Explorer [17]

43 12 6
                                    

Sudah berapa kali ditanya dengan pertanyaan yang sama, namun Carlos sepertinya tetap tidak berniat menjawab. Aku menatapnya dengan tajam, hampir tiga jam aku duduk di depannya dan tidak menghasilkan apa-apa.

Carlos hanya diam tak berani menatapku langsung, pandangannya berpindah-pindah setiap kali aku bertanya. Ruangan putih ini sepertinya tidak cukup untuk membuatnya tersiksa, karena semalam aku meminta Rigel agar memindahkan Carlos ke ruang isolasi sebelum ke ruang interogasi. Namun rupanya ruangan putih itu tidak ada apa-apanya bagi Carlos.

Aku mengeluarkan sebuah foto dari dalam saku celanaku, foto ini adalah senjata terakhirku. Foto itu memperlihatkan seorang anak kecil yang sedang menangis di depan gedung sekolah. Aku menunjukan foto itu pada Carlos, dan sepertinya Carlos menggubris hal itu.

Dia mengambilnya dengan mata terbelalak. "Apa yang kau lakukan pada anakku?!" tanya Carlos yang terlihat sangat marah.

"Anakmu baru saja dikeluarkan dari sekolah, karena ketahuan mencuri barang milik temannya. Dan akan segera dihukum, kau tahu hukuman untuk seorang pencuri seperti apa, bukan?"

Carlos semakin menatap tidak percaya, dadanya naik turun menahan marah. Ia sedang khawatir pada anaknya, namun berusaha menutupinya. Namun percayalah, aku tahu rasanya membohongi diri sendiri.

"Aku bisa saja menolongnya, tapi tentu tidak gratis. Kau cukup menjawab dengan jujur pertanyaanku, mudah bukan?"

"Pertanyaan ku tetap sama. Kau tahu senjata mu bukan senjata biasa, bukan? Darimana kau mendapatkan semua senjata mu?"

Carlos menutup matanya frustasi, apa yang dia khawatirkan selain keselamatan anaknya? Kenapa sangat susah untuk dia menjawab, apa yang dia takutkan sebenarnya. Matanya teralih pada kaca pembatas ruangan menatapnya dengan tatapan khawatir, aku ikuti arah pandangannya, namun yang terlihat hanya pantulan kami di kaca. Hanya orang dari luar ruangan ini yang bisa melihat ke dalam ruangan, sedangkan yang di dalam ruangan hanya dapat melihat pantulan kaca.

Carlos menunduk dalam, aku dapat melihat tetesan air mata jatuh dari dagunya. Setelah lima menit Carlos larut dalam pikirannya sendiri, dia mengangkat kepalanya, wajahnya dipenuhi air mata.

Dia menatapku, menghela napas panjang dan mengeluarkannya dengan berat, "aku mendapatkannya dari Planet Pioneer."

Benar dugaanku. "Planet itu sudah mati, kau pikir aku akan mempercayainya? Jika kau hanya mengatakan kebohongan, maka waktu kita jadi terbuang. Aku tidak bisa menjamin anakmu akan selamat atau tidak."

"Aku bersumpah! mereka memintaku untuk menjual senjata-senjata itu."

"Siapa mereka?"

Carlos tampak berpikir. Keningku berkerut melihatnya yang tiba-tiba gugup dan ketakutan, padahal dia menjawab pertanyaan ku sebelumnya dengan mata menggebu-gebu.

"Aku tidak akan menjawab untuk pertanyaan itu."

Aku menghela nafas frustasi dan menatapnya. "Kalau begitu silahkan tunggu berita duka tentang anak mu!"

Aku langsung meninggalkannya sendirian, kubiarkan dia merenungkan kembali perasaannya. Aku tidak berbohong soal anaknya yang mencuri, dan hukuman untuk pencuri memang tidak pandang umur. Kudapatkan foto itu dari salah satu rekan Rigel yang ditugaskan untuk mengawasi keluarga Carlos, aku pikir dengan mengancamnya akan dengan mudah untuk mendapatkan jawabannya, tapi aku tak percaya Carlos lebih khawatir dengan orang-orang itu, dibandingkan dengan keluarganya sendiri.

Di luar ada Zain dan Rigel yang menunggu sedari tadi, mereka juga ikut mendengar dan melihat apa yang terjadi dari luar. Ku perhatikan wajah kusut dua orang ini, membuat moodku semakin menurun.

GALAXY : The Last Explorer Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang