Happy Reading
***
Mimik wajahku berubah melihat Sarkara sedang mencium puncak kepala perempuan lain. Awalnya aku tidak ingin menerka buruk, tapi perlakuan yang Sarkara berikan membuat hatiku mencelus.
"Aku sama cewek ceroboh itu udah putus." Itu suara Sarkara. Halus sekali tutur katanya. Tidak ketika denganku— kasar.
Aku tidak bisa melihat siapa perempuan itu. Rambutnya sebahu berwarna cokelat terang. Aku berteriak, tapi seolah suaraku hanya berputar di otakku— menggema— tanpa bisa didengarnya.
"Aku sayang kamu." Ketulusan itu aku dengar dari nada bicaranya.
Kakiku bergerak cepat hendak menggapai Sarkara yang tiba-tiba terasa menjauh. Mereka— Sarkara dan perempuan itu— seolah disedot mesin waktu.
Raunganku terdengar pilu. Sarkara tidak kunjung berbalik. Hanya tawanya— biasa diperlihatkan padaku— menggema bersama kekehan geli perempuan itu.
"SARKA SELINGKUH!!" teriakku keluar begitu saja.
Aku meraih botol air minum setelah menatap sekeliling. Meminumnya hingga mencapai setengah. Kembali menaruh botol itu— terukir namaku— pada alas nakas.
Saat ini aku berada di kamar dengan cahaya temaram. Aku bangkit menghidupkan lampu. Pandanganku tidak sengaja menatap cermin meja rias.
Peluh keringat membanjiri tubuhku— tidak ada yang terlewat. Napasku memburu seolah berhasil meloloskan diri dari buruan hewan pemangsa.
Tanganku meraih remot air conditioner. Menekan hingga suhu terendah. Aku merasa gerah, padahal di luar— gelap malam menyembul dari celah gorden— cahaya matahari masih betah tertidur.
Aku memilih duduk di atas kursi. Menatap pantulan diriku. Berusaha menafsirkan mimpi barusan. Napasku kembali bertalu-talu. Kini dengan gerakan yang maha dahsyat. Aku sampai merasakan sekujur tubuhku gemetar.
Tangisku terdengar memenuhi sudut kamar. Mimpiku menjelma kekhawatiran. Aku takut Sarkara berpaling dariku. Sampai kapan pun hati kecilku tidak akan bisa ikhlas.
Dini hari ini, aku habiskan dengan menekan dadaku. Berusaha mengeluarkan sesak yang aku tahu bukan begitu caranya.
Berakhir dengan aku terbangun di meja rias. Wajahku tampak mengenaskan. Lingkaran gelap pada bawah mataku menjadi pertanda jika aku tidak cukup tidur.
Suasana hatiku semakin memburuk ketika sekujur tubuhku pegal. Pantas, jika posisi tidurku seperti orang duduk.
Aku bergegas membersihkan badan ketika cahaya matahari berhasil menembus gorden kamarku. Semuanya aku lakukan secara singkat.
"Iya, Ma. Genna udah mau turun," sahutku ketika bunyi ketukan pada pintu kamarku.
Tanganku dengan cepat meraih dasi. Hari ini aku ingin memakai dasi berwarna magenta serasi dengan rok seragamku.
"Lama banget," cibiran Sarkara terdengar begitu aku mendorong kursi.
Tadinya aku ingin duduk di samping papa. Tapi nanti di sebelah kananku ada Sarkara. Berakhir aku duduk di samping mama, berhadapan langsung dengan Sarkara— bersekat meja.
"Pa ..., makanan Genna, tolong." Tunjukku pada piring berisi makanan. Terletak di antara Sarkara dan papa. Biasanya aku duduk di antara mereka. Pasti mama yang menaruhnya.
Sarkara dengan cepat mendorong makanan itu ke depanku. Aku diam saja tanpa ingin menatapnya.
Tolong jangan salahkan sikapku pagi ini. Salahkan saja mimpi yang— terasa nyata itu— mengganggu tidurku semalam. Anggap saja ini hukuman karena Sarkara yang menjadi subjeknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Berkisah (On Going)
Teen FictionKata mereka, Gennadiya itu terlahir dari keberuntungan. Kehidupan Genna membuat sebagian orang iri. Mulai dari orang tua yang sportif, sahabat yang selalu menjadi pelipur lara, serta pasangan hampir sempurna serupa Genna sudah memenangkan lotre. Tid...