Bab 22 - Mereda

53 8 15
                                    

"Bukankah kau tidak ingin bicara denganku?" ujar Archana sembari tersenyum dan tertawa kecil.

"Ya, baiklah. Nanti aku ke sana. Jangan ke mana-mana sebelum aku datang."

"Dah."

***

"Priya," panggil Archana sembari mengetuk pintu ruang kerja Priya di kantornya. Namun tidak ada suara sahutan dari dalam dan pintunya juga tidak kunjung dibukakan. Tidak lama kemudian, seorang pegawai mendekatinya dan memberitahu Archana bahwa Priya sedang ada di ruang pertemuan untuk membahas proyek yang akan segera dikerjakan dan menitip pesan bahwa Archana diminta untuk menunggu di ruang kerjanya jika sudah datang. Archana hanya mengangguk pelan mendengar informasi itu dan bergegas masuk ke ruang kerja Priya sesuai dengan pesan yang ia berikan kepada pegawainya.

Archana meletakkan tasnya di sofa dan melangkah mendekati jendela besar. Ruang kerja Priya berada di lantai 9, cukup tinggi untuk menjangkau sisi-sisi kota Mumbai. Langit sedikit mendung tapi semburat senja masih setia mendampingi bumi. Mungkin, beberapa saat lagi akan tergantikan oleh sinar bulan atau bahkan kabut awan yang menumpahkan titik-titik air hujan.

Klek!

Archana membalikkan tubuhnya setelah mendengar suara pintu terbuka. Ia melihat Priya kembali ke ruangannya setelah menghadiri pertemuan tadi.

"Sudah selesai?" Archana tahu tu pertanyaan yang cukup bodoh. Kalau belum selesai, mana mungkin Priya kembali ke ruangannya. Namun, itu bukan basa-basi belaka. Ia tidak akan membiarkan komunikasinya dengan Priya terputus, karena mereka hanya memiliki satu sama lain saat ini.

Priya mengangguk sebagai jawabannya. Ia duduk di kursinya dan bersandar sambil menghela napas.

"Kenapa? Sepertinya harimu berat sekali?" tanya Archana, melangkah mendekati Priya dan duduk di kursi yang berseberangan dengannya dan terbatasi oleh meja kerjanya. Tangannya menopang dagu dan matanya terpusat pada adiknya.

"Tidak. Aku hanya lelah," jawab Priya acuh.

Archana bangkit dan melangkah ke meja kecil di sisi ruangan. Ia menuangkan segelas air putih dan memberikannya kepada Priya. Gadis itu meneguk air yang diberikan Archana hingga setengah gelas lebih sebelum mengucapkan terima kasih pada kakaknya.

"Aku sudah memutuskan bahwa aku akan menjauhi Aman," ujar Archana tiba-tiba. Ia pikir, harusnya Priya mengetahui ini lebih dulu. Namun, karena Radha sempat mengajaknya bertemu dan membicarakan soal ini, jadilah sahabatnya itu yang tahu lebih dulu. Priya terkejut. Ia sedikit tidak menduga, kakaknya benar-benar mengambil keputusan itu.

Priya tersenyum kecil. "Benar?"

Archana membalas senyumannya dan mengangguk. "Aku juga sudah memberi tahu Radha." Seketika, kening Priya berkerut.

"Memberi tahu Kak Radha? Untuk apa?"

"Dia mengajakku bertemu dan kami membahas tentang ini, karena dia menanyakan sesuatu yang mengganjal hatinya," jelas Archana. Priya hanya terdiam dan berusaha memahami serta tidak melanjutkan bertanya tentang itu lagi.

"Priya, kau tahu. Ini bukan keputusan yang mudah dan aku berhasil mengambil keputusan ini, karena dirimu," ujar Archana yang disambut anggukan Priya.

"Aku tahu, Kakak. Maaf, sudah membuatmu berada di posisi yang sulit," sahut Priya sambil meraih tangan Archana dan menggenggamnya.

Archana mendengus pelan. "Aku terbiasa dengan itu."

"Tapi, apa aku boleh minta tolong satu hal padamu?" lanjut Archana.

"Katakan saja. Aku akan melakukan apapun untukmu," jawab Priya.

"Kau ini. Belum mendengar yang kuminta sudah menyanggupi. Awas saja kalau kau menarik kata-katamu," cibir Archana sambil terkekeh.

Priya memutar bola matanya dan berdecak pelan. "Cepat katakan."

"Tolong kau coba memaafkan Aman. Ya?"

Permintaan Archana membuat Priya tertegun. Batinnya berkata tidak ada salahnya mencoba. Toh, sudah seharusnya ia berdamai dengan masa lalu. Sebenarnya, di dalam benaknya, Priya memahami bahwa itu keputusan yang cukup berat karena diambil melalui pertimbangan yang cukup sulit. Satu sisi, ada dirinya sebagai adik Archana yang memiliki rasa takut akan kehilangan lagi. Satu sisi lainnya, ada Aman, yang berdasarkan cerita Archana waktu itu, sepertinya pria itu memang membutuhkan Archana.

"Aku mohon..."

Priya menatap wajah Archana yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Archana yang menaruh harapannya begitu besar pada Priya untuk bisa memaafkan Aman.

Priya tersenyum dan mengangguk pelan. "Baiklah, akan kucoba. Untukmu."

Archana sangat senang mendengarnya. Senyumnya yang indah kembali menghiasi wajahnya. Ia segera bangkit dan berlari kecil ke tempat Priya dan memeluknya.

"Terima kasih!" serunya.

Priya mengelus lengan Archana yang melingkari bahunya seraya tertawa kecil.

"Kakak, ayo kita rayakan ini. Aku bosan makan di rumah. Aku yang traktir. Anggap saya permintaan maafku yang lain, karena sudah menyulitkanmu," ujar Priya menutup kehangatan kakak-beradik di ruang kerja yang cukup dingin itu.

THE FATE (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang