Roxie mendarat di sebuah gua besar yang memang disiapkan untuk kapal para pendatang. Kami berkumpul di palka utama bersiap dengan senjata masing-masing. Anak panah kugantung di belakang punggungku, selain menggunakan busur dan panah, aku juga membawa pistol api di balik jubah.
"Kau yakin ini akan berhasil?" tanya Zain yang sedang menyiapkan senjatanya.
"Benar, rencana ini mungkin akan membuat kita terbunuh," sambung Pancy.
"Kau benar Pancy, tapi tenang saja aku sudah biasa dalam hal ini. Sebenarnya tidak juga, kita tidak akan terbunuh jika semua berjalan sesuai rencana."
"Oke, semuanya. Tetap dalam rencara, kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi setelah ini, jangan sampai mati."
Suara Rigel terdengar dari earbuds."Obrolan yang sangat membantu Capt," balasku.
Aku menghampiri Frank yang kesusahan memasang mantelnya. "Kau tahu, mungkin ini saatnya kau balas mereka. Frank, aku tidak ingin memberimu harapan. Tapi jika adikmu masih berada di sana, aku berjanji akan membawanya keluar. Dan kau juga harus janji padaku, untuk berjuang bersama-sama."
Frank menatapku, dia mengangkat tombaknya dengan semangat. "Mari kita bakar mereka!"
"Terlalu berlebihan, tapi tak apa, aku suka daging bakar."
"Baiklah semua sudah siap!" seru Zain.
Kami semua keluar dari dalam kapal dengan perlengkapan, yang lain mulai memakai topeng masing-masing kecuali aku dan Frank. Hampir semua yang di tim ini pernah bertemu langsung dengan Carlos.
Di sana terdapat satu rumah berdiri di tengah-tengah badai salju, itu bukan hanya sekedar rumah. Lagipula siapa yang mau tinggal di cuaca dengan suhu sedingin ini, rumah atau lebih tepatnya kedai itu adalah jalan masuk ke pasar gelap.
Aku pertama masuk ke dalam kedai, disusul yang lain. "Hai, Walker. Kau masih hidup?" candaku pada pria tua yang duduk di kursi kebesarannya, semua masih tampak sama seperti terakhir kali aku datang ke sini.
Walker tersenyum. "Sudah kuduga kau memang penjelajah!" ucapnya senang.
"Badai salju selalu datang tiba-tiba." Itu adalah kata kuncinya.
Kami dipandu ke sebuah lift di dalam lemari barang antik. Kemudian lift menurun sampai lantai dasar suhu di sini sudah tidak sedingin tadi, aku melepaskan jubahku dan memberikannya pada Walker. "Aku titip ini pada mu, jangan sampai hilang!"
"Selalu seperti ini, kau harus agak sopan dengan orang tua nak," ucapnya menggantungkan jubahku di lengannya.
"Kau kembali ke sini untuk berjudi lagi? Tidak kapok dikejar oleh orang-orang itu?" tanya Walker, dia berdiri di depan ku menghadap ke pintu lift.
"Sebenarnya aku mencari senjata, dan mereka ini kenalanku yang ingin membeli beberapa juga."
"Kau berada di waktu yang tepat. Carlos sedang menjual senjata terbarunya sekarang, mungkin sudah ada beberapa yang terjual." Tepat sekali, Carlos ada di sini.
Aku menatap Zain di sampingku.
Lift berhenti, kami hendak turun dari sana tapi Walker menghentikanku saat hendak keluar. "Carlos adalah penembak yang handal, sudah ada lima militer yang datang ke sini untuk membeli senjatanya dan semuanya mati di tangan Carlos," ucapnya berbisik namun aku yakin masih bisa terdengar oleh yang lain.
"Maka dari itu, aku menyarankan kalian segera membelinya. Dia pasti akan memilihkan senjata yang bagus-bagus." Lanjutnya dengan sedikit tertawa, aku pun ikut tertawa agar tidak terlihat tegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALAXY : The Last Explorer
Khoa học viễn tưởngDi angkasa yang luas, tersebar miliaran bintang, planet dan benda-benda langit lainnya tergabung menjadi sebuah kesatuan yang biasa kita sebut, Galaksi. Dimana setiap planetnya memiliki bintang yang menjadi induk mereka, hal itu yang juga kita kenal...