Waktu berlalu. Semua kembali beraktivitas seperti biasanya. Aman yang mengenakan kemeja biru muda dan celana panjang hitam dengan jas putih khas dokter di tangannya serta sepasang sepatu pantofel hitam melangkah sedikit cepat di lorong panjang rumah sakit. Parfum maskulinnya merebak memenuhi ruangan. Para perawat yang bertugas hari itu menyapanya. Aman sesekali berhenti untuk berbincang ringan bersama mereka.
Ruangan dingin menyambut kedatangannya. Aman merentangkan jas putihnya di sandaran kursi di balik meja kerjanya. Setumpuk dokumen-dokumen milik pasien sudah menantinya. Setelah mencuci tangannya dan meneguk satu gelas air, Aman mulai membaca satu per satu dokumen itu. Lima belas menit kemudian, Rita, salah satu perawat di sana mengetuk pintu ruangannya untuk memberi tahu ada keluarga salah satu pasien yang ingin menemuinya. Begitu seterusnya hingga antrean di depan ruangannya habis dan lorong itu menjadi sepi.
Aman mengusap wajahnya dan bersandar di sandaran kursinya yang empuk. Matanya terpejam, napasnya sangat teratur. Sebuah siluet dari sosok seorang wanita muncul dalam benaknya. Hidungnya mancung dan garis rahangnya tegas. Tidak lama, bayangan itu mendekatinya dan menampakkan wajahnya. Sepasang mata berwarna hazel cerah menatapnya dalam-dalam. Tiba-tiba keningnya berkerut. Ia lantas membuka matanya dan mengerjap.
Archana.
"Archana," bisiknya dalam hati.
Sejak kejadian itu, pikiran Aman tidak pernah lepas dari Archana. Wanita itu baik sekali. Wanita yang menggenggamnya ketika ia sangat ketakutan. Wanita yang menunggunya terbangun untuk memastikan bahwa ia baik-baik saja. Wanita yang bahkan hampir memeriksa keadaannya di pagi hari dan mengajaknya sarapan bersama. Getaran suaranya terngiang sangat jelas di kepala Aman. Lucu. Suaranya lucu, apalagi ketika ia tertawa. Namun, bisa menjadi sangat serius ketika topik yang dibicarakan adalah hal yang penting. Satu lagi ciri khas suara Archana yang paling Aman suka, lembut. Suaranya sangat lembut, terutama ketika ia menenangkannya. Meskipun, tidak jarang suaranya terdengar tegas dan lugas. Ya, setidaknya itu kesan yang Aman tangkap dari suara Archana. Sepasang bola mata yang cerah dengan binar yang cemerlang seakan menarik Aman untuk menyerahkan seluruh hidupnya.
Wanita itu menarik. Sangat menarik, menurut Aman. Ia jatuh cinta pada namanya. Archana. Terdengar kuat. Sepertinya memang begitu takdirnya. Begitu kuatnya Archana hingga seakan-akan ia dapat mengendalikan atmosfer di sekelilingnya. Begitu kuatnya Archana hingga ia seperti dapat mengambil alih kesadaran siapapun yang berbicara dengannya. Begitu kuatnya Archana hingga energinya mampu merengkuh kelemahan Aman. Begitu kuatnya Archana hingga ia membuat Aman jatuh. Jatuh hati. Lagi.
Aman merenung. "Apa yang baru saja aku pikirkan? Aku? Jatuh hati? Pada orang asing? Archana? Orang asing?" Pikirannya saling bergelut. Gemuruh emosinya terhadap Archana yang baru sekali bertemu dengannya itu cukup membuatnya risau.
***
Archana baru saja selesai makan malam bersama Parvati dan Priya. Ia terlihat biasa saja. Ia bahkan tidak membicarakan kejadian lift macet itu lebih banyak pada ibunya, maupun pada adiknya. Keluarganya hanya tahu sedikit tentang kejadian itu. Tidak, bukan kejadian itu, tapi orang yang bersama Archana saat kejadian itu. Seorang pria yang sedikit lebih tinggi dari Archana. Hidungnya mancung, iris matanya berwarna cokelat. Senyumnya manis dan selalu dibingkai oleh lesung pipinya. Hanya itu. Archana hanya menceritakan itu.
Archana kembali ke kamarnya dan duduk di sofa panjang yang berada di bawah jendela yang menghadap ke halaman depan rumahnya. Cahaya bulan begitu terang menembus kaca bening itu menemani Archana dalam hening. Archana memangku dan menyalakan laptopnya. Sesekali ia menyesap kopi hangat yang ia buat setelah makan malam tadi. Kacamata merahnya bertengger di hidungnya. Jemarinya menari lincah di atas tombol-tombol huruf pada laptopnya. Pandangannya fokus sekali pada layar di hadapannya hingga sebuah suara pintu mengusik konsentrasinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
THE FATE (✔)
Fanfiction[Versi bahasa Indonesia] "Takdirku terhubung denganmu." -Tum Hi Ho Seorang wanita dengan 'hadiah spesial' tidak sengaja bertemu dengan seorang laki-laki yang memiliki sepasang mata yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Sejak saat itu, ada sesuatu y...