Happy Reading
***
Jika ada yang mengatakan Sarkara diciptakan dengan ego melebihi kadar manusia umumnya, maka aku orang pertama yang membenarkan itu. Bagaimana tidak, jika baskara yang tengah menyembul seperempat seharusnya dapat aku nikmati dengan secangkir susu, tetapi malah dihadapkan dengan perempuan asing— berdiri di depan pintu rumahku. Mengobrol bersama Sarkara.
"Siapa?"
"Guru les lo." Itu suara Sarkara.
"Genna, jangan ngobrol di depan pintu. Suruh Sarkara masuk." Mama mengintrupsi keingintahuanku.
Seharusnya mama tahu, tanpa diminta Sarkara sudah lebih dulu masuk. Diikuti perempuan asing itu— namanya bahkan belum diperkenalkan. Tidak ingin ketinggalan, aku menyusul mereka.
Sarkara duduk bersebelahan dengan perempuan asing itu. Jelas saja hatiku menunjukkan sensasi terbakar. "Genna mau duduk sama Sarka," ucapku.
"Oke." Mudah. Setelahnya Sarkara berpindah posisi. Berhadapan dengan perempuan asing itu— sudah ada aku di sebelahnya.
Aku berdeham sekali. Memperbaiki posisi dudukku. Kakiku sudah menyilang dengan tubuh ditegakkan. Tidak lupa tanganku ikut disilangkan. Aura intimidatif aku tunjukkan. Semoga saja berhasil, jika tidak melihat Sarkara sudah menahan senyum geli.
"Kamu siapa ya? Kenapa bisa datang sama Sarka?"
"Guru—,"
"Diam. Genna enggak tanya kamu." Aku menunjuk wajah Sarkara. Mengganti panggilan terakhirku.
"Cewek gila," cibir Sarkara pada telinga sebelah kananku.
Aku kembali berdeham. "Jadi, kamu siapa? Kenapa bisa datangnya sama Sarka? Kalian ketemu di mana?" Rasakan tiga pertanyaan beruntun itu dalam satu tarikan napasku.
"Perkenalkan saya Sawitri, guru les kamu." Jedanya menatap Sarkara dua detik. Jangan tanya aku tahu dari mana karena pergerakan Sawitri sudah aku intai semenjak dirinya berani duduk di samping Sarkara.
"Terus?"
"Saya dijemput Sarkara untuk ke sini."
"Jadi bukan cuma Genna yang pernah duduk di samping Sarka. Maksud Genna di mobil," cecarku menatap tajam Sarkara.
Aku menghentakkan kaki. Tidak terima dengan fakta yang barusan aku dapatkan. Terlihat berlebihan, tapi aku benar-benar tidak menyangka.
"Lebay lo." Tanganku sontok memukul lengannya.
"Sarka bilang Genna lebay?! Terus selama ini Sarka gimana? Genna baru ngobrol sama cowok aja, Sarka langsung katain Genna ganjen."
"Satu pertanyaan lo belum ada jawaban tuh," timpalnya.
"Ish. Ngeselin," kesalku. Taku rung membenarkan perkataan Sarkara. Harusnya aku fokus pada apa yang ingin aku ketahui. "Lanjut," titahku.
"Kami ketemu di acara amal panti."
"Kok bisa?"
"Keluarga Sarkara menjadi donatur di panti asuhan kami. Jadi, jika ada agenda di panti, keluarga Sarkara turut hadir juga. Setiap bulan Sarkara selalu menyempatkan diri untuk datang," paparnya panjang lebar.
Otakku sibuk mencerna. Memikirkan kapan waktu Sarkara menghadiri agenda rutin itu. Untuk satu sisi aku seolah memiliki Sarkara, tapi sisi lainnya dangkal tanpa aku pernah ada di dalam kehidupannya.
"Jadi kalian udah kenal dari lama dan Genna baru tahu." Jelas itu bukan pertanyaan. Terdengar seperti kesimpulan.
"Mungkin ..., bisa dibilang begitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Berkisah (On Going)
Ficção AdolescenteKata mereka, Gennadiya itu terlahir dari keberuntungan. Kehidupan Genna membuat sebagian orang iri. Mulai dari orang tua yang sportif, sahabat yang selalu menjadi pelipur lara, serta pasangan hampir sempurna serupa Genna sudah memenangkan lotre. Tid...