Happy Reading
***
Sarkara yang semestinya pulang beberapa jam lalu harus tertahan karena kedatangan dokter yang dipanggilnya. Seolah belum puas jika aku mengatakan rasa nyerinya sudah hilang.
Sama halnya sewaktu aku di rumah sakit, Sarkara menjauh begitu dokter ingin mengatakan sesuatu. Sehingga aku tidak tahu pasti tentang bagaimana perkembangan penyakitku ini. Baikkah atau semakin menyebar.
Setibanya Sarkara di kamar dengan wajah dinginnya, aku mengurungkan diri bertanya. Wajah itu terlampau menunjukkan gurat kelelahan. Padahal aku tahu pasti Sarkara masih memiliki urusan penting daripada hanya sekedar mengurusiku.
"Maafin Genna, ya." Aku hendak bangkit namun ditahannya.
"Istirahat aja."
"Genna dimaafin enggak?" tanyaku meraih tangannya.
"Lo enggak salah."
Lamat-lamat aku mengamati wajahnya. Berkedip beberapa kali sebelum memanyunkan bibir.
"Sarka capek ya?" tanyaku.
"Enggak."
"Capek ya urusin Genna?"
"Ngomong apa sih." Suara Sarkara terdengar kesal.
"Genna buat Sarka susah 'kan?"
"Enggak."
"Salah Sarka juga sih."
"Kenapa?"
"Sukanya sama Genna. Udah tau Genna penyakitan," jelasku terkekeh pelan.
Sungguh kalimat itu meluncur saja dari bibirku. Aku merasa kasihan dengan diriku, terlebih Sarkara yang harus mempunyai kekasih penyakitan. Seharusnya laki-laki itu meninggalkanku begitu tahu tentang penyakitku. Aku rasa itu lebih baik daripada harus membersamaiku yang tentunya akan banyak menyita waktu.
Sarkara hanya diam tidak menimpaliku. Entah apa yang sedang memenuhi isi kepalanya. Mungkin saja Sarkara sedang memikirkan perkataanku. Rasanya menjadi sakit ketika tidak seharusnya aku berusaha tegar, jika kenyataannya sampai detik ini bahkan hingga selamanya aku masih mengharapkan kehadiran Sarkara.
Hubungan kami lebih dari sepasang kekasih. Bagiku Sarkara adalah napas, kebahagiannya adalah perpanjangan napasku. Laki-laki itu sudah menjadi bagian dari duniaku. Berharap selamanya aku ingin terus bersama Sarkara hingga waktu yang tidak ditentukan.
"Lo setuju kalau gue cari yang lain?"
"Sarka udah punya?" lirihku bertanya.
"So easy. Tanpa diminta juga banyak yang deketin gue," ujarnya penuh jumawa.
"Oh iya, Genna hampir lupa kalau Sarka punya power."
"Thanks. Gue anggap itu pujian."
"Sarka pulang aja. Genna mau isitrahat."
Aku memunggunginya, kebiasaanku ketika tidak ingin berinteraksi dengan Sarkara. Naif jika aku mengatakan Sarkara boleh meninggalkanku. Nyatanya ketika laki-laki itu melontarkan kalimat demikian, aku masih tidak sanggup. Aku akui jika Sarkara selalu menang memegang kendali diriku.
"Lain kali enggak usah sok tegar." Sarkara mengacak rambutku. "Baru gue pancing dikit aja udah ngambek."
Aku menyentak tangannya. "Enggak usah pegang-pegang."
"Dasar bocah labil," ejeknya dengan menoel pipiku.
"Enggak usah pegang-pegang Genna bilang."
Aku berbalik menatapnya tajam dengan bibir dimanyunkan. Sedangkan Sarkara langsung menarik bibirku. Sontak aku meringis karena tarikannya semakin menguat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Berkisah (On Going)
Teen FictionKata mereka, Gennadiya itu terlahir dari keberuntungan. Kehidupan Genna membuat sebagian orang iri. Mulai dari orang tua yang sportif, sahabat yang selalu menjadi pelipur lara, serta pasangan hampir sempurna serupa Genna sudah memenangkan lotre. Tid...