[27] Whisper

65 3 0
                                    

Seperti biasa, sekarang adalah jadwal Alora untuk melaksanakan salat Tahajud. Usai membaca dua halaman Al-Qur'an dan memanjatkan doa syukur, gadis itu segera merapikan sajadahnya.

Cahaya remang-remang dari lampu tidurnya membuat kesan nyaman dan tenang pada kamar gadis itu.

Alora kembali menaiki ranjangnya, menggeser selimut untuk menutupi kedua kakinya. Sebelum melanjutkan tidur, gadis itu memandang langit-langit kamar yang hening.

Berniat untuk mengecek jam pada ponselnya, namun deringan nyaring membuat gadis itu tersentak kaget. Berkali-kali ia memastikan nama kontak yang menghubunginya pada saat seperti ini. Ran.

Sekarang pukul dua lewat lima belas dini hari. Tak mungkin Ran yang sudah tak pernah berkabar pesan dengannya itu lagi tiba-tiba melakukan video call dengannya.

Alora menatap ponselnya was-was. Deringan itu tak kunjung juga berhenti sedari tadi. Karena takut membangunkan anggota keluarga yang lain, Alora memutuskan mengangkat panggilan itu usai menghela napas panjang.

Hal pertama yang ia lihat hanyalah langit-langit yang tampak begitu banyak sorot lampu. "Ran?" tanya Aloran memastikan.

Ponsel itu sepertinya dipindahkan, seperti yang Alora kira. Memang benar Ran yang menghubunginya. Cowok itu nampak tersenyum bahagia sekali.

"Hi, Ra," sapa suara berat dari seberang sana.

Alora mengecilkan volume ponselnya, melirik pintu kamar yang tertutup rapat. Ia benar-benar takut dan gelisah saat ini.

"Ran, kenapa?" Entahlah, di pikiran Alora ia justru sangat ingin tahu kenapa Ran menghubunginya selarut ini.

"I miss you so bad, Ra."

Debaran di jantung Alora menggila, gadis itu menatap Ran dengan pandangan membola kaget. Ponsel di genggamannya entah kenapa terasa begitu berat dan licin.

"Ka-kamu kenapa?" ulang Alora lagi. Ia benar-benar kebingungan sekarang. Terutama wajah Ran yang tampak mengikuti asing.

"Please, whisper my name," gumam cowok itu mendekatkan kamera pada wajahnya yang tampak sudah lelah.

Alora hanya hening. Pikirannya tiba-tiba blank dan membiarkan saja ponsel itu diisi suara Ran yang meracau tidak jelas.

"Sebut nama gue, Ra."

"Ran."

Alora berucap dengan bibir bergetar takut. Matanya melirik was-was keadaan sekitar kamar yang sepi.

"Lagi."

"Ra-ran?"

"Again, pease."

"Ran. Ran. Ran."

"My full name."

Alora meneguk ludah kesusahan. Tangannya berkeringat dingin, namun entah dorongan dari mana ia tak ingin mengakhiri panggilan ini begitu saja.

"Pangeran."

Suara kekehan halus merespon panggilan Alora, wajah Ran yang semula jauh kini semakin dekat dengan mata yang sudah sayup-sayup menutup.

Sepertinya Ran tertidur di atas meja, di mana ponselnya ia taruh tepat di depan wajahnya yang benar-benar berantakan.

Alora sangat penasaran apa yang dilakukan cowok itu sekarang. "Ran, kamu ngapain?"

"Gue?" Ran terkekeh singkat. "Gue lagi letih berjuang memantaskan diri buat lo."

Alora tambah kebingungan. "Kamu di mana sekarang?"

UNDERSTAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang