Ketika saling berhadapan seperti ini, terlebih kini perpustakaan telah sepi membuat jantung Megumi berdegup lebih cepat. Ia takut? mungkin saja. Sukuna sebelumnya selalu membuat Megumi berada dalam masalah dan salah satu penyebab ia sampai harus berhenti sekolah untuk sementara. Sebenarnya ini bukan sepenuhnya salah Sukuna saja tapi yang kini tetap gencar mendekatinya hanya Sukuna sementara yang lain lebih memilih menghindar.
"Megumi aku minta maaf." ucap Sukuna pada pemuda berambut hitam tersebut.
"Sukuna walaupun kau meminta maaf dan sekalipun aku memaafkanmu, sepertinya sulit bagiku melupakan ini dengan mudah." ucap Megumi.
"Aku tau, dampak dari apa yang aku lakukan memang sangat besar. Kau sampai harus mengalami gangguan psikologis."
"Aku menderita Maladaptive Daydreaming itu bukanlah penyakit psikologis. Sebenarnya kondisi yang aku alami bisa aku bedakan mana khayalan dan kenyataan tapi aku lebih betah berada dalam khayalanku sehingga mereka berpikir aku tidak bisa membedakan."
"Jadi itu bukan penyakit psikologis?"
Megumi menggeleng. "Itu tidak ada dalam daftar penyakit psikologis. Jika itu skizofrenia, itu ada dalam daftar gangguan psikologis dan tahapnya lebih parah karena sama sekali tidak bisa membedakan kenyataan dan khayalan."
"Tapi dari yang kutahu... "
"Gojou-sensei dan yang lain tidak terlalu paham akan hal ini dan penjelasan dari dokter mereka hanya menangkap intinya saja. Yang pasti apa yang mereka sampaikan tentang kondisiku kurang tepat."
"Jadi kau berada di tahap yang masih bisa membedakan halusinasi dan kenyataan tapi karena kau lebih betah berada dalam halusinasi yang kau buat kau hampir berada di tahap yang lebih parah, bukankah begitu?"
Megumi mengangguk. "Aku bahagia berada dalam halusinasiku karena itu aku dianggap tidak bisa membedakannya. Aku pada akhirnya berusaha lepas karena walaupun aku bahagia dengan halusinasi itu, orang-orang terdekatku yang sedih melihatnya."
Sukuna perlahan mendekat kearah Megumi dan duduk disebelah pemuda itu. "Aku sekali lagi minta maaf. Bisa kita ulang semuanya dari awal?"
Megumi meremat telapak tangannya. Sukuna langsung saja menggenggam tangan itu. "Beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya."
Tangan Megumi masih gemetar terlebih ketika Sukuna menggenggamnya. Ia berusaha sebisa mungkin menetralkan detak jantung dan rasa paniknya.
"Megumi.." Sukuna menarik Megumi kedalam pelukannya. "Maaf.."
Setelah Sukuna memeluk dan membisikkan kata maaf di telinganya, perlahan Megumi mulai tenang. Rasa paniknya perlahan hilang diganti dengan sedikit rasa nyaman. "Aku tidak janji memaafkanmu secepat itu Sukuna."
"Aku tau, tapi aku akan berusaha membuat kau benar-benar memaafkanku suatu hari nanti."
"Megumi kenapa lama seka--"
Yuuji mematung di tempat, niat hati ingin menemui Megumi karena cukup lama bersama Sukuna di perpustakaan malah pemandangan seperti ini yang ia dapatkan.
"Sepertinya kau hanya bilang 'bicara' pada Megumi aniki, bukan memeluknya seperti ini." Yuuji menarik bahu Megumi sehingga pelukan Sukuna terlepas dari pemuda itu.
"Aku membiarkanmu bicara padanya bukan berarti aku mengijinkanmu menyentuhnya semudah itu aniki." ucap Yuuji dengan nada yang rendah.
"Apa hakmu melarangku menyentuhnya?" Sukuna tidak mau kalah dengan menarik kembali tangan Megumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
Short StoryDidikan keras Toji pada Megumi mendatangkan penyesalan dari Toji di kemudian hari. Sukuna yang kerap kali menjadikan Megumi target bully juga menyesali perbuatannya. Itu hanya karena mereka melihat air mata Megumi untuk pertama kalinya