GS 9

68 4 0
                                    

Happy Reading

***

Aku terbangun ketika merasakan tangan seseorang menyapu kulit wajahku. Perlahan penglihatanku menyesuaikan dengan cahaya lampu. Terlihat wajah datar Sarkara menatapku dalam tanpa niatan berpaling. Menjadikan aku yang memalingkan wajah karena malu.

Tangannya bergerak menyodorkan air. "Minum dulu,"

"Terima kasih," balasku.

Sarkara kembali menyodorkan sesuatu, terlihat paperbag berwarna cokelat. Aku tidak bertanya ketika melihat nama SMA Jagapati menyembul dari dalam paperbag.

"Gue enggak mau lo masuk angin," ujarnya menutup tirai.

Mampu aku lihat bayangan Sarkara dari balik tirai putih. Bergegas aku memakai seragam yang Sarkara berikan. Perhatian laki-laki itu membuatku kembali terlena untuk lebih lama meresapinya. Menguatkan diri aku kembali pada tekadku.

Aku tersentak begitu Sarkara sudah membuka tirai setelah kancing terakhirku terpasang. Sarkara hanya diam membuatku seperti mati kutu. Ingin mengusirnya tetapi merasa sungkan karena telah menerima pemberiannya.

"Jangan kayak tadi lagi."

Mengerti maksud ucapannya aku tersenyum singkat. "Genna kuat kok," sahutku.

"Lo enggak tau power mereka," timpalnya.

"Terima kasih udah ingetin Genna," jedaku. "Tapi Sarka harus ingat juga. Kita udah bukan siapa-siapa lagi. Urusan mereka jahatin Genna, itu tanggung jawab Genna, bukan Sarka atau siapa pun itu," paparku.

Sarkara hanya diam dengan tatapan yang sungguh sulit aku artikan. Bermenit-menit kami lalui hanya ditemani keheningan. Ucapan papa tadi pagi tiba-tiba terlintas.

"Uang SPP yang udah Sarka bayarin mau Genna ganti, tapi mungkin Genna cicil dulu," jelasku.

"Maaf ya, kalau selama ini Genna banyak repotin Sarka. Genna minta maaf."

Aku kembali bersuara. Masih kunjung tak mendapat balasan. Membuat aku memutuskan beranjak. Sarkara sepertinya enggan berbicara denganku. Sebelum pergi aku menyempatkan berbalik.

"Sekali lagi terima kasih. Baju yang Genna pakai cocok."

Langkahku gontai menaiki tangga. Kekecewaan yang sudah aku berikan kepada Sarkara membuat laki-laki itu hanya diam tak ingin menimpali. Usahaku menaiki tangga hampir berhasil, ketika tidak sengaja merasakan senggolan dari gadis berambut pirang.

"Ups, sengaja," ejeknya.

Aku tidak memedulikan orang itu. Fokusku hanya ingin sampai ke kelas dan menerima pelajaran. Tidak ada waktu meladeni pembenciku yang mulai bermunculan sejak aku memutuskan hubungan dengan Sarkara. Berpikir bahwa sedari awal mereka memang tidak menyukaiku, tapi karena berpacaran dengan Sarkara mereka harus meredam kekesalannya.

"Gennadiya." Ternyata orang itu masih berdiri di tempatnya. "Lo itu cuma sampah SMA Jagapati," teriaknya mengeluarkan aura kebencian.

Keningku mengernyit. "Iya, terima kasih udah jujur," balasku membuat perempuan itu semakin berang.

Aku menuju kelas ketika guru sementara menjelaskan. Setelah dipersilakan masuk, aku menuju tempat di samping Elia. Sahabatku langsung menggeser kursinya untuk aku bisa masuk.

"Baju baru?" bisiknya.

"Sarka yang bawain," jawabku.

Elia menelisikku, "Lo beneran putus enggak sih," kekesalannya tertahan.

Semesta Berkisah (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang