Archana menghentikan mobilnya di salah satu sisi pekarangan rumah Radha yang luas. Ia melihat beberapa mobil yang berjejer di sisi kiri mobilnya, kemudian melangkah menuju bangunan putih yang telah dihiasi lampu-lampu kecil yang indah.
"Halo," sambut seorang wanita paruh baya di ambang pintu. Tampaknya, ia juga salah satu asisten rumah tangga di kediaman Radha. Archana membalas salamnya sambil menyatukan kedua telapak tangannya.
"Apa Radha ada di dalam?" tanyanya.
"Radha ada di dalam. Silakan masuk."
"Baiklah. Terima kasih, selamat Diwali." Archana tersenyum, lalu melangkah masuk.
Ruang tamu Radha terhitung luas untuk bisa menampung sekitar 50 sampai 60 orang, tapi sepertinya ini benar-benar pesta yang sederhana, karena mungkin hanya ada 25 sampai 30 orang di sini. Archana memperhatikan seluruh ruangan, berusaha menemukan Radha, karena tidak ada satu orang pun yang ia kenal di sana, kecuali seseorang yang tampak belakang terlihat seperti Dev, tapi Archana ragu untuk menyapanya. Tanpa sengaja, ia bertabrakan dengan seseorang.
"Ah, maaf. Aku tidak-" ujarnya. Archana mendongakkan kepalanya untuk melihat orang itu. Seketika, ia nampak terkejut.
"Aman?" kata Archana pelan, namun cukup terdengar oleh telinga Aman.
Aman memperhatikan Archana. Baju anarkali berwarna biru tua dengan corak bunga dan daun berwarna kuning keemasan telihat sangat indah menempel di tubuh Archana. Rambut cokelat Archana dibiarkan bergelombang turun di bahu kanannya. Garis wajah yang tegas dan sepasang bola mata hazel sudah seperti keindahan abadi. Archana pada malam itu adalah kecantikan yang sempurna yang tertangkap oleh mata Aman.
"Eh-hm, hai," sapa Aman gugup. Tidak lama kemudian, sebuah suara memanggil nama Archana. Keduanya menoleh ke sumber suara yang berjalan mendekati mereka.
"Kakak, sedang apa di sini?" ucap Radha dengan alisnya yang terangkat karena heran melihat kakaknya sedang bersama Archana, berdiri canggung di tengah orang-orang sibuk.
"Kakak?" pikir Archana, sementara Aman hanya terdiam.
"Selalu saja tidak menjawab pertanyaanku. Kebiasaan sekali," kata Radha sebelum menyambut Archana dan memeluk Archana dan saling menempelkan pipi mereka.
"Terima kasih sudah datang. Di mana Priya?"
"Priya juga mendapatkan undangan pesta Diwali dari temannya, jadi dia tidak bersamaku. Dia menitip salam untukmu, selamat Diwali katanya."
Radha mengangguk dan tersenyum. "Oh iya, mumpung kalian di sini. Archana, ini kakakku, Aman. Dan Kakak, ini Archana, temanku yang waktu itu kuceritakan."
"Apa? Aman adalah kakak Radha? Sungguh?" pikir Archana.
Sementara pikiran Aman bicara, "Apa Archana adalah teman Radha yang pernah menyukaiku?"
Archana terkejut. "Aku harap cerita yang baik," ujarnya yang disambut tawa kecil dari dua Srivastava bersaudara itu. Tidak lama, Aman meninggalkan Radha dan Archana.
***
Archana sempat bertemu Dev sebelum pria itu menghilang lagi. Archana memarahinya karena ponsel Dev tidak bisa dihubungi ketika Archana butuh bantuan. Dev terkekeh dan menceritakan alasannya sebelum mereka berpisah.
"Radha, di mana toiletnya?" tanya Archana pada Radha yang sedang membawa nampan kosong menuju dapur.
"Lurus, lalu ke kiri."
Dalam langkahnya menuju toilet, Archana melewati sebuah lorong yang mengarah ke halaman belakang rumah Radha yang juga terlihat terang. Archana mengambil langkah menyusuri lorong itu. Betapa terkejutnya ia menemukan Aman merenung seorang diri di sebuah kursi cokelat beratap kanopi dengan warna yang sama. Tangannya bertaut di atas meja. Archana mendekatinya.
"Aman, semua orang ada di pesta. Kenapa kau menyendiri di sini? Bukankah ini pestamu?"
Aman melirik Archana sekilas sebelum mengalihkan pandangannya. Archana merasa ada yang tidak beres. Ia dengan lancang duduk di kursi seberang dan menatap Aman lekat-lekat, menunggu pria itu mengatakan sesuatu.
"Pergilah, Archana," ujar Aman seraya memalingkan wajahnya. Archana kaget dan hanya membisu.
"Pergilah. Kehadiranmu membuatku merasa semakin buruk."
"Apa maksudmu? Aku melakukan apa?"
"Bukan kau, tapi aku. Sejak kejadian itu, setiap kali aku melihatmu, atau bahkan mengingatmu, aku merasa buruk dan tidak berguna. Jadi aku mohon, pergilah. Pergilah dari sini. Pergilah dari hidupku."
Archana terdiam. Ia tahu maksud Aman. Tidak salah lagi. Rasa bersalah karena tidak berhasil menyelamatkan ibunya pasti kembali menyelimuti pria itu.
"Boleh aku memberi tahu sesuatu padamu?"
Aman tidak menjawab. Pandangannya tidak tertuju pada lawan bicaranya, tapi sorot matanya menunjukkan bahwa ia menunggu apa yang akan dikatakan Archana.
"Aman, sejak pertama kali kita bertemu, aku... Aku melihat sesuatu di antara kita. Sesuatu yang mungkin tidak kau ketahui. Sesuatu yang melibatkan aku, di dalam hidupmu. Sayangnya, aku mempercayai itu."
Aman sedikit tersentak. Perlahan, ia mengembalikan tatapannya pada Archana. Tatapan nanar itu. "Sesuatu apa, Archana? Katakan. Beri tahu aku dengan jelas."
"Aku...tidak bisa memberitahumu sekarang."
Aman berdecak. Matanya memerah. Kepalanya terasa panas. "Lalu untuk apa kau membicarakan ini? Sebesar apa sesuatunya sampai kau tidak bisa memberi tahuku?" katanya sedikit membentak.
Archana terdiam. Tatapan tajamnya tidak lepas dari Aman. Begitu pun Aman, menatapnya tajam tapi sayang sekali, semakin tajam tatapan matanya, semakin jelas lukanya yang terlihat oleh Archana.
"Apa yang membuatmu bertindak seperti ini, Archana?" pikir Aman dalam benaknya. Ia mengingat cerita Radha tentang temannya yang dulu menyukainya. Apakah yang dimaksud adalah Archana?
"Tinggalkan aku sendiri, Archana. Kumohon," lirih Aman. Archana bergeming. Matanya seakan memberi tahu Aman bahwa ia tidak akan meninggalkannya.
"Baiklah. Kalau kau ingin tetap di sini, jawab pertanyaanku," ujar Aman. Suaranya dalam, tapi sedikit tertahan. Jantung Archana berdegup kencang. Ia sama sekali tidak tahu apa yang akan ditanyakan oleh Aman.
"Kenapa kau melakukan ini, Archana? Kenapa bayanganmu selalu bersamaku? Apa yang kau ketahui? Kau menyimpan perasaan untukku?"
Mendengar deretan pernyataan itu, Archana terkejut bukan main. Ia hanya menatap Aman dan terdiam.
"Jawab aku, Archana," tegas Aman sambil memegang pergelangan tangan Archana dengan erat hingga Archana meringis.
Sambil berusaha melepaskan tangannya, Archana menjawab, "Lepaskan aku, Aman. Kau menyakitiku."
Aman menghela napas kasar. "Aku menyakitimu? Huh. Aku menyakitimu." Perlahan, ia melepaskan genggaman tangannya dari pergelangan tangan Archana yang memerah, kemudian mengalihkan pandangannya ke sekeliling taman. Ia beranjak dari kursinya dan menjauhi Archana beberapa langkah.
"Tolong jawab aku, Archana." Keduanya terdiam.
Archana perlahan menyusul Aman, menyentuh bahunya hingga pria itu menghadapnya. Archana menangkup wajah Aman, menatap matanya dalam-dalam. "Aman, aku tidak akan pergi," katanya.
Aman menggeleng. "Bukan itu pertanyaanku, Archana."
Archana menghela napas dan tersenyum tipis. "Aku tahu, tapi aku belum punya jawaban untuk pertanyaanmu. Sekarang buang semua perasaan burukmu, ini perayaan Diwali. Hanya ada cahaya, kebahagiaan, dan keceriaan."
Aman mengangguk dan tersenyum getir. "Akan kuusahakan itu, asal kau tidak di sini. Pergilah. Aku tidak ingin melihatmu." Archana masih dalam posisinya, berdiri di hadapan Aman dengan matanya yang menatap lurus ke dalam mata Aman. Ia berusaha memahami Aman.
Archana lantas mengangguk pelan. "Baiklah kalau itu yang kau minta," ujarnya. Air mata menggenang di pelupuk matanya. Archana berbalik, menghela napas berat ketika membiarkan air matanya menitik di pipinya, sebelum melangkah menjauh, meninggalkan Aman yang diam membeku di atas rerumputan itu.
"Aku tidak tahu apakah benar ini yang kuinginkan, tapi inilah yang aku butuhkan, sepertinya, untuk sekarang," pikir Aman dalam heningnya, terus mengamati langkah Archana yang terus menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE FATE (✔)
Fanfiction[Versi bahasa Indonesia] "Takdirku terhubung denganmu." -Tum Hi Ho Seorang wanita dengan 'hadiah spesial' tidak sengaja bertemu dengan seorang laki-laki yang memiliki sepasang mata yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Sejak saat itu, ada sesuatu y...