[31] My First and Last [END]

265 10 3
                                    

Setidaknya centang satu itu berubah jadi dua, walaupun tidak membiru. Tapi, apa? Tak ada yang bisa Ran harapkan, sudah lebih satu minggu pesan itu belum juga menemukan balasan.

Alora benar-benar menghilang.

Efek yang dirasakan oleh Ran adalah nafsu makannya jadi berkurang, bahkan untuk mandi pun ia sudah tak berminat. Bundanya bahkan sudah lelah memberikan nasihat yang seperti radio rusak di telinga Ran.

Apalagi sekarang Kahfi berada di kamarnya ini, membuat otak Ran yang kacau jadi bertambah mumet. Cowok yang baru saja memotong rambutnya itu bercerita bahwa ia sudah benar-benar lurus sekarang.

Tidak akan lagi menganggu hubungan Sidiq dan Keisya, dan berusaha melupakan dirinya yang dulu. Ran cukup membalas kabar bahagia itu dengan mengacungi jempol.

"Mending lo ke rumah Alora deh, daripada kayak orang nyabu gini," saran Kahfi menunjuk-nunjuk dahi Ran kesal.

Penampilan Ran benar-benar kacau, bahkan rambutnya yang panjang sudah tak ia urus lagi. Cowok itu menggaruk dagunya malas. "Menurut lo gue bakalan ketemu Alora?"

Kahfi menaikkan bibir ragu. "Bisa jadi, 'kan di sana rumahnya."

Ran melirik penampilannya sendiri, hanya mengenakan boxer putih sepaha dan t-shirt  polos dengan gambar kelinci di dada. Kemudian, melirik Kahfi yang lebih heran pada cowok itu. "Kenapa lo?"

"Gue jelek gak?" tanya Ran.

"Iya."

Ran mendengkus. "Gausah terlalu jujur."

Kahfi cengengesan menghampiri cowok yang masih duduk lesu di atas ranjang itu. "Buruan mandi lo, bau udah kayak neraka!" cerocosnya membuat Ran melirik cowok itu sebal.

Sepuluh menit Ran habiskan di kamar mandi, cowok itu ke luar dengan Kahfi yang sudah menyiapkan segala macam outfit untuknya. Merapikan kumis Ran yang mulai tumbuh dan memoleskan skincare miliknya pada Ran yang risih duluan.

"Ini apaan anjir?" Ran menyentuh pipinya yang diolesi moisturizer dan mengendusnya.

"Pake aja, gausah bacot!" sungut Kahfi.

"Ini lo ngajak gue biar masuk sekte lo, hah?"

"Ini cuma buat sehatin kulit lo, tai! Berlebihan banget deh, heran," gerutu Kahfi kembali merapikan perlengkapan skincare miliknya.

Ran hanya diam. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, merapikan kerah baju dan menghela napas panjang cukup lama.

"Pi, doain gue."

"Aman. Semoga pulang lubang hidung lo hilang satu," ledek cowok itu yang dihadiahi tendangan oleh Ran pada pantatnya.

"Najis amat doa lo!" sembur Ran.

"Bercanda gue! Buruan lo, katanya galau tapi cuma diem doang di kamar. Gak elit amat jadi cowok, tunjukkin dong kalau lo beneran serius sama Alora."

Ran bermenung cukup fokus mendengarkan kalimat Kahfi yang ada benarnya juga.

"Mentang-mentang baru pertama kali naksir cewek, terus jadi bego karena gak tau cara berjuang."

Ran berdiri. Menepuk bahu Kahfi dan berlalu begitu saja meninggalkan kamarnya.

"Gue harap kita ketemu, Ra."

ᴀʟᴏʀᴀɴ

Sudah tiga menit Ran hanya diam berdiri di depan gerbang rumah Alora. Setiap ia ingin melangkah mendekat, namun saat itu juga otaknya tiba-tiba tidak sinkron dengan hatinya. Ia kembali berdiri dan diam menatap ke depan dengan pandangan kosong.

UNDERSTAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang