Explorer [25]

23 5 6
                                    

Planet Dubhe, aku ingat ayah pernah cerita tentang planet itu. Planet tak berpenghuni yang dimana isinya hanya hutan rimbun, tuan rumah planet itu adalah makhluk buas yang sudah ada dari jutaan tahun yang lalu. Aku kira ayah hanya menceritakan dongeng, tapi ternyata planet itu benar-benar ada.

Aku jadi kepikiran, bagaimana mereka bisa bertahan hidup bersama makhluk itu. Apakah semua baik-baik saja, atau jangan-jangan hal buruk menimpa mereka.

"Planet Dubhe ya, hmmm. Aku baru pertama mendengarnya, karena planet yang paling sering kudengar di Galaksi Bimasakti hanya Planet Bumi," tutur Orion.

Setelah membaca surat itu, aku memberitahu yang lain, tempat yang akan kita tuju. Semua terlihat baru mengetahui adanya Planet Dubhe. Bagaimana bisa mereka tidak tahu, ayah bilang Planet Dubhe sangat legendaris di Galaksi Centauri. Bahkan banyak orang yang dengan antusiasnya menceritakan planet itu.

Saat ini kapalku sedang dalam mode otomatis, berkecepatan cahaya agar lebih dekat dengan Galaksi Bimasakti. Aku tidak bisa menggunakan lompatan cahaya sekarang, karena posisi kami belum pas untuk lompatan cahaya.

"Tapi bukan itu masalah kita di sini, bagaimana caranya masuk kedalam Galaksi Bimasakti dengan selamat tanpa adanya perizinan," ucapku.

Memang itu yang sedang aku khawatirkan.

Galaksi Bimasakti adalah galaksi yang sangat dijaga ketat oleh penduduknya. Dari masing-masing tata surya di sana mengirimkan beberapa orang yang terpercaya untuk menjaga perbatasan antara galaksi dengan ruang hampa.

Berbeda dengan galaksi lainnya yang membiarkan siapapun bisa masuk dan keluar dengan sendirinya, Galaksi Bimasakti mempunyai aturan sendiri.

Jika tertangkap, bagusnya kami akan di bawa ke Planet Bumi. Karena planet itu yang paling banyak diminati oleh makhluk yang ada di alam semesta ini. Dengan kecanggihan teknologinya, siapapun akan tergiur jika melihatnya langsung. Maka dari itu, hal bagusnya adalah kami di bawa ke planet tersebut.

Hal buruknya adalah, kami di bawa ke Planet Jupiter dan dihempaskan ke sana. Tidak ada yang bisa selamat dari amukan badai Jupiter.

"Apa Pak Harrington tidak bisa mengajukan perizinan terlebih dahulu?" tanya Serena.

"Tidak bisa seperti itu, Serena. Pak Harrington harus punya alasan yang jelas untuk mengajukan perizinan, dia tidak akan mendapatkan izin jika tujuannya tidak jelas. Maksudku, tujuan itu harus menguntungkan mereka juga," jawab Rigel.

Memang benar, tujuan kita hanya menguntungkan kita saja. Apa untungnya pada mereka jika mengizinkan kita bertemu dengan kaumku.

"Lalu bagaimana, cara kaum penjelajah masuk ke sana? Apakah mereka berhasil?" pertanyaan Pancy membuatku memutar otak.

Kenapa tidak terpikirkan olehku, bagaimana mereka bisa masuk. Ataukah mereka tidak berhasil masuk dan berakhir di Jupiter?

Aku menghela napas panjang, menutup mataku menjernihkan pikiranku. Aku harus yakini bahwa mereka selamat, dan sedang menungguku di sana.

"Karena itulah kita semua di sini, mari kita cari tahu, apakah mereka berhasil atau tidak." Frank menggenggam tanganku seolah mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.

"Untuk masalah ini, serahkan padaku. Aku yang sudah membawa kalian ke sini, jadi aku yang akan bertanggung jawab."

"Bagaimana caranya?" tanya Serena.

"Aku seorang penjelajah. Apapun bisa ku lakukan hanya dengan menjentikkan jari."

"Lalu masalah akan selesai?" saut Orion dengan wajah muaknya. Ya, aku tahu ini bukan saatnya untuk bercanda.

Aku hanya tersenyum. "Tapi sungguh, biar aku yang bertanggung jawab untuk masalah perizinan. Sekalipun harus dihukum."

"Tidak, kita lakukan itu bersama." Frank menarikku mendekat, memaksa aku untuk menatapnya.

"Untuk kali saja Frank. Aku tidak ingin merasa bersalah pada kalian jika sesuatu yang buruk terjadi. Itu, hanya akan menyakiti perasaanku." Aku menatapnya dengan lekat, berusaha untuk meluluhkan kepalanya yang sama kerasnya denganku.

Frank akhirnya menyerah, dan pergi meninggalkan Palka Utama. Aku hanya menghela napas melihatnya seperti itu.
"Sepertinya sudah tidak ada lagi yang dibicarakan, silahkan lanjutkan kegiatan kalian." Aku membubarkan rapat.

Aku ingin menyusul Frank, namun sebuah tangan menarikku hingga berbalik. "Jadi, apa hubunganmu dengan gurita itu?"

Aku membulatkan mataku mendengar pertanyaan Orion. Dia melipat tangannya di dada seperti seorang ayah yang memergoki anaknya sedang bersama pasangannya.

"Kau terkejut, berarti ada sesuatu. Kau menyukainya?"

"Tidak, tidak mungkin. Kami hanya berteman, sama seperti aku dan kau," tungkas ku dengan cepat.

Bagaimana bisa dia menyimpulkan hal itu, padahal aku baru bertemu dengannya setelah beberapa hari tidak bertemu. Dia bahkan tidak mengenal Frank dengan baik.

Ya, aku akui Frank memang memiliki pribadi yang lembut, hanya saja cara dia menunjukannya tidak terkesan lembut. Dia penyayang, dilihat dari betapa sayangnya dia pada Serena. Dia juga setia, bahkan dari awal aku bertemu dengannya tidak pernah Frank berniat untuk meninggalkanku.

"Hmmm. Benarkah? Tapi kenapa aku merasa Frank menyukaimu, tatapannya padamu tadi sangat menjelaskan perasaannya. Aku ini pakar cinta, jika kau lupa, jadi aku tahu seperti apa tatapan seseorang pada orang yang disukainya."

"Pakar cinta ya, tapi kenapa susah sekaki untukmu mendapatkan pasangan?" ledekku, berusaha untuk mengganti topik pembicaraan ini.

"Selalu saja, kau memang adik yang pengertian. Ngomong-ngomong siapa perempuan di sana?" Aku melihat siapa yang ditunjuk Orion.

"Pancy? Dia teman sekamarku. Kau tertarik dengannya?"

"Auranya sangat menjelaskan seperti apa dirinya, dia pasti orang yang tegas, cerdas dan baik."

Aku memilih meninggalkannya sambil menggelengkan kepala. Sudah lebih dari seratus perempuan yang termakan omongan manis Orion, semoga saja Pancy tidak terkecoh.

Kulihat pintu kokpit yang tertutup, Frank pasti masih di dalam. Perlahan aku membuka pintu dan benar saja, Frank masih di sana duduk berdiam diri. Setelah masuk aku kembali menutup pintu itu.

"Kau marah?" tanyaku.

Dia hanya diam, tidak meresponku. Membuatku sangat kesal, ini yang tidak aku sukai ketika Frank marah, dia pasti akan mengabaikan ku.

Jika dia sudah mengebaikanku, aku tidak bisa berbuat apa-apa selain ikut diam. Sesekali mencuri pandang ke arahnya, namun tidak berbalas, yang ditatap lebih tertarik dengan pemandangan luar.

"Aku diabaikan, lagi," ucapku lirih.

Seketika itu Frank memutar kursinya menghadapku, dan menatapku dengan tajam. Aku bingung harus bagaimana, jadi kutatap balik dia tak kalah tajam.

Akhirnya dia menyerah dan menghela nafas. "Izinkan aku, untuk ikut denganmu jika seandainya kita tidak berhasil."

GALAXY : The Last Explorer Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang