Dari kemarin sampai sekarang, Ran terus berkonsultasi dengan sang bunda yang fokus mendengarkan curhatannya. Memberikan masukan dan arahan agar Ran tidak perlu menyalahkan dirinya sendiri atas permasalahannya dengan Aleka.
"Terus gimana, Bunda? Nanti kalau Ran ke rumah dia malah ditendang," pasrah cowok itu terlihat sudah frustasi.
"Aleka pasti udah mikirin masalah ini kemarin, kalian udah diaman cukup lama. Yang penting kamu harus kasih tau Ale dulu kalau kamu gak bermaksud untuk buat dia salah paham." Wanita paruh baya itu menepuk pelan bahu sang anak menenangkan.
"Emang bener ya, Bun. Cewek sama cowok mustahil temenen, kayak gak nyangka aja itu beneran kejadian sama Ran." Cowok itu mendesah lesu. Ia merasa perhatian yang ia beri pada Aleka selama ini cukup normal, tidak berlebihan yang bisa membuat Aleka cewek batu itu jadi jatuh hati.
"Kan kamu tahu, Ale cuma punya kamu sebagai teman. Makanya dia sepenuhnya berharap sama kamu."
"Ya tapi 'kan, bukan berarti dia juga berharap bisa berjodoh sama Ran yang posisinya berbeda sama dia, Bun." Pernyataan Ran dibalas anggukan oleh sang bunda.
"Makanya jangan ditunda lagi, cepat selesain masalahnya. Emang enak canggung?" goda bunda Ran membuat cowok itu berdecak malas.
"Ck, tu perasaan datang dari mana sih? Bikin repot aja," dumel Ran turun dari ranjangnya. Hendak pamit menuju kediaman Aleka.
"Bunda, doakan yang terbaik untuk buah hatimu ini agar pulang masih dengan tubuh yang utuh," pamit Ran dibalas kekehan geli oleh sang bunda.
Tungkainya melangkah pelan, sedikit berat dan terkadang berhenti karena ragu untuk datang menemui rumah Aleka yang nampak sepi. "Aura-aura tidak menenangkan," gumam Ran menggeser pagar rumah gadis itu.
Pintu itu Ran ketuk, hingga tiga kali baru ia mengernyitkan dahi bingung karena tidak ada yang menyahut. "Punten!" teriak cowok itu mengintip jendela rumah Aleka.
"Lah, gak ada orang?" gumamnya.
Ketika Ran sudah pasrah ingin pulang saja, ia dikejutkan oleh suara seorang perempuan yang baru saja membuka pintu. Membuat langkahnya berbalik dan menemukan Aleka dengan sebuah pisau di genggamannya.
"Oops! Kalem Le kalem, kita selesain secara kekeluargaan." Ran menyatukan tangan di dada ngeri.
"Ngapain lo?" tanya Aleka datar. Tidak berniat membalas kegilaan Ran yang overdosis.
Cowok itu berdehem. Menunjuk pisau di genggaman Aleka takut. "Itu bisa lo jauhin dulu gak?" tanyanya meringis.
"To the point," geram Aleka tak membiarkan suasana menegangkan itu sirna.
"So-soal kemarin lo maunya gimana? Gue gak nyaman kita ngejauh kayak gini." Ran mendekat, membuat langkah Aleka mundur beberapa langkah. Ketika tubuhnya sudah masuk sempurna ke dalam rumah gadis itu, Ran menutup pintu di belakangnya pelan dengan dorongan kaki.
Aleka menatap cowok itu bingung. Seolah terhipnotis oleh tatapan tajamnya, gadis itu bahkan tidak sadar bahwa pisau yang ia bawa sudah diambil alih oleh Ran hati-hati.
"Lo mau kita ngelanggar takdir atau tetap temenan kayak gini?" Nada rendah yang dihasilkan dari bibir Ran membuat Aleka mematung dengan pikiran kosong.
"Gu-gue cuma-"
"Lo mau gue yang masuk atau lo yang keluar?" Demi apapun, Aleka tidak bermaksud sampai sejauh itu. Kalimat Ran terdengar sangat ambigu.
"Ran, gue gak minta lo ninggalin tuhan lo demi gue."
Ran menyela, "terus?"
"Sorry, gue yang salah."
Aleka menunduk lesu. Sekeras apapun ia berusaha nyatanya ia dan Ran memang tak akan pernah bisa bersama. Seolah memasuki sungai yang tak berdasar, Aleka tidak akan pernah bisa membuat Ran menjadi miliknya.
Dagu Aleka diangkat oleh Ran, cowok itu tersenyum lega dan membawa gadis itu ke pelukannya. Mengelus rambut Aleka sayang yang membuat si empu berkaca-kaca dengan bibir bergetar menahan tangis.
"Gue bangga lo udah dewasa, Le," bisik Ran rendah di dekat telinga Aleka.
Tangis Aleka pecah meski tanpa suara. Cairan dari kedua bolanya dan badannya yang bergetar ketika direngkuh Ran membuat cowok itu semakin memeluk sang sahabat erat. "Maafin gue gak bisa balas perasaan lo."
Aleka menggeleng, ia semakin merapatkan tubuh pada Ran yang tak henti mengelus rambutnya lembut. "Kalau suatu saat lo punya pasangan...," lirihnya menatap kedua mata Ran dalam, "lo gak akan lupain gue, 'kan?" lanjut Aleka dibalas tawa ringan oleh Ran.
"Gak akan pernah, lo cewek pertama yang selalu ada buat gue setelah bunda. Gue gak segampang itu buat kesampingin semua tentang lo. Your special, Ale."
Aleka tersenyum pahit. Menjauh sedikit dari Ran dan menyeka air mata yang membasahi kedua pipinya.
"Buktiin kalau gue spesial."
Ran menaikkan alis bingung. Namun, lima detik setelah itu ia terkekeh pelan dan menundukkan pandangan hingga bertepatan sejajar dengan wajah basah Aleka.
Jemari Ran mengelus pipi tembem itu lembut, merapikan helaian poni Aleka yang berkeringat. "Gue itu sayang banget sama lo, Aleka."
Pupil Aleka melebar kaget. Merasakan lembut dan hangatnya bibir Ran mengecup pipinya selama tiga detik. Dan itu berhasil membuat Aleka berhenti bernapas sesaat dengan kedua telinganya yang sudah memerah, seolah berada pada suhu yang begitu dingin.
Ekspresi Aleka membuat tawa Ran seketika lepas. "Kita sering ngelakuin itu ketika masih SD, Ale." Tak lupa ia mencubit area di mana bibirnya menjelajah tadi.
"Ta-tapi itu waktu masih SD, Ran!" bentak Aleka berusaha menyembunyikan panasnya pipi gadis itu dengan menutupinya menggunakan telapak tangan.
"Gapapa, di mata gue sampai tua sekalipun lo tetap kayak bocil SD suka emosian."
Plak!
"Kurang ajar!" hardik Aleka membuat bibir Ran cemberut sebal.
"Dan kasar," lanjut Ran dibalas Aleka dengan tatapan sinis.
Hening hingga sepuluh detik, Aleka yang tak tahu harus membahas apa, begitupun Ran yang lebih bego lagi. Alhasil dua manusia itu hanya saling lirik-melirik dan melempar tatapan bingung.
"Mapa lo mana?" tanya Ran.
"Dinner dan gue seperti biasa gak diajak." Ran tertawa sumbang mencubit hidung kecil Aleka.
"Terus tadi ngapain bawa pisau?"
"Mau bereksperimen di dapur, tapi habis itu ada setan yang ganggu." Aleka sangat jujur.
"Dih?" Ran bersungut-sungut dengan tatapan malas.
Aleka membalas dengan tatapan yang lebih malas lagi tentunya.
"Ya udah, gue ikut. Makanan jenis apa yang mau lo bikin?" tawar Ran menggulung lengan bajunya sedikit.
Ketika mengunjungi dapur, bibir Ran menganga kaget luar biasa. Hancur dan berantakan dengan piring kotor di mana-mana. "Habis tempur, Mbak?"
"Bacot!" ketus Aleka.
"Mau bikin apa sih sampai kayak gini?" tanya Ran benar-benar heran.
Aleka mencebik kesal. "Gak usah banyak tanya sama gue yang juga gak tau juga mau bikin apa." Gadis itu menunjuk tepung dan berbagai rempah di depannya ragu. "Gue cuma membuat mereka bersatu doang, tapi gue gak tau mereka bakal jadi apaan."
"Lo jadi gila karena gue tolak ya, Le?"
"Shut up your fucking mouth!"
270622,
𝐫𝐲𝐮𝐛𝐞𝐞.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDERSTAND [END]
Teen Fiction"Take you by the hand. You're the only one who understands." Start publish 220622. End post 220827. highest; #1 in dinoseventeen - 020423 #3 in boyfie - 090723 - UNDERSTAND - 290322 - 160722, ©geezryubee.