[22] Imam Untuk Alora

85 4 0
                                    

Meskipun kesal pada Ran, Abian tetap membiarkan cowok itu datang ke panti seperti biasa. Lelaki itu masih memberikan toleransi selama Ran tidak bersikap berlebihan pada Alora yang tak jarang juga mulai hadir di panti.

Seperti saat ini, Abian hanya diam dengan pandangan datar memperhatikan Ran dengan temannya kalau Abian tidak salah namanya Kahfi, tengah membantu para kakek di taman belakang.

Sebenernya, Abian tidak mempermasalahkan pemuda seusia Ran untuk jatuh cinta. Cowok delapan belas tahun itupun tidak seburuk itu di mata Abian. Anaknya sopan meskipun terkadang membuat Abian naik darah.

"Oit, Bang! Ngapain ngelamun di sana?" teriak Ran membuat fokus Abian pecah.

Abian menurunkan lengannya yang terlipat di atas perut, berjalan mendekati Ran dan Kahfi yang tengah asik berpiknik ria dengan beberapa kakek menyanyikan lagu nostalgia.

Senyum Abian mengembang menyambut sapaan dari manusia yang berkumpul di gazebo itu. Ikut bertepuk tangan memeriahkan suasana.

Tak berselang lama, Ran yang awalnya heboh tanpa memikirkan image seketika berdehem dan merapikan sisi rambutnya, melihat Alora datang dengan sebuah nampan berisi buah-buahan di tangannya.

"Ini semangka dan pepayanya, Kakek." Gadis itu menaruh nampan itu hati-hati, melayangkan sedikit senyum yang membuat Ran mengkulum bibir salah tingkah.

Binar mata dan salah tingkah yang diperlihatkan Ran tak luput dari perhatian Abian. Bagaimana bibir itu tampak lebih sering ia gigit kecil, lalu kekehan halus tatkala Alora tersenyum dan membalas sapaannya.

"Digigit tawon lo garuk-garuk leher mulu, hah?" tanya Kahfi bergedik ngeri memperhatikan Ran.

"Iya nih, mana tawonnya manis banget lagi sengatannya."

Ran menatap Alora malu.

"Oalah cok!" Kahfi menggeleng tak kuasa.

"Ekhem, kalau gitu aku masuk dulu, ya." Alora pamit, menatap sang abang yang meliriknya begitu tajam.

Kahfi mengangguk dan membantu gadis itu membersihkan nampan yang tersisa.

Sepeninggal Alora, suasana meriah mulai berkurang karena beberapa kakek yang pamit ingin beristirahat. Begitupun Kahfi yang sudah lelah dan berakhir terlelap di atas paha Ran yang pasrah saja dijadikan bantal oleh cowok itu.

Satu per satu para kakek mulai kembali ke kamar masing-masing. Meninggalkan Ran, Kahfi yang tertidur dan Abian yang sibuk memperhatikan Ran tengah bermain game.

"Ran."

Mendengar namanya dipanggil, Ran mengalihkan pandangannya dari ponsel pada Abian dengan raut bingung. "Kenapa, Bang?"

"Kamu naksir adik saya?"

"UHUK! UHUK!"

Ran mematikan ponselnya kaget. "Kok nanya gitu, Bang?"

"Seisi dunia juga udah tau kamu tertarik sama adik saya."

"Kebaca banget, ya?" tanya Ran meringis.

"Saya gak bisa larang dan minta kamu buat jauhin adik saya. Tapi, kamu tahu sendiri 'kan adik saya gak bisa kamu ajak pacaran dan bebas-bebasan seperti remaja lainnya." Abian tetap tenang menjelaskan.

"Iya, Bang. Ran tahu, selama ini Ran juga gak pernah ajak Rara berduaan, cuma chattingan yang itupun cuma beberapa kali seminggu." Ran tahu di saat seperti ini bukan saatnya ia bercanda dengan Abian yang terlihat begitu posesif pada adiknya.

"Yang kamu bilang cuma itu juga gak dibenarkan sama sekali. Hal-hal sekecil itu juga dapat menimbulkan dosa."

Ran menunduk lesu. Akibat kurang beribadah sehingga begitu susah mencari jodoh speak bidadari impian.

UNDERSTAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang