Epilog

129 12 57
                                    

Ramai riuh suara musik khas India bergema di kediaman keluarga Kapur. Keluarga dan teman-teman terdekat yang hadir dengan busana warna-warni tersebar di berbagai sisi di halaman belakang itu. Berbagai jenis bunga juga terlihat menghiasi setiap titik mulai dari pintu gerbang hingga lorong-lorong dan pelataran yang sudah dilapisi dengan tenda berwarna emas dan merah. Langit cerah berawan tanpa teriknya sinar matahari membuat suasana menjadi semakin syahdu.

Archana diam termangu menatap cermin di hadapannya. Riasan yang menempel di wajahnya tidak membuatnya terlihat asing. Tidak perlu ditambah garis-garis penegas di rahang dan hidungnya. Tidak perlu kajal yang pekat di bawah matanya. Lehenga merah emas yang indah membalut tubuhnya. Sesekali ia melirik ke bingkai foto yang berdiri di atas meja riasnya, fotonya dengan Parvati.

"Ibu, aku ada di titik ini sekarang. Aku akan menikah," bisiknya.

Tidak lama kemudian, Priya datang membawa sebuah kotak berukuran sedang. Di belakangnya, ada Lata yang tersenyum bahagia di hari yang spesial ini.

"Mama, lihatlah. Wanita ini akhirnya menikah, setelah sempat berpikir ia tidak mau menikah," ejek Priya ketika mereka berhenti di belakang Archana.

Lata sedikit terkejut. "Kau pernah berpikir seperti itu, Archana?"

Sang pengantin bangkit dan berbalik. "Itu dulu."

Lata menyentuh pipi Archana dengan lembut. "Semua akan baik-baik saja, if you try to make it works," katanya. Archana tersenyum mendengarnya.

"Oh, ini, gelang yang dipakai Parvati ketika ia menikah dengan Arvind. Kata Arvind, Parvati pernah berpesan untuk memberikan ini padamu di hari pernikahanmu," sambung Lata sambil membantu Priya membuka kotak itu. Archana tertegun. Matanya sedikit berkaca-kaca.

"Kau mau pakai?" tanya Lata.

"Mama mau pakaikan ke tanganku?"

"Tentu saja! Kenapa tidak?" Lata mengambil gelang itu satu per satu dan memasang gelang-gelang itu ke pergelangan tangan Archana. Gelang berwarna emas dengan permata dan sedikit warna merah di sisinya melingkar indah di pergelangan tangannya.

Tok tok! Klek.

Nisha datang dengan senyum manis yang merekah di wajahnya. "Mama, rombongan pengantin prianya sudah datang. Lebih baik kau segera ke sana. Biar aku dan Kak Priya yang menemani sang ratu," katanya yang disambut dengan senyum dari ketiga wanita di hadapannya.

"Begitukah? Baiklah, aku segera ke sana," jawab Lata lugas. "Nikmati hari bahagiamu, Archana," lanjutnya seraya mengusap lembut pipi Archana dan bergegas meninggalkan ketiga putrinya di ruangan itu.

Suara musik terdengar semakin bergema di kediaman Archana. Rombongan pengantin pria sepertinya sudah tiba di halaman belakang, tempat mereka akan melangsungkan upacara inti. Priya mengintip melalui jendela kamar Archana.

"Masih butuh berapa lama lagi untuk menemui pengantinmu?" tanya Priya.

"Lihatlah, Nisha. Dia terus mengejekku, bahkan ketika aku akan menikah," adu Archana pada Nisha.

Nisha terkekeh. "Tapi Kak Priya benar, Kak." Mereka terkikik.

***

Altar panggung berwarna merah dan ornamen emas berdiri tegak di salah satu sisi taman itu. Riuh musik terus bergema mengiringi langkah wanita yang hari itu menjadi seorang ratu. Diiringi oleh Priya dan Nisha, Archana melangkah menuju altar dengan anggun. Seorang pria dengan pakaian berwarna putih, lengkap dengan berbagai aksesoris merah-emasnya, terlihat duduk bersila di atas altar. Ia sedikit menolehkan kepalanya ke arah datangnya sang pengantin. Matanya berkaca-kaca. Tidak bisa mengelak, dirinya begitu memuja Archana.

THE FATE (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang