membohongi Devi.
Clara berjalan menuju kamar Danil yang sekarang sudah menjadi kamarnya juga. Ia lalu mendudukkan dirinya di atas kursi sambil menghela napas berat.
Selama di perjalanan pulang dari Bandung, Clara terus mengingat perkataan Danil beberapa waktu lalu. Selama itu ia berusaha menahan air matanya untuk tidak keluar, tapi sekarang ia tidak bisa menahannya lagi. Tetesan demi tetesan mulai turun dari mata Clara, ia menumpahkan air matanya yang selama ini ia tahan di kamar itu.
Di belahan bumi lain, Danil meneguk satu gelas alkohol atau minuman keras di sebuah apartemen milik seseorang. Karna Clara tidak mungkin jadi curhatan masalah mereka, ia sekarang duduk di atas kursi sambil menceritakan semuanya kepada Dimas, sahabatnya selain Clara, sekaligus wakil CEO di kantornya.
"Dia menangis, aku membentaknya, bagaimana ini? Clara menangis karena aku, aku menyakitinya." Danil meremas rambutnya frustasi. Kesadaran Danil semakin menghilang dan semakin di kuasai oleh alkohol yang ia minum. Entah sudah berapa botol yang ia habiskan. Darimana juga ia mendapatkannya.
"Danil, sebenarnya kamu gak mencintai Kila, aku yakin. Jika kamu mencintainya, kamu gak akan meninggalkannya waktu itu bahkan saat tahu dia hamil oleh laki-laki lain. Tapi kenapa kamu membelanya?" Dimas mengerutkan keningnya, berusaha berfikir.
"Aku juga yakin kamu lebih mempercayai Clara daripada Kila, tapi kenapa kamu lebih membela Kila? Apa kamu punya masalah dan melampiaskannya kepada Clara? Right? Benarkan?" Dimas menatap wajah Danil menunggu jawaban, tapi ia tidak yakin mendapat jawaban dari pria yang sekarang sedang mabuk itu.
"Ah, Clara selalu melarangmu untuk tidak minum alkohol, dia akan marah jika tahu sekarang kamu minum-minum sampai seperti ini. Sudah berhenti. Dari mana juga kamu mendapatkan botol-botol ini." Dimas merebut botol alkohol yang akan Danil minum. Pria itu sudah benar-benar kacau.
"Dia, Clara Clathria-- aku-- Kila mengirim video tadi siang," kata Danil dengan mata redup dan tatapan kosong ke depan dengan salah satu kaki naik ke atas kursi dan tangan yang bertumpu pada kakinya.
Dimas mengerutkan keningnya, video apa yang di maksud Danil? Ah pria itu terlanjur penasaran, ia langsung mengambil ponsel Danil yang tergeletak di atas meja lalu menyalakannya.
"Pin nya apa?" tanya Dimas saat mengetahui ponsel Danil memakai pin.
"Tanggal lahir Ara."
"Serius?" Dimas cukup terkejut, ia mulai berpikir apa Danil menyukai Clara sampai pin handphonenya pun memakai tanggal lahir Clara. Tapi ia juga tidak yakin karna sekarang Danil sedang mabuk, bisa saja pria itu bicara ngawur.
"Aku sering lupa apa pin yang aku pakai." Danil lalu tersenyum sebelum melanjutkan ucapannya. "Lalu Ara mengatur tanggal lahirnya untuk di jadikan pin yang bisa aku pakai."
"Kenapa kamu gak menggunakan tanggal lahir sendiri aja?"
"Benar, kenapa aku gak berpikir seperti itu? Ah benar juga, aku juga terkadang lupa tanggal lahir sendiri." Danil tersenyum sedikit tertawa mengingat kebodohannya.
"Anyway, aku lupa tanggal lahir Clara Nil," kata Dimas sambil nyengir menatap Danil. Danil kembali tersenyum dan memberitahukan tanggal lahir Clara walau Dimas harus sedikit sabar karna Danil berceloteh dulu tentang gadis itu.
Mata Dimas langsung membulat saat melihat sebuah video yang di kirim Kila. Video Clara yang berciuman dengan seorang laki-laki. [Clara gak sebaik yang kamu pikirkan. Lihat, dia bukan perempuan baik-baik] pesan itu di kirim bersamaan dengan video yang barusan Dimas lihat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lebih dari Teman (On Going)
Ficção Adolescente[Yuk bisa yuk minimal di follow dulu] Takdir memang penuh kejutan yang tak terduga. Danil dan Clara, yang dulu hanya sepasang sahabat biasa, kini telah berubah menjadi sepasang suami istri yang saling melengkapi. "Ra, apa aku serakah jika aku mengin...