2.0 [Another]

3.4K 437 8
                                    

Allo! Hope you enjoy! Happy reading, guys!

Makasih buat kalian yang bersedia meluangkan waktu untuk mampir dan baca ceritaku. Semoga betah sampai akhir.

Jangan lupa vote, komentar, dan bantu share cerita ini ke teman-teman kalian. Biar ramai.

Sekian ....

*****

"Payah, kau sangat payah!!"

Chiyo menutup telinga rapat-rapat, ingin mengenyahkan suara misterius yang tidak henti-henti masuk ke dalam indera pendengarannya. Suara siapa itu?!

Chiyo meringkuk. Dingin, tempat ini teramat asing. Hanya gelap yang tersapu oleh pandangan, tidak memiliki ujung, seolah merupakan ruang hampa tanpa batas.

"Aku dimana?!" Batinnya berteriak kebingungan.

Untuk sekedar mengeluarkan suara, Chiyo bahkan tidak bisa. Ada sesuatu yang menahannya.

Chiyo memejamkan mata, sebuah ingatan tanpa diminta kembali terputar. Rangkaian kejadian masa lalu, tragedi, bahkan sesuatu yang sangat ingin dia lupakan kembali diingat.

"Berhenti!" Chiyo lagi-lagi berteriak dalam hati, dia mengerang, tenggorokannya serasa tercekik. Teramat sakit.

Chiyo menjambak rambutnya kuat-kuat, berharap rasa sakit akan membuat pikirannya teralih. Nyatanya, memori itu kian terputar, menjadi slide kejadian yang terputar cepat dan tiada henti. Terputar berulang kali, memaksa Chiyo terus dan terus mengingat, hingga di puncak tragedi, Chiyo meraung-raung, menangis ketakutan.

"Tidak, aku tidak mau kejadian itu terulang!" Entah kenapa, tetap saja suaranya tidak bisa keluar.

Chiyo tersiksa, matanya berembun, siap meluncurkan air mata.

"Hei, apa kau lelah?" bisik suara misterius yang entah datang dari mana.

Sekelebat ingatan lagi-lagi muncul, kali ini berbeda. Chiyo tertegun, kapan kejadian itu terjadi? Dia tidak mengingatnya.

Suara misterius itu berusaha dia abaikan, Chiyo lebih memilih untuk mengontrol emosi. Ingatannya teracak bebas, yang semulanya terpendam dalam kini muncul di permukaan.

"Kau memang gadis lemah, payah, tidak berguna."

Lagi, suara itu muncul. Suara serak yang mengintimidasi, misterius dan penuh teka-teki.

"Kau tidak sebanding denganku, aku bisa segalanya, melakukan apapun yang tidak bisa kau lakukan."

Chiyo mendongak kala mendengar langkah kaki.

Chiyo mengerjap, samar-samar dia melihat sepasang kaki melangkah ke arahnya. Sosok misterius itu berpakaian serba hitam, wajahnya kabur, tetapi yang Chiyo tahu, dia sosok berbahaya—terlihat dari seringai tajam yang dia layangkan.

Sosok tersebut terus berbicara, menghujam Chiyo dengan kata-kata tajam, menohok.

"Kau pantas untuk mati."

"Tidak." Mata Chiyo membola, satu kata terucap dari mulutnya. Tetapi sebagai ganti, lehernya serasa dihujam ribuan jarum. Sakit bukan main.

Sosok misterius itu kini berdiri tepat di hadapan Chiyo yang meringkuk, tangannya tetap di kepala, menjambak rambut untuk mengalihkan perhatian. Sosok itu menunduk, tangannya terulur meraih rambut Chiyo, menarik dan memaksa Chiyo untuk mendongak.

Gerakan kasar itu mau tidak mau membuat Chiyo mendongak. Tetap saja, dengan jarak sedekat ini sekalipun, Chiyo tidak bisa melihat wajah sosok itu secara jelas.

Yang dapat Chiyo lihat hanyalah seringai tajam, yang menyiratkan seberapa kejam sosok misterius di hadapannya ini. Siapa sebenarnya dia?

Satu tangannya yang lain mencengkeram dagu Chiyo, kuku-kukunya yang tajam melukai kulit Chiyo.

"Kau harus mati, pergi, jangan memaksakan diri!" ujarnya. Suaranya memberat, memberikan tekanan tersendiri bagi yang diajak berbicara.

Apa maunya?

Maksud dari perkataannya apa?

Otak Chiyo tidak bisa diajak bekerja sama. Tangan Chiyo menahan rambutnya yang ditarik. "Le-pas arghh!" Chiyo berkata dengan susah payah, bahkan hanya dengan mengucapkan sepatah kata, lehernya sesakit ini.

Chiyo terbatuk-batuk, hingga darah keluar dari sudut bibirnya. Mata Chiyo fokus menatap ke depan, matanya memerah, antara ingin menangis dan menahan marah juga rasa sakit.

Sosok itu mendekatkan wajahnya dan Chiyo, hingga tak berjarak. "Cukup katakan kau menyerah, penderitaanmu akan usai." Sosok itu merayu, ingin Chiyo mengaku kalah, pasrah.

Deja vu, rasanya tidak asing. Chiyo seolah pernah mengalami kejadian yang sama sebelumnya, tapi … kapan?

Chiyo menggeleng, tanpa tahu alasan pasti, hati Chiyo dengan yakin menolaknya. "Ti-akh!" Belum selesai mengucap sepatah kata, untuk kedua kalinya Chiyo terbatuk dan darah yang keluar dari sudut bibirnya kian banyak.

Dengan tenaga yang dia kumpulkan, Chiyo menarik paksa rambutnya hingga beberapa helai tercabut. Dia pun menepis tangan sosok tersebut yang masih mencengkeram dagunya.

Chiyo jatuh terduduk, dia meringis. Kepalanya mendongak, memberanikan diri balas menatap sorot tajam sosok itu.

"A—" Tenggorokan Chiyo tercekat. Lagi, untuk kesekian kali dia tidak bisa mengeluarkan suaranya.

Sosok itu tersenyum lebar, mengejek. "Tidak mampu bersuara, heh? Bahkan kau masih saja sepayah dulu."

Tangan sosok tersebut menjulur, kali ini mencengkeram ubun-ubun kepala Chiyo. "Perlu aku tayangkan sesuatu untuk membuatmu takluk, Chiyo Chieko?"

Chiyo membelalakkan mata, bagaimana bisa dia tahu nama lengkapnya?

Siapapun sosok di hadapannya, yang pasti Chiyo tidak boleh menyerah dan kalah darinya.

Secara tiba-tiba kepala Chiyo berdengung, samar-samar dia mendengar teriakan seseorang. Terus-menerus, tanpa henti memanggil namanya.

Sebelum kesadarannya memudar sepenuhnya, Chiyo melihat sekelebat bayangan wajah Lurius. Ah … iya, suara itu mirip dengan suara Lurius.

"NONA CHIYO! SADARLAH!"

"NONA, NONA CHIYO, SAYA MOHON JANGAN SEPERTI INI!"

Dan di saat itu juga, Chiyo kehilangan kesadaran, diiringi dengan menghilangnya sosok misterius tersebut.

"Saat ini, kamulah pemenangnya."

[To be continued ….]


Ada apa dengan bochil satu ini?

Follow for support:
Wattpad: @MeRaa-
Instagram: @jst.sweetch (Sweetcho)

Next?

See you next chapter!

With love,
Me Raa

Hot Daddy, Take Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang