[24] Just A Little Bit

78 5 0
                                    

"Udah rata belum?"

Desahan malas keluar begitu saja dari bibir Alora, sedari tadi Hanifa tak juga selesai-selesai dalam merias wajahnya yang basah sehabis salat Asar.

"Udah, Haniku. Udah cantik," balas Alora membuat Hanifa tersipu malu.

"Ya, 'kan, siapa tau dempulnya numpuk di mana-mana, sebagai remaja yang sedang jatuh cinta, aku harus selalu sempurna, Ra." Begitu balasan dari Hanifa, membuat Alora terkekeh geli.

"Cinta mulu!" sembur Alora.

"Ih, kamu mah. Umur segini itu lagi lucu-lucunya tau, nanti kalau kamu udah gede kamu bakalan kangen masa-masa naksir mas crush yang gantengnya overdosis." Hanifa bercerita begitu menggebu-gebu.

"Iya deh, yang mas crush-nya gak cukup satu."

Hanifa tertawa malu, "salah dia sih ngapain cakep, 'kan jantungku lemah maszeh. Selagi gak punya suami gini kita bebas buat naksir siapa aja, Ra."

"Lah, iya, emang. Tapi, gak bagus juga kebanyakan ayang. Maruk!" dengkus gadis itu yang tak hentinya membuat Hanifa tergelak.

"Apa iya? Terus kabar cowok yang waktu itu ribut sama aku gimana?" tanya Hanifa, yang entah kenapa menurut Alora seperti mengalihkan topik atau justru menyudutkan dirinya.

"Entahlah, kenapa?"

"Kamu juga suka dia?" Alora menyipitkan mata menatap Hanifa.

"Ops! Tentu saja tidak, bestie-ku. Alhamdulillah tipe cowok aku belum menurun satu persen pun."

"Maksud kamu?"

"Iya, aku masih suka cowok speak surga bukan preman pasar."

"Astaghfirullah mulutnya," cicit Alora membuat Hanifa mendengkus.

"Kenapa, aku salah?"

"Gak boleh gitu, Hani. Jangan nilai seseorang dari luarnya aja. Lagian Ran gak sesangar itu juga sampai kamu kasih nama preman pasar." Alora menggeleng heran.

"Emang kamu tau Ran itu kayak gimana?" tantang Hanifa membuat Alora terdiam.

"Eh? Ak-aku ya gak tau lah. Kami gak sedekat itu juga, apalagi kamu tau abang aku ribetnya kayak gimana."

Hanifa mengangguk setuju.

"Yah, setidaknya aku pengen di masa sekarang ini kamu ada gitu tertarik sama seseorang. Gak capek apa hatinya kosong mulu?" Pertanyaan Hanifa membuat Alora tersenyum tipis.

"Umur segini cinta belum penting amat, Fa. Masih kecil, banyak yang perlu dibenerin," balas Alora yang kurang disetujui oleh Hanifa.

"Itu sih terserah kamu aja, tapi 'kan jatuh cinta itu gak dilarang. Selama kamu tau batasannya." Kali ini Alora setuju dengan sahabatnya itu.

"Iyaa, Haniku. Sekarang udah sore, gak mau pulang?" tanya gadis itu, ia melirik sekeliling masjid yang sudah mulai sepi.

"Ya udah, kita pulang," lanjut Hanifa. Ia kembali merapikan kerudungnya untuk ke sekian kali pada kaca besar di dekat lemari mukena.

"Eh, Ra. Tapi Ran itu gak buruk amat lo." Alora menatap Hanifa curiga. "Maksud aku itu, dia anaknya asik terus banyak ngomong juga, pasti seru kalau temenan sama dia."

"Kenapa? Kamu mau temenan sama dia?" tanya Alora menaikkan alis.

"Gak." Hanifa berdecak tipis, "ish, aku itu lagi bujuk kamu supaya mau temenan sama lawan jenis. Dan... dari yang aku perhatiin...." Hanifa terdiam sejenak.

Alora menyenggol bahu gadis itu agar melanjutkan kalimatnya. "Dari yang kamu perhatiin?"

"Dia suka deh sama kamu, Ra."

UNDERSTAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang