"Waktu di Bandung aku gak sengaja liat video di HP kamu. Aku baru sadar ternyata itu Jukyung sama Suho, ah daebak, yang ngedit jago banget, aku hampir percaya itu beneran aku. Tapi video itu kamu dapat dari mana?" Clara menatap Danil setelah terheran-heran.
"Bukan urusan kamu." Danil memalingkan wajahnya. Pria itu agak salah tingkah karna malu pernah menyalahpahami Clara karna video itu.
"Hei, urusan aku dong, orang yang di edit muka aku. Pokoknya kamu harus kirim videonya!" Clara sedikit mengeraskan notasi bicaranya.
"Buat apa? Lagian udah aku hapus." Danil ikut mengeraskan notasi bicaranya. Ia tidak habis pikir dengan Clara.
"Hah serius? Kamu bercanda kan?"
"Why? Kalo mau, buat aja yang real sama aku." Danil menatap Clara agak malu-malu sambil menelan ludahnya sendiri setelah mengatakan itu. Apa yang ia katakan barusan? Danil sudah gila.
Clara yang mendengar itu langsung memukul lengan Danil. Pukulan yang tak seperti gadis pada umumnya, tapi lebih seperti pukulan seorang petinju. Clara memang gadis yang kuat. "Gak dulu," katanya lalu berjalan pergi meninggalkan laki-laki itu.
"Sekarang gak dulu, kalo nanti gimana Ra?" tanya Danil yang tidak Clara hiraukan. Pria itu benar-benar sudah berani mulai buka-bukaan.
"Berisik atau ku tampar."
"Aw." Danil tiba-tiba meringis saat akan mengejar Clara.
Clara yang mendengar Danil meringis langsung berbalik dan kembali berlari mendekatinya. "Kenapa Nil?"
"Ah, kaki aku sakit banget."
"Kenapa?"
"Tadi pagi aku gak sengaja nginjak pecahan kaca."
Clara tersenyum sarkas setelah mendengar itu. "Pasti karna mabuk kan?"
"Itu, aku bisa jelasin--." Danil memperlihatkan gigi-giginya. Nyengir.
"Gak usah."
"Tapi-- ah, ini sakit banget."
"Udah di obatin?" Clara kembali menyembunyikan senyum sinisnya lalu berjongkok dan memegang luka Danil yang berbalut perban putih.
Danil tersenyum sambil menunduk menatap Clara yang sedang melihat lukanya. "Belum." Pria itu berbohong. Sebenarnya ia langsung mengobatinya setelah terluka tadi pagi. Danil paling tidak suka jika melihat luka, apalagi pada dirinya sendiri, jadi ia akan langsung mengobatinya saat mendapat sebuah luka. Clara juga tahu, tapi sekarang ia mempercayai kebohongan laki-laki itu.
"Yaudah ayo ke rumah sakit," kata Clara. Ia kembali berdiri dan memegang lengan Danil, hendak membawanya untuk pergi.
"Gak mau." Danil menggelengkan kepalanya seperti seorang anak kecil yang menolak untuk minum obat.
"Maunya gimana?"
"Panggil aja dokternya ke sini."
Gadis itu menghela napas panjang lalu menganggukkan kepalanya dan berjalan mengambil ponselnya untuk menelepon dokter.
"Aku udah telepon Dokter, tunggu aja." kata Clara acuh tak acuh setelah selesai bertelepon. Lalu saat ia akan kembali pergi meninggalkan Danil, pria itu kembali menghentikannya.
"Ra, aku gak bisa jalan," kata Danil sambil memegang pergelangan tangan Clara. "Ini sakit banget, serius," katanya lagi, berusaha meyakinkan Clara karna gadis itu sekarang sedang menatap Danil dengan tatapan tidak percaya.
"Tapi tadi kamu bisa lari meluk aku." Clara menatap Danil seperti seorang polisi yang sedang menatap tahanannya.
Danil berdehan lalu menaikkan alisnya. "Baru kerasa sekarang, kayaknya karna lari tadi." Pria itu tak pandai berbohong, tapi anehnya Clara mempercayainya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lebih dari Teman (On Going)
Novela Juvenil[Yuk bisa yuk minimal di follow dulu] Takdir memang sulit di tebak. Danil dan Clara yang awalnya hanya sepasang sahabat, sekarang mereka menjadi sepasang suami istri. "Ra, apa aku serakah jika menginginkan lebih?" Danil menghela nafas berat sebelum...