Dua tahun berlalu. Archana terlihat semakin sibuk, karena tidak hanya mengurus yayasannya, tapi ia juga membantu Priya dalam urusan perusahaan. Komunikasi dengan ayahnya jauh lebih baik. Ia bahkan sempat mengundang Arvind dan keluarga barunya untuk berlibur di India dan menginap di rumah mereka. Sesekali di waktu senggang, Archana dan Priya yang datang berkunjung ke tempat tinggal Arvind di San Fransisco.
Pertama kali datang ke sana, rasanya canggung sekali. Arvind dan Lata, istri keduanya setelah Parvati, tinggal di sebuah rumah yang cukup luas. Mereka memiliki dua orang anak. Sulung perempuan dan bungsu laki-laki. Usianya tidak terpaut jauh dengan Priya. Sudah sama-sama dewasa untuk menerima kenyataan dan beradaptasi. Waktu itu juga Archana dan Priya akhirnya mengetahui alasan di balik Arvind meninggalkan Parvati. Bukan karena berselingkuh, tapi ada cerita pilu di baliknya. Archana dan Priya sudah bisa menerima keluarga baru ayahnya, begitu pula sebaliknya.
Archana berada di San Fransisco sejak dua hari yang lalu untuk menghadiri kegiatan workshop mengenai sosial, budaya, dan pendidikan. Sebenarnya, kepentingan untuk mengikuti workshop hanya satu minggu. Namun, Archana menambah tiga hari ekstra, karena ia ingin menikmati kota itu sedikit lebih lama. Selama mengikuti kegiatan tersebut, Archana tidak menginap di rumah Arvind, tetapi menyewa apartemen sendiri. Menurutnya, begitu lebih baik, karena ia juga ingin menikmati waktu untuk dirinya sendiri sementara waktu. Setiap selesai kegiatan, Archana selalu pergi ke kedai kopi, membeli varian kopi dan pastry kesukaannya. Setelah itu, ia suka membawanya ke taman kota atau tepi sungai.
Drrrttt! Drrrrttt!
Ponselnya bergetar ketika ia baru saja duduk di atas rerumputan di taman kota. Ia segera mengeluarkan ponselnya dari saku mantelnya dan melihat nama Priya di sana.
"Ya, Priya?"
"Aku baik. Kau bagaimana? Tidak terjadi sesuatu, 'kan?"
"Syukurlah. Aku sedang di taman, baru selesai kegiatan. Maaf ya kalau sedikit berisik dan terdengar suara angin."
"Belum. Aku belum menunjungi Ayah. Mungkin setelah kegiatan workshop-ku selesai. Atau ya...nanti kupikirkan. Aku masih punya banyak waktu, semoga."
"Hmm, baiklah. Bye."
Setelah mengakhiri pembicaraan dengan adiknya, Archana membuka kopinya dan menyesapnya pelan. Ia juga menikmati pastry ikan tuna pedasnya sambil memperhatikan sekeliling taman. Cukup ramai sore itu. banyak anak-anak berlari berkejaran, remaja-remaja yang berkumpul bersama teman-temannya, dan orang-orang yang mungkin hanya berlalu lalang.
Beberapa saat kemudian, Archana merasakan seseorang memegang bahunya dan memanggil namanya. Ia pun berbalik untuk mengetahui siapa orang itu. Seorang laki-laki yang tidak terlalu tinggi, berkulit putih, matanya kecil dan senyumnya yang menawan.
"Rohit?" serunya ketika ia melihat Rohit, teman kecilnya, berada di hadapannya sambil menggandeng seorang anak perempuan yang kira-kira berusia empat tahun.
"Wah, kau masih mengingatku. Luar biasa!" kata Rohit. "Kau sendirian? Aku boleh duduk di sini?" lanjutnya.
Archana mengangguk. "Tentu saja. Ini tempat umum, 'kan?" ujarnya, kemudian terkekeh pelan.
Rohit menempati ruang di samping Archana dan memangku anak perempuan yang sedikit persis dengannya. Rohit memperkenalkan anak perempuan itu, Chandrithra—yang ternyata adalah putrinya, kepada Archana. Mata Archana seperti mengeluarkan binar yang cerah sembari mencoba akrab dengan Chandrithra. Ia terkejut Rohit sudah menjadi seorang ayah dengan satu putri yang cantik. Rohit membiarkan putrinya berlarian di taman, selama gadis kecil itu berada dalam pengawasannya.
"Kalian ke sini hanya berdua?" tanya Archana.
Rohit menganggu. "Ibunya belum pulang. Entahlah, mungkin ada tugas lembur. Kau sejak kapan ada di sini?"
"Baru lima belas menit yang lalu," jawab Archana.
"Hei, bodoh. Maksudku, sejak kapan kau berada di San Fransisco?" ejek Rohit sambil menepuk pelan lengan Archana.
Archana mendengus pelan. "Oh, haha. Makanya, bertanya itu yang jelas. Kau ini. Aku sudah dua hari di sini. Ada kegiatan workshop yang harus kuhadiri, sekalian ingin mengunjungi ayahku."
Rohit mengangguk paham. "Oh iya, Archana. Aku minta maaf belum sempat menemuimu sejak kepergian Bibi. Tapi kuharap, kau dan Priya sudah jauh lebih baik sekarang."
Archana tersenyum. "Tidak apa-apa. Sudah bertahun yang lalu. Dan ya, kau lihat sendiri, aku baik-baik saja. Priya pun sama."
Banyak hal yang mereka bicarakan, karena ini pertama kalinya merea bertemu lagi setelah bertahun-tahun. Meskipun hampir dua dekade, keakraban masih ada di antara mereka. Rohit bukan hanya teman kecil Archana. Ia sudah Archana anggap sebagai saudaranya sendiri. Menit-menit berlalu dalam perbincangan mereka. Archana bangkit dan berpamitan pada Rohit.
"Chandrithra, Bibi Archana ingin pulang," seru Rohit. Gadis kecilnya berlari menghampiri mereka.
"Bibi mau pulang? Bibi baru bicara dengan Ayah, belum bermain bersamaku," ujar gadis itu.
Archana mengangkat gadis kecil itu ke dalam dekapannya. "Iya, maaf ya. Nanti kalau ada waktu, Bibi datang lagi dan bermain bersamamu. Oke?" Chandrithra mengangguk dan mengecup pipi Archana sebelum mengucapkan selamat tinggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE FATE (✔)
Fanfic[Versi bahasa Indonesia] "Takdirku terhubung denganmu." -Tum Hi Ho Seorang wanita dengan 'hadiah spesial' tidak sengaja bertemu dengan seorang laki-laki yang memiliki sepasang mata yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Sejak saat itu, ada sesuatu y...