[05] Penampilan

212 29 81
                                    

"Ekhem, yang habis nge-date sama Deys Navajo kenapa muka cemberut gitu?"

Baru saja Aleka hendak memasuki pekarangan rumahnya, mulut laknat Ran sudah berkicau menggoda gadis itu. Menyambar paper bag yang dibawa Aleka dan melemahkan bahunya sayu kala melihat isi paper bag itu hanya buku bukan makanan.

Ran lupa, padahal Deys sudah berpamitan ingin mengajak Aleka ke toko buku. Ternyata cowok itu benar-benar menepati janjinya.

"Kok lo gaada bawa bingkisan sih? Minimal bakso gitu, martabak kek. Dasar pelit," sembur Ran.

"Bacot!" Aleka melenggang pergi meninggalkan cowok itu usai merampas kembali buku miliknya.

Ran mengelus dadanya sabar.

Lebih dari sepuluh tahun berteman dengan gadis itu membuat Ran sudah hafal di luar kepala bagaimana Aleka jika sedang badmood. Sepertinya Deys harus berjuang ekstra untuk gadis keras kepala satu ini.

Cowok itu kembali ke rumah usai melihat Aleka sudah menghilang di balik pintu rumah gadis itu. Ia berjalan menuju garasi dan mengambil skateboard milik papanya yang masih kokoh hingga sekarang.

Sore ini Ran habiskan dengan mengitari komplek rumahnya menggunakan papan yang memiliki roda itu. Menyanyikan beberapa lagu mengikuti musik yang keluar dari earphone di kedua telinganya.

"Oit, Bang Ran!"

Ran menjitak kecil kepala bocil yang menyapanya, memberikan uang sepuluh ribu sebelum bocah delapan tahun itu memintanya.

Ran sangat terkenal di kalangan para bocah di komplek ini. Sifatnya yang penyayang pada anak kecil membuat anak-anak menjadi nyaman berinteraksi dengan dirinya. Sifat itu ada semenjak adik perempuan satu-satunya Ran tiada. Ia ikut merasakan kehadiran sang adik jikalau sedang berkumpul dengan bocah-bocah doyan cuan itu.

"Woah! Makaciew Abang ganteng, watashi mau jajan dulu, dadah!" Bocah cowok bertubuh gendut itu berlarian seraya melompat kecil meninggalkan Ran.

Ran terkekeh singkat, melanjutkan perjalanan sebelum gelap menyapa.

ᴀʟᴏʀᴀɴ

Hoodie itu ia rapatkan ke kepalanya. Berpura-pura memilih cemilan padahal matanya sedari tadi melirik sejoli yang sibuk terkekeh bahagia di rak mie instan bagian sana.

Itu Alora dan abangnya. Ran mengamati dari jauh kakak laki-laki Alora mengelus kepala adiknya sayang ketika Alora meminta mie super pedas untuk makan hari ini. Kemudian berucap bahwa mie pedas tidak baik untuk kesehatan Alora.

Ran tau bahwa cowok itu adalah saudara Alora, namun entah kenapa ia ingin sekali menginjak kepala cowok itu karena tak hentinya membuat Alora cemberut karena dilarang ini dan itu.

Tidak sadar bahwa Ran sedari tadi mencengkeram kuat keripik kentang yang dipegangnya, hingga keripik itu sudah tak terbentuk lagi. Ia mendengkus kesal, kemudian berlalu ke kasir untuk membayar camilan yang dirusaknya.

"A-anjir kaget!" Ran mengelus dada melihat Alora juga seorang cowok jangkung di belakangnya ketika berbalik badan.

Alora yang ikut kaget segera mundur satu langkah, telunjuknya terangkat ke arah wajah Ran. "Yang kemarin?" tanyanya.

Ran mengangguk tipis. Bete seketika karena Alora hanya mengingat wajahnya tidak dengan namanya. "Iya, nama yang kemarin itu Ran."

Alora hanya mengangguk dan merasakan bahunya diisi lengan kekar seseorang, ia segera mengikuti sang abang yang menariknya posesif untuk membayar belanjaan yang mereka beli.

UNDERSTAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang