Lift kembali naik, aku masih terus memikirkan perkataan Harrington, jika kami dekat sejak aku kecil, kenapa tidak ada satupun memori masa kecilku yang mengingat Harrington.
Satu-satunya memori Harrington di kepalaku hanya saat dia bertengkar dengan ayah, itupun aku tidak tahu dia siapa kala itu.
Ting
Pintu lift terbuka di lantai ruang rapat, Frank, Zain dan Rigel masih ada di sana. Kesepakatan sudah selesai, saatnya mereka untuk mengembalikan kapal ku.
"KALIAN MEMBUNUHNYA KAN? DIMANA DIA?!"
Terdengar teriakan dari dalam ruang rapat, ku tebak pasti pelakunya adalah Frank.
Saat ku buka pintu besar itu, seperti habis terhantam angin kencang ruangan ini, kertas berserakan dimana-mana, kursi tergelatak tak rapih. Ada bekas sambaran listrik di lampu, dan kabel-kabel yang tertanam di dalam tembok keluar sambil memercikkan listrik. Kacau sekali.
Frank terikat di kursi sambil terus memberontak dan berteriak. Zain memegang tombak Frank, keadaannya tak bisa dibilang baik, rambutnya berantakan, kancing bajunya terlepas di bagian atas. Namun aneh, kenapa dia masih tetap tampan. Bahkan bertambah karena ada beberapa luka di wajah dan tangannya.
Kondisi Rigel juga tak jauh berbeda dengan Zain, dia duduk di kursi sedangkan Zain berdiri di sampingnya.
"Sepertinya ada yang ku lewatkan?" tanyaku menyadarkan mereka.
Frank yang tadinya menunduk langsung menengok ke arahku, kedua orang itupun sama. Namun dengan ekspresi yang berbeda, Frank terlihat terkejut, Zain tersenyum sambil menghela nafas, Rigel terlihat marah.
"Kau terlambat, pesta baru saja selesai." Rigel dengan raut wajah yang marah.
Zain menghampiriku dan berdiri di depanku. "Frank mengamuk karena mengira kami membunuhmu," jelasnya melirik kebelakang.
Dendamnya membuat Frank selalu berburuk sangka. Aku ingin memperbaikinya tapi aku rasa tidak bisa, hanya dirinya sendiri yang bisa menghilangkan perasaan dendamnya, tapi aku akan bantu.
Seperti yang dibilang Harrington, mereka hanya menuruti perintah. Tapi tetap aku tidak suka mereka terlalu kejam pada rakyat kecil.
Aku menghampiri Frank, dan melihat kondisinya. Oh astaga, kurasa dia ini sebenarnya bayi yang terjebak di dalam tubuh kekar orang dewasa. Frank menangis.
"Sifatmu terlalu bayi untuk tubuh yang seperti itu." Aku mulai melepaskan tali yang mengikatnya.
Setelah semua tali terlepas, Frank berdiri dan memelukku sangat erat. "Syukurlah, kau masih hidup." Terdengar dari suaranya, Frank seperti takut untuk kehilangan orang di sekitarnya.
"Jika aku mati, cerita ini akan berakhir."
Baru saja hendak membalas pelukan Frank, tanganku ditarik kebelakang membuat pelukannya terlepas. Zain memegang erat tanganku, seperti enggan melepaskannya lagi. Tatapannya seketika tajam seperti ingin menusuk Frank, kami menatapnya bingung dengan sikapnya yang tiba-tiba.
"Ka-kau memeluknya terlalu erat, dia bisa mati kehabisan nafas." Dalam keheningan ini, hanya itu yang dia katakan, Zain melepas pegangan tangannya setelah menyadari semua mata tertuju padanya, kemudian memberikan tombak itu kembali pada Frank.
"Waw Zain, kau cemburu, Hah?" Ledek Rigel di tempat duduknya.
Zain menghela nafas. "Aku hanya ingin mencegah hal-hal buruk yang akan terjadi jika dia mati, kau lihatkan ruangan ini sudah seperti kapal pecah. Bagaimana jika-"
"Hmmmm ya, ya, ya, aku percaya." Ledek Rigel lagi.
"Aku sungguh-sungguh!" Zain tak mau kalah. Walaupun mukanya terlihat imut, ditambah wajahnya yang memerah seperti tomat.
"Wajahmu merah Zain." Aku bergabung bersama Rigel meledeki Zain.
"Udaranya panas," jawabnya, padahal ada tiga AC yang menyala.
"Sudahlah, kita bahas yang lain. Urusan itu biar kalian selesaikan berdua. Kita belum membicarakan tentang kesepakatan itu," ucap Rigel.
"Bukankah kesepakatan itu sudah selesai sampai sini?" tanya Frank, mulai terbawa emosi.
"Kita bahkan belum membicarakannya."
Jadi maksudnya yang ku lakukan di rapat tadi, bukan bagian dari kesepakatannya.
"Kau bercanda? Kau sudah membuang waktu berharga ku dengan sia-sia. Aku tidak mau tahu, kembalikan kapal ku sekarang!" Sengaja aku tekankan setiap kalimat yang keluar itu.
"Apa yang kau lakukan tidak sia-sia," balas Zain sambil menatapku.
Memang tidak sia-sia untuk kalian, tapi untukku? Aku tidak mendapatkan kapalku kembali, waktu berharga ku hangus begitu saja tanpa membuahkan hasil yang baik untukku. Ya, walaupun untungnya aku bisa bertemu dengan Harrington.
"Baiklah, anggap saja itu sebagai amal baikku karena telah membantu kalian. Lalu cepat katakan apa kesepakatan yang sebenarnya?"
"Kau akan ikut bersama kami dalam misi menangkap tahanan yang kabur, instingmu sebagai penjelajah sangat dibutuhkan dalam misi ini. Dan gurita itu, terserah padamu dia ikut atau tidak," jelas Rigel menunjuk Frank.
Tentu saja Frank akan ikut, dia akan mengamuk jika tidak diajak. Ikut dalam misi berbahaya seperti ini membuatku ragu, apakah aku bisa melawan tahanan itu, yang aku dengar tahanan yang kabur itu sangat berbahaya. Tidak hanya ada satu tahanan, pasti akan sangat melelahkan.
Tapi, mau bagaimana lagi, Roxie harus kembali ke tanganku. Mau tidak mau aku harus menyetujui kesepakatan itu dan berjuang.
"Baiklah, tapi kau harus janji setelah ini kapalku akan kembali padaku!" Aku menatapnya tajam.
"Kapalmu akan kembali padamu dengan mesin yang lebih canggih," ucap Rigel.
"Hei! Aku tidak akan memaafkanmu jika kau mengubah satu titik pun dari bentuk kapalku!" Aku tidak ingin model Roxie diganti dengan model pesawat jaman sekarang.
"Tenang, aku hanya mengganti mesinnya saja."
Baguslah, jika tidak aku akan bakar markas ini sampai tidak ada satupun yang bisa selamat. Tidak aku bercanda.
"Kalian istirahatlah, besok kita akan mulai misi ini!"
Aku dan Frank dituntun menuju tempat istirahat untuk para prajurit, karena hanya tempat itu yang tersedia kasur dan kamar mandi. Zain berjalan di sampingku, wajahnya penuh luka karena amukan Frank tadi, aku jadi merasa bersalah padanya.
"Soal wajahmu, maaf. Frank mengamuk karena aku pergi tiba-tiba. Aku juga tidak menyangka ia akan seperti itu," ucapku pelan, di depanku Frank dan Rigel berjalan berdampingan. Rigel terlihat waspada dengan tombak Frank di samping pinggangnya.
"Tidak apa-apa. Anggap saja ini balasan karena telah menipu kalian, maaf untuk hari itu," balasnya.
Aku sudah tidak memikirkan hari itu lagi, jadi untukku semua yang sudah berlalu biarkan saja. Tapi, aku khawatir dengan Frank, dia terlihat masih dendam dengan Zain. Aku sangat yakin dia puas karena telah membuat wajah Zain babak belur seperti itu.
"Pak Harrington, menurutmu bagaimana dia?" tanyaku pada Zain, ia telah lama bekerja pada militer dan sudah pasti berurusan langsung dengan pemerintah. Aku harap, aku bisa mendapat informasi lain dari sisi yang berbeda.
"Dia, pemimpin yang bijak. Walau kadang bawahannya suka seenaknya dengan warga kecil, tapi Pak Harrington berbeda, sekali mengetahui bawahannya ada yang melanggar hukum, seperti korupsi, Pak Harrington akan langsung menghukumnya. Dia bekerja sangat baik untuk tugasnya sebagai pemimpin, tapi dia buruk sebagai ayah."
Jawaban Zain berhasil membuatku menghentikan langkah, Zain adalah anak Harrington?
KAMU SEDANG MEMBACA
GALAXY : The Last Explorer
Science FictionDi angkasa yang luas, tersebar miliaran bintang, planet dan benda-benda langit lainnya tergabung menjadi sebuah kesatuan yang biasa kita sebut, Galaksi. Dimana setiap planetnya memiliki bintang yang menjadi induk mereka, hal itu yang juga kita kenal...