Ibu bilang padaku bahwa dia tidak berani membawa ayah ke Planet Bumi, dengan keadaannya yang tidak bisa berpindah tanpa tabung, sangat susah untuk ayah di bawa ke Planet itu. Apalagi mereka di sini tanpa identitas, tidak ada orang dari pemerintah yang mengetahui keberadaan mereka di Planet Pulo. Kecuali Paman Han dan istrinya.
Satu-satunya harapan kami adalah waktu, menjaga ayah selalu dalam tabung adalah usaha terakhir ibu. Hidup dalam persembunyian memang tidak seenak yang dilihat, mereka tidak bebas kemanapun tanpa identitas.
Setelah melihat ayah, ibu membiarkanku istirahat di dalam kamar sementara dia kembali menjaga ayah di ruangannya. Aku sudah beberapa kali menghubungi paman Han, tapi keadaan Planet Pulo yang senantiasa badai ini, sangat menyulitkan.
Hampir aku menyerah, namun kembali teringat wajah lesu ayah. Aku menekan sensor earbuds di telingaku, "paman Han, aku mohon jawablah. Bagaimana keadaan di sana?"
Tidak dapat jawaban, lagi dan lagi.
Aku kembali menekan sensor, "aku butuh bantuanmu paman, aku mohon segeralah jawab!"
Tidak ada yang tahu bagaimana keadaan di sana, apakah mereka masih kuat mempertahankan garis depan, atau Zain dan kelompoknya berhasil masuk.
Tapi itu mustahil bukan? Galaksi Bimasakti yang ku tahu adalah galaksi dengan teknologi mutakhir dimana-mana, senjata, obat, kapal, bahkan mereka punya planet buatan yang berhasil mengikuti orbit planet lain.
Tak hanya itu, Planet Bumi bahkan berhasil memanfaatkan Kilang Gas di Jupiter, dan tidak lupa dengan Planet Mars yang sudah memiliki peradaban yang sudah seperti kawasan elit. Tidak lengkap rasanya perjalanan ini kalau aku belum mengunjungi planet-planet itu.
Masalahnya adalah, ini bukan acara liburan atau perjalanan mengasikkan, ini adalah perjalanan menuju perang.
Apapun kondisinya di sana, aku hanya berharap paman Han baik-baik saja. Aku yakin pertahanan Galaksi ini bisa memukul mundur pasukan Zain.
Bicara soal Zain, apa yang memotivasinya sampai dia begitu bertekat untuk memburu Kaum Penjelajah. Mengejar kami sampai di Galaksi Bimasakti. Aku jadi teringat pin yang kutemukan di bawah kapalku saat Zain pergi.
Pin itu masih berada di dalam kapalku, tapi aku ingat nama yang tertera di sana, Killian.
Satu-satunya petunjuk tentang pasukan Zain adalah nama itu, kemungkinan besar Killian inilah pemimpin mereka, yang juga memotivasi Zain untuk memburu kaumku, menciptakan dendam dalam hati Zain.
Perjalanan ini membuatku lelah, pusing di kepalaku juga masih sering menyerang. Juga sesuatu dalam diriku yang masih tidak aku mengerti, semakin terasa berkembang. Mungkin istirahat sejenak dapat meredakan semuanya.
Ku baringkan tubuhku mengistirahatkan ragaku, dan berusaha melupakan semua sejenak agar tidurku nyenyak.
Baru beberapa detik aku memejamkan mata, hembusan angin kencang menerbangkan helaian rambutku, memaksaku membuka mata.
Berdiri di tempat ini lagi, hamparan pasir gurun tak lupa dengan mayat bergeletakan dimana-mana, bau anyir darah dan bau tak mengenakkan lainnya.
Aku tahu kemana mimpi ini akan berakhir.
Namun tunggu, sekarang terasa berbeda, aku tidak melihat sosok ibu di depan sana. Tiga kali aku mimpi yang sama seperti ini, dan tiga kali pula aku melihat ibu mati dengan tombak menembus jantungnya.
Sebelah tangganku terasa berat, kuangkat tangan kananku, mataku membulat, sejak kapan aku menggenggam busurku di mimpi ini, sebelumnya tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALAXY : The Last Explorer
Ciencia FicciónDi angkasa yang luas, tersebar miliaran bintang, planet dan benda-benda langit lainnya tergabung menjadi sebuah kesatuan yang biasa kita sebut, Galaksi. Dimana setiap planetnya memiliki bintang yang menjadi induk mereka, hal itu yang juga kita kenal...