"Archana, bisa kita bicara?"
"Ibu, ada apa?"
"Apa yang kau dan Priya sembunyikan dariku selama ini?"
Archana tercekat. "Apa? Tidak ada."
"Ayahmu."
"Ayah sudah tidak ada, Ibu."
"Sejak kapan kedua putri Ibu pintar berbohong?"
Archana terdiam. Sorot mata Parvati yang tajam menatap lurus ke dalam mata Archana, mendesaknya untuk mengungkap yang sebenarnya.
"Jawab Ibu, Archana."
Suara Parvati benar-benar penuh penekanan. Ia menuntut. Archana sama sekali tidak berkutik. Hatinya resah. Pikirannya terbagi antara tetap menutup rapat-rapat kebenaran itu atau membukanya yang sudah jelas akan sangat menyakiti Parvati. Namun, sedalam apapun bangkai dikubur, suatu saat akan tercium baunya. Benar 'kan?
"Sampai kapan kau menutupi hal itu dari Ibu, Archana? Sampai jantung Ibu tidak berdetak lagi?"
Seketika Archana membuka matanya. Pandangannya terpaku pada langit-langit kamarnya yang gelap, kemudian bola matanya bergerak ke kanan dan kiri untuk memastikan. Ia mengangkat tubuhnya dan melihat jam duduk di atas nakasnya. Pukul dua dini hari.
"Itu hanya mimpi."
***
Pukul enam pagi, Archana berjalan-jalan santai di halaman belakang rumahnya. Sesekali ia menggerakkan tangannya dan bahunya. Namun mimpi itu tidak kunjung hilang dari pikirannya. Ia harus segera membuat keputusan untuk itu, tapi ia tidak bisa melakukannya sendiri. Tidak lama kemudian, Priya bergabung, masih dalam balutan baju tidurnya. Ia membawa segelas air dan duduk di kursi santai di sisi taman.
"Kakak, tidak biasanya sepagi ini," ujar Priya sebelum meneguk air yang dibawanya.
Archana menoleh. "Priya. Kebetulan kau ada di sini." Ia menghentikan gerakannya, mendekati Priya dan duduk di kursi lainnya.
"Priya, aku bermimpi Ibu mendesakku untuk memberi tahu tentang Ayah."
"Wow, apa aku tidak salah dengar? Kau baru saja menyebutnya 'Ayah'?"
"Ck, seriuslah sedikit. Ibu sepertinya sudah tahu, cara bicaranya sangat menuntutku untuk memberitahu kebenarannya untuk memastikan."
"Lalu, kau beri tahu Ibu?"
Archana menggeleng dan sedikit menggembungkan pipinya. "Aku belum memutuskan. Kita menyimpan ini berdua, jadi aku ingin tahu pendapatmu."
Priya terlihat berpikir sejenak. "Kakak, mungkin sudah waktunya kita beri tahu Ibu."
Archana menatap Priya dalam hening. "Kau yakin?" Priya mengangguk.
***
"Ibu," ujar Archana setelah mereka menikmati sarapan. Ia menatap Parvati dan Priya bergantian.
"Ibu, ada yang ingin kami bicarakan padamu," sela Priya.
Parvati mengangguk sambil mengelap mulutnya dengan selembar tisu. "Sepertinya serius. Ada apa?" Ia melipat kedua tangannya di atas meja makan, menunggu kedua putrinya mengutarakan apa yang ingin mereka bicarakan.
Archana menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan, "Ini soal-"
"Ayah," potong Priya. Ia tahu Archana akan menyebut 'laki-laki itu' lagi atau bisa saja ia menyebutnya 'si bajingan'.
"Ada apa dengan ayahmu?" tanya Parvati sebelum ia merapatkan bibirnya.
Archana melirik Priya. Adiknya mengedipkan matanya seraya mengangguk pelan, meyakinkan Archana untuk menceritakan yang sebenarnya. "Ibu, aku...hmm... Sebenarnya, pria itu-maksudku, Ayah. Dia tidak ada di dalam pesawat yang jatuh waktu itu. Dia masih hidup, baik-baik saja, hanya saja dia memang tidak kembali ke sini." Parvati terdiam. Wajahnya menunjukkan bahwa ia sedikit terkejut.
"Aku sudah mengetahuinya sejak dulu, Ibu, sejak dia pergi. Aku hanya memberi tahu Priya, karena aku tidak mau Ibu terluka. Tapi semalam, aku bermimpi Ibu menanyakan ini padaku. Jadi, mungkin sudah waktunya Ibu mengetahui hal ini," lanjut Archana.
"Ibu, maaf kami menutupi ini darimu bertahun-tahun," sambung Priya.
"Bagaimana kau tahu?" tanya Parvati datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE FATE (✔)
Fanfiction[Versi bahasa Indonesia] "Takdirku terhubung denganmu." -Tum Hi Ho Seorang wanita dengan 'hadiah spesial' tidak sengaja bertemu dengan seorang laki-laki yang memiliki sepasang mata yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Sejak saat itu, ada sesuatu y...