GS27

43 1 0
                                    

Happy Reading

***

"SARKA LIHAT INI!"

Aku berteriak dari balkon lantai dua begitu melihat Sarkara keluar dari mobil. Sedari tadi aku sudah menunggu Sarkara— datang menemputku.

Senyumku mengembang begitu Sarkara menengok ke atas. Menatapku dengan mata menyipit. Pandangannya pasti terhalang cahaya baskara pagi.

Bergegas aku masuk ke dalam rumah. Menuruni tangga dan menjemput Sarkara. Tepat ketika Sarkara sudah menginjakkan kaki di ruang keluarga.

"Happy banget," celetuknya.

Sepasang gelang terlihat menggantung ketika aku mengangkat tangan. "Genna punya ini," riangku.

"Kapan belinya?" Sarkara meraih satu gelang yang aku berikan padanya.

"Seminggu yang lalu. Waktu Genna temani Elia beli dress," jelasku.

Sudah seminggu sejak kejadian di mana aku dan Sarkara bertengkar. Selama itu pula gelang— aku beli di pusat perbelanjaan— mengendap di saku rok seragamku. Seolah lupa dengan eksistensinya.

"Lupa?" Aku mengangguk mengakui.

Sarkara maju selangkah. Mengusap acak rambutku. "Pakein," titahnya.

Aku menyambut tangan Sarkara. Memasukkan gelang itu melalui jemari besarnya. Tepat ketika gelang itu mengitari lengan, aku menarik serutannya.

"Sarka jadi tambah ganteng," Tangan kiriku ikut terangkat sampai depan dadanya. "Sarka juga harus pakein Genna," ujarku. Dilakukannya secara sukarela.

Aku menarik Sarkara untuk duduk di ruang keluarga. Kebetulan orang tuaku sedang keluar— kata mama membeli salad buah— menikmati romansa berdua.

"Sarka," panggilku membuatnya melirikku sekilas. "Seminggu lagi kita jadi ke Jerman?" tanyaku.

"Kenapa?" Selalu dibalas pertanyaan. Aku yang mudah terdistraksi tentu mudah melupakan untuk menuntut jawaban.

"Jantung Genna jedag-jedug, kayak waktu di club."

"Mulut lo." Sarkara mendengus, "gue enggak bakal lupa sama orang-orang brengsek itu."

Aku menulikan telinga. Tahu betul siapa orang-orang yang dimaksud Sarkara. Lebih baik diam tidak menggubris perkataannya. Malam ini biarkan damai membersamai kami.

Tanganku membawa jemari Sarkara menuju dada kiriku— tepat di jantung. "Benar 'kan?" tanyaku.

"Lepasin tangan gue." Aku melonggarkan peganganku. Sarkara dalam mode serius menakutkan untukku. "Kenapa sih," kesalnya tiba-tiba.

Untuk beberapa saat aku diam saja. Merapatkan tubuh mendekati Sarkara. Rasanya nyaman dan menenangkan.

"Peluk Genna dong." Alisnya tertekuk.

Mataku mengerjap beberapa kali. Berharap dengan begitu keinginanku terpenuhi. Sebenarnya tidak sukar, karena Sarkara sudah membawaku ke dalam pelukan damainya.

Semenjak mimpi mengerikan itu— Sarkara selingkuh— aku meningkatkan kewaspadaanku. Rasa takut akan ditinggalkan melebur menjadi beribu cara untuk mencari perhatian Sarkara.

"Katanya gelang ini ada magnetnya loh," sahutku. "Coba tangan Sarka mana?"

Kepalaku menengok kanan dan kiri. Mencari letak gelang yang aku berikan di lengan Sarkara. "Sebelah kiri," beritahunya.

"Oh, nanti aja." Aku kembali meletakkan tangan Sarkara pada pinggangku. "Genna masih mau dipeluk," paparku.

"Kenapa?"

Semesta Berkisah (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang