[29] Disappointed

108 3 0
                                    

Seminggu sudah berlalu semenjak kejadian itu, dan selama itu juga Ran tidak mengetahui kabar Alora sama sekali.

Sudah sering juga bahkan hampir setiap hari Ran melaksanakan salat di masjid tempat biasa ia bertemu Alora dan Hanifa, namun ia tak pernah melihat gadis itu sama sekali.

"Kok lo tiba-tiba ngilang sih, Ra?" lirih Ran membenarkan sarung yang membungkus kedua kakinya.

Untuk saat ini, cowok itu baru saja selesai melaksanakan salat Subuh di kamarnya. Melirik Al-Qur'an yang ada di genggaman. Ran tersenyum bangga, meskipun terkadang lupa-lupa ingat, namun karena kegigihannya itu, Ran sudah hafal juz tiga puluh dalam waktu yang bisa dibilang tak terlalu cepat dan tidak terlalu lama.

Salat yang dulunya hanya spam tiga Qul atau Al-Kautsar sudah tidak ada lagi. Perlahan Ran benar-benar serius dalam merubah dirinya.

"Ran, bangun, Nak! Sekolah," teriak sang bunda menghentikan lamunan Ran yang sudah terbiasa ia lakukan sehabis salat.

"Iya, udah bangun," sahut Ran merapikan sajadahnya dan meletakkan di dalam lemari.

"Langsung mandi," sorak sang bunda kembali yang dibalas Ran dengan deheman singkat.

Seiring masuknya sinar matahari dari balik jendela kamarnya, Ran sudah rapi mengenakan seragam sekolahnya. Menata rambutnya yang baru saja ia keringkan dengan hair dryer.

Merasa sudah cukup, Ran memutuskan untuk segera berangkat. Sedikit bercengkrama dengan kedua orang tuanya dan menikmati breakfast yang dihidangkan sang bunda, lalu berpamitan karena waktu sudah menunjukkan jam sekolah.

Ran tidak bisa seperti ini terus, ia harus cari akal agar bisa setidaknya melihat Alora walau hanya dari jauh.

Cowok itu sudah membulatkan tekad, ia akan menunggu Alora pulang lebih cepat, jika opsi pertama tidak berhasil maka ia akan berkunjung ke panti dan menanyakan langsung pada kakek dan nenek di sana.

"Tunggu gue, Ra."

ᴀʟᴏʀᴀɴ

Ran tidak bolos, ia hanya pulang lebih awal saja dan melewati jam pelajaran terakhir.

Motornya yang sudah lebih dari lima belas menit hanya berdiri kepanasan di dekat pohon yang menjulang. Cowok itu duduk menunggu Alora di warung yang berada di depan sekolah gadis itu.

Setidaknya hanya ini yang bisa Ran lakukan untuk sekarang.

Mendengar bell sekolah sudah dibunyikan, lantas pandangan cowok itu menyapu dan fokus pada setiap siswa yang mulai ke luar satu per satu dari gedung sekolah.

Kakinya yang semula terlipat ia turunkan, kemudian melangkah meninggalkan warung dengan tergesa-gesa. Semua yang melihat aksi cowok itu berbisik-bisik heran, pasalnya anak itu masih mengenakan seragam sekolahnya dan malah masuk seenak jidat ke sekolah lain.

"Eh, kamu. Ngapain?" Seorang satpam menghadang pergerakan Ran.

"Lagi nyari temen saya, Pak," balas Ran dengan kepala yang terus bergerak ke kanan-kiri menatap siswa perempuan satu per satu.

"Tunggu di luar aja, jangan masuk," titah satpam itu yang membuat Ran melenguh kesal.

Niatnya, Ran ingin menerobos. Namun, ketika melihat seorang gadis yang cukup familiar menurutnya, segera saja cowok itu berlari menghampiri.

"Hani!"

Hampir saja Ran menahan lengan gadis itu karena ia yang tak kunjung menghentikan langkah, tapi, untungnya tidak jadi karena Hanifa sudah mengamankan tangannya lebih dulu.

UNDERSTAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang