GS19

87 3 0
                                    

Happy Reading

***

Samar-samar aku mendengar suara mama bercerita panjang lebar. Aku tidak bisa mendengar suara lawan bicaranya. Entah orang itu bisu atau malas menimpali. Paling tepat jika aku menuduh mama tidak memberikan kesempatan untuk orang itu mengambil alih pembicaraan.

"Kenapa Na?" Papa menepuk pundakku. Keningnya berkerut. "Kenapa enggak masuk?"

Posisiku sekarang terbilang tidak sopan jika diibaratkan aku sebagai tamu. Tanganku memegang gagang pintu tapi tidak kunjung membukanya. Gayaku sudah mirip penguntit.

"Genna tunggu Papa," alibiku. Mundur selangkah. Memberikan papa akses untuk masuk lebih dulu.

Pria paruh baya itu menggeleng pelan. Bingung dengan tingkah anak gadisnya. "Ada-ada saja. Ayo masuk."

Jemariku menggamit lengan papa. Kami berjalan santai menuju sumber suara. Perasaan rindu melebur begitu melihat kehadiran Sarkara. Membelakangi posisiku berdiri.

"Genna," panggilnya pelan setelah membalikkan badan.

Sontak aku berlari. Memeluk erat tubuhnya tanpa peduli kehadiran orang tuaku. Jauh dalam lubuk hatiku, aku menginginkan Sarkara. Tidak ingin berpisah jarak darinya. Ribuan mil terasa menyesakkan dada. Aku tidak sanggup.

"Genna kangen banget sama Sarka." Suaraku mungkin teredam karena terlalu erat memeluknya.

Sarkara mengelus puncak kepalaku. Menghadirkan sensasi nyaman. Enggan untuk aku melepaskan pelukan kami.

Setelah dirasa puas, barulah aku merenggangkan pelukan. Ternyata orang tuaku sudah meninggalkan kami. Kini hanya ada aku dan Sarkara di ruang tamu. Netranya menembus bola mataku. Aku selalu terlena ketika Sarkara menatapku teduh. Terhitung sudah tiga kali pandangan itu aku dapatkan. Ingatkan aku untuk terus menghitungnya.

Tanganku menengadah, "mana oleh-oleh Genna."

"Tuh." Sarkara menunjuk koper sedang. Berwarna hitam dengan strip emas. Terlihat ukiran namaku. Seolah sengaja diperuntukkan untukku. "Oleh-oleh lo ada di dalam sana."

"Ada nama Genna." Aku tersenyum menatapnya. Sarkara tidak menimpali. Hanya diam seolah bibirnya sudah terkunci.

Dengan semangat kemerdekaan, aku duduk bersila membuka resleting koper. Isi dalamnya mencuat keluar, seolah semua barang-barang itu dipaksa masuk.

"Ini kok ada baju cewek. Sarka selingkuh?!" Aku melempar beberapa potong pakaian perempuan ke arah Sarkara. Dihadiahi tatapan tajamnya.

Tentu saja aku panik. Koper Sarkara berisi pakaian perempuan. Apalagi laki-laki itu tidak menjelaskan kepergiannya secara terperinci. Jangan salahkan asumsi negatif memenuhi isi kepalaku.

"Jangan-jangan Sarka selingkuh sama kak Sawitri!" tuduhku tiba-tiba mengingat nama guru les yang beberapa waktu lalu Sarkara sodorkan.

"Jangan cari perkara Gennadiya."

"Terus ini baju siapa? Enggak mungkin 'kan selama tiga hari Sarka berubah jadi cewek," paparku penuh kesal.

Sarkara turun menghampiriku. Duduk bersila dan mengeluarkan semua isi koper. Sepanjang aksinya, tidak satu pun aku menemukan pakaian laki-laki.

"Koper ini, beserta isi-isinya buat lo."

"Oleh-oleh Genna sekoper?!" pekikku tidak habis pikir.

Seolah tidak puas dengan keterkejutanku. Sarkara membelai pipiku. Mendekat. Mengikis jarak di antara kami. Hingga embusan napasnya yang mampu aku rasakan menembus bulu-bulu halus rahangku.

Semesta Berkisah (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang