HeyooowAlkhasha datang lagiii. Cepet kan, soalnya komen di part kemaren seru-seru, jadi bikin tambah semangat nulisnya.
Baca narasinya pelan-pelan yaa, itung-itung untuk menghargai penulisnya
Hepi membaca yaa
____________________________________
Bel aparteman Alkha berbunyi. Dengan gerak malas Alkha bangkit dari tidurnya untuk membuka pintu. Saat pintu terbuka, sosok Alesha dengan wajah sembab dan terlihat kacau berdiri di depannya. Masih persis seperti keadaan Alesha dua hari yang lalu saat Alkha tinggalkan di rumah orang tuanya.
Dengan jari yang saling bertaut, Alesha membuka suaranya "Boleh aku masuk?"
Alkha mengangguk, kemudian bergeser agar Alesha bisa melangkah masuk ke apartemen.
"Aku mau minta maaf sama kamu,"ucap Alesha setelah mereka berdua sudah duduk di sofa. "Harusnya aku gak menyalahkan kamu gitu aja. Padahal kamu juga sama terlukanya. Maafin aku."
Alkha menghela nafas "It's ok. Saya ngerti kamu pasti shock."
Alesha tersenyum tipis "Aku ke sini juga sekalian mau ambil barang-barangku." Sembari menggigit bibirnya, Alesha melanjutkan dengan ragu "Aku mau tinggal sama Papa—Mama."
Alkha terkejut, pada awalnya Alkha mengira Alesha datang agar mereka bisa memperbaiki semuanya. Alkha pun sempat berpikir untuk mengurungkan niatnya untuk kembali ke Kalimantan. Namun semuanya terbantahkan oleh kalimat Alesha barusan.
Alkha menarik nafas dalam, ia harus berusaha lebih keras lagi untuk memperjuangkan pernikahannya walaupun harus terus menekan egonya.
"Gak bisa kamu terus bersama saya, Alesha?"tanya Alkha dengan sendu.
Alesha menggeleng "Gak tau. Aku masih bingung. Aku belum bisa mencerna semuanya dengan baik. Aku..... butuh menenangkan diri." Kemudian Alesha mendongak menatap mata Alkha "Dan itu di rumah orang tua aku."
"Saya suami kamu, saya yang lebih berhak dan bertanggung jawab atas kamu. Kamu milik saya, Alesha,"ujar Alkha dengan datar namun tersirat emosi di dalamnya.
"Aku bukan milik kamu. Aku milik diriku sendiri. Gak ada satupun orang yang bisa mengklaim aku seperti itu,"sahut Alesha dengan sengit.
"Sampe kapan kamu mau bersikap denial seperti ini? Apa yang kamu bingungkan? Iya, pada awalnya memang gak ada cinta di antara kita. Tapi ketika kita sudah hidup bersama, rasa itu tumbuh, Alesha. Kita saling jatuh cinta. Meskipun banyak perbedaan, banyak perdebatan, pada akhirnya perasaan yang indah dan langka itu hadir di antara kita."
"Aku gak yakin itu cinta. Aku gak yakin kita bisa jatuh cinta secepat itu. Apa kamu gak pernah mikir, mungkin——mungkin itu bukan rasa cinta, cuman rasa yang ada karena kita terbiasa bersama."
Alkha menggeleng "Perasaan yang selama ini terjadi di antara kita itu nyata, bahkan terlalu nyata. Mencintai kamu itu suatu hal terindah yang terjadi dalam hidup saya."
"BERHENTI NEKAN AKU DENGAN KATA-KATA CINTA KAMU!! PADA KENYATAANNYA CUMAN KAMU YANG NGERASAIN ITU, SEDANGKAN AKU GAK NGERASAIN APA-APA, NGERTI GAK SIH?!!" sentak Alesha membuat Alkha kaget dan menatapnya dengan tajam.
Alkha berdiri dari duduknya, menghampiri Alesha lalu berjongkok di depannya "Bener kamu gak ngerasain apa-apa? Bahkan sedikitpun bener-bener gak ada, Alesha?"tanya Alkha sembari memegang dagu Alesha.
Alesha menepis pelan tangan Alkha "Kita harus realistis, Alkha. Kalo terus seperti ini kamu yang akan terluka karena aku."
Alkha terkekeh miris "Realistis?" Alkha menunjuk dada Alesha "Tanyakan sama hati kamu, apa benar kamu gak punya perasaan apapun ke saya? Apa benar kamu gak menginginkan saya? Logika kamu sudah menyesatkan hati kamu, Alesha."