2.1 [Movement]

3.5K 439 6
                                    

Allo! Hope you enjoy! Happy reading, guys!

Makasih buat kalian yang bersedia meluangkan waktu untuk mampir dan baca ceritaku. Semoga betah sampai akhir.

Jangan lupa vote, komentar, dan bantu share cerita ini ke teman-teman kalian. Biar ramai.

Sekian ....

****


Lurius bersandar di bawah pohon rindang, matanya terpejam, sesekali terbuka untuk memastikan nonanya baik-baik saja. Setelah aksi pengeroyokan bandit, Lurius yang babak belur ditelantarkan di tengah hutan bersama Chiyo. Seluruh barang bawaan dibawa bandit, entah kemana perginya mereka.

Lurius meringis, sekujur tubuhnya terluka. Chiyo sudah mengobati sebisanya, mencarikan tanaman obat yang bisa digunakan—juga cukup sulit menemukan tanaman obat. Jangkauan pencariannya tidak jauh, takut tersesat.

Selepas mengobati Lurius—dengan diselingi isak tangis, Chiyo terlelap di samping kakak Liu-nya.

Mulanya tidak ada kejadian apa-apa. Lurius membiarkan Chiyo beristirahat, dia pun melakukan hal yang sama. Luka-luka di tubuh Lurius tidak bisa hilang begitu saja, tetapi Chiyo baik-baik saja, tidak terluka, setidaknya itu membuat Lurius senang.

Chiyo merobek bagian bawah dress-nya untuk membalut tubuh Lurius yang terkena tusukan pisau. Tadi, di akhir pengeroyokan, Lurius ditikam dengan sebilah pisau di bagian pundak, dan lukanya cukup dalam—itu hanya perkiraan Chiyo.

Tengah malam tiba, Lurius merasakan gerakan dari Chiyo, nampaknya gadis tersebut mengalami mimpi buruk. Lurius terbangun, dia memeriksa suhu tubuh Chiyo, takut jika nonanya demam karena tidur di luar ruangan.

Tidak, suhu tubuh Chiyo normal. Lantas, dia bermimpi buruk?

Lurius menggoyangkan lengan Chiyo pelan, berniat membangunkan Chiyo. "Nona?"

Tetapi, Chiyo tidak kunjung bangun. Seketika Lurius panik. Ada apa dengan Chiyo?

Padahal tubuhnya terasa sakit saat digerakkan, tetapi Lurius tetap memaksakan diri agar Chiyo terbebas dari mimpi buruk.

Kemudian, Chiyo mulai menunjukkan gejala seseorang yang kesulitan bernafas, seolah sedang sesak nafas. Kejadian berlanjut, Chiyo merintih kesakitan, Lurius benar-benar tidak paham. Sekali lagi, apa yang terjadi pada nonanya?

Usaha Lurius pun sia-sia. Dia bertambah panik saat tubuh Chiyo kejang-kejang, dari sudut bibir gadis tersebut mengalir darah.

"NONA CHIYO, BERTAHANLAH!" Tetap saja gagal, Chiyo seolah terkunci dalam dunianya sendiri, tidak bisa diganggu. Lurius tidak menyerah, dia mendekap Chiyo, memaksakan setiap engsel tubuh untuk diajak bekerjasama.

Mata Lurius berkaca-kaca, benar-benar khawatir dengan Chiyo. Lagi, untuk kedua kali darah keluar dari sudut bibir Chiyo, kali ini lebih banyak.

"NONA CHIYO, SADARLAH!"

Lurius mengeraskan teriakan, berharap dengan begitu Chiyo akan sadar.

"NONA, NONA CHIYO, SAYA MOHON JANGAN SEPERTI INI!"

Tubuh Chiyo mulai berhenti kejang-kejang, hingga tubuhnya tidak lagi melakukan pergerakan. Rintihan Chiyo juga berhenti.

Lurius sedikit merasa tenang, tapi belum sepenuhnya lega karena Chiyo masih saja terlelap. Hingga pada akhirnya Chiyo terbatuk-batuk dan matanya perlahan terbuka.

Ketika membuka mata, pemandangan pertama yang Chiyo lihat adalah wajah khawatir Lurius dengan mata berkaca-kaca.

Perlahan Lurius menarik Chiyo ke dalam pelukannya, akhirnya dia bisa bernafas lega.

"Nona … akhirnya Anda terbangun juga."

Lurius tidak akan bertanya tentang yang baru saja terjadi kepada Chiyo. Dia merasa, bahkan Chiyo sendiri tidak tahu hal apa yang menimpanya.

Chiyo menangis dalam diam di pelukan Lurius. Otaknya memikirkan sesuatu yang terjadi di alam bawah sadarnya—itu hanya tebakan Chiyo.

Apapun itu, yang jelas Chiyo tidak boleh kalah. Atau … sesuatu yang membahayakan mungkin akan terjadi.

*****

"Astaga, dimana perginya anak nakal itu?" Fedro mondar-mandir ke sana-kemari.

Debutante Fedro dimulai sore nanti, tentunya acara tersebut ramai dihadiri banyak orang, dan dapat dipastikan akan menghebohkan. Tetapi anak gadisnya justru menghilang tanpa jejak.

Fedro keluar-masuk kamarnya dan Chiyo, berharap menemukan keberadaan sang anak angkat.

Fedro bertanya pada pelayan, sayangnya tidak ada yang tahu keberadaan Chiyo.

Fedro membulatkan tekad, dia nekat memasuki ruangan Callisto. "Ayah, Chi kau sembunyikan dimana?" tanya Fedro saat membuka pintu ruangan.

Di dalam sana ada Callisto yang tampak berdebat dengan asistennya, Fuu. Di sisi lain, Alan tampak memijat pelipisnya. Mereka bahkan seolah tidak menyadari kehadiran Fedro, mengabaikan pertanyaannya juga.

Fedro mendekat, dia berdehem. Mereka terdiam. Akhirnya ketiga pria itu sadar akan kehadirannya.

"Aku tidak peduli jika kedatanganku mengacaukan kesenangan berdebat kalian. Tetapi, satu yang ingin aku tanyakan." Fedro berbicara langsung.

Fedro menatap Callisto menyelidik. "Ayah, Chi kau sembunyikan dimana? Aku mencarinya sedari tadi tidak kunjung menemukannya." Fedro bertanya.

Callisto menghela nafas, kemudian dia duduk di kursi kerjanya. "Hal itu yang sedang aku perdebatkan dengan Fuu."

"Apa maksudnya?" Fedro tetap berusaha tenang, tidak ingin langsung marah-marah sebelum mendapat penjelasan.

"Chi belum kembali sejak kemarin, seharusnya kemarin malam dia sudah datang. Mulanya aku berusaha tenang, mungkin memang ada sedikit kendala di perjalanan, tetapi dia tidak kunjung kembali pagi ini."

Fedro menatap Callisto dan Fuu bergantian. "Bisa menjelaskan keseluruhan cerita padaku?"

Fuu pada akhirnya bercerita dari awal hingga akhir—atas perintah Callisto.

"Aku berniat pergi untuk menyusul Chi, tetapi Fuu menghadangku. Sedangkan Alan hanya diam sejak tadi, dia tampak murung sejak pagi." Callisto melirihkan suara di akhir kalimat.

"Sudah jelas tidak saya biarkan, anda sangat dibutuh—"

"Biar aku yang mengatasinya, aku akan mencari Chi. Akan aku bawa pulang gadis nakal itu!" Fedro menyela, berbalik begitu saja tanpa meminta persetujuan dari Callisto.

"Tuan muda—" Fuu yang hendak mencegah langsung dihentikan oleh Callisto.

"Fuu, kau tidak akan paham bagaimana rasanya ketika anakmu menghilang, jadi jangan coba-coba menghentikan Fed. Percayalah padanya." Callisto menegur.

Fuu menunduk, menghela nafas dan pasrah.

Alan menatap punggung Fedro yang telah menghilang, dia sepenuhnya keluar dari ruangan.

Alan bangkit, dia menghadap Callisto. "Mohon maaf Duke, ijinkan saya mengawal tuan muda."


[To be continued ….]

Bapak Fedro pun turun tangan.

Follow for support:
Wattpad: @MeRaa-
Instagram: @jst.sweetch (Sweetcho)

Next?

See you next chapter!

With love,
Me Raa

Hot Daddy, Take Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang