Terkadang, Dylan selalu berpikir kenapa kesulitan-kesulitan selalu menimpa dirinya. Memang, dulu ia punya dosa yang amat besar, tetapi mengapa karma selalu membuntutinya hingga di titik paling rendah?
Dylan tau, kesalahannya dulu tak akan ada maaf. Bahkan, sampai saat ini ibunya masih membenci dirinya. Sebab itu, Dylan kabur dari rumah setelah lulus SD dan memilih bekerja disaat restoran baru dibuka. Hingga detik ini, tak ada kabar dari Ibunya dan Ayahnya. Dylan tidak tau apakah orang tuanya masih ada atau sudah tiada. Dylan menghilang sampai keluar provinsi, hanya demi ia melupakan kesalahan yang sangat fatal dulu.
Hutang-hutang pada Amanda, pengangguran, bu Serli, kontrakan yang nunggak hampir empat bulan, kisah cinta yang kandas terus menjadi bumerangnya di perjalanan pulang. Dylan tidak tau harus kemana lagi kalau ia sudah di depak dari kontrakan, atau bagaimana ia bisa bertahan untuk kedepannya. Dylan tidak pernah dalam suasana kacau seperti ini. Kebingungan membuat tubuh Dylan berjalan tanpa melihat.
Dylan membuka ponselnya, ponsel kuno yang ia beli lima tahun yang lalu kini terlihat banyak retakan diseluruh layarnya. Apalagi tujuh hari yang lalu tanpa sengaja ponsel terjatuh ke wastafel. Touchnya semakin sulit di kendalikan. Kalau ponsel ini di jual paling hanya laku empat ratus ribu rupiah. Akan sangat sayang jika harus dijual. Apalagi, dimana ia akan melihat-lihat lowongan pekerjaan jika ponselnya dijual.
Setelah berpikir, Dylan masukan ponsel itu ke saku celananya.
"Hei! Minggir!" Kata seseorang berteriak.
Dylan menolah pada seseorang itu, tetapi sepeda motornya tetap melaju ke arahnya, dengan sendirinya Dykan berteriak kencang.
O U R S T O R Y
"Maaf, Saya lagi ngelamun tadi." Dylan menoleh pada seseorang berpakaian putih abu. Tangannya lecet, juga body motor metik nya sedikit tergores. Dylan merasa bersalah. Ia mengambil anti septik untuk membantu laki-laki itu. Dengan sendirinya laki-laki di depan membiarkan Dylan melakukan kewajibannya karena melamun di tengah jalan.
"Enggak apa-apa, motor gue juga remnya dikit blong." Jawab dia. "Lagian, lo ngapain cuma berdiri di tengah jalan?"
Setelah memberikan hansaplas Dylan menjawab. "Enggak ngapa-ngapain. Lagi ada pikiran aja." Dylan tertawa canggung. "Gue aja enggak sadar malah berdiri, kirain masih jalan, nih, kaki."
Laki-laki berpakaian sekolah itu berdiri setelah semua luka sudah di obati di depan Indomaret, Dylan juga ikut berdiri, takutnya ia meminta ganti rugi untuk keperluan motor metiknya yang lecet.
Namun, tangan laki-laki itu terangkat, dan mendarat tepat di bahu Dylan seraya menepuk-nepuk bahunya sebanyak dua kali. "Hidup ini enggak bakal asik kalau enggak ada cobaan." Ujarnya, ia melepaskan tepukan tangannya. "Jalanin dulu, nanti, lo bakal ketawa mengingat saat-saat paling terpuruk di hidup lo ... Orang yang bisa mengatur amarah adalah pemenangnya." Laki-laki itu tersenyum. "Gue balik, ada sesuatu yang harus di kerjain. Semoga, lo bisa melewatin semuanya. Semangat!" Setelah mengatakan ini, laki-laki berpakaian sekolah kumplit pergi meninggalkan Dylan yang masih membisu di tempat.
Sudah lama sekali, Dylan tidak pernah mendengar orang yang menghiburnya dengan cara menyejukkan seperti ini. Tiba-tiba Dylan menjadi orang bodoh yang tidak bisa menahan amarahnya. Untung saja ia hanya melamun di tengah jalan, bagaimana kalau kejadian yang paling menakutkan hinggap di pikirannya?
Alasan dia masih hidup dan adiknya yang sudah meninggal pasti adalah ia bisa melewati semua rintangan. Bukan hanya terus berpikiran terpuruk. Pasti Dylan bisa melewati cobaan ini, Dylan tidak mau kalah, Dylan tau ia bisa menjadi pemenangnya, asalkan Dylan bisa menguasai amarah untuk tidak seenaknya.
Seketika, mata Dylan berkedip-kedip, mengingat ia belum mengucapkan kata maaf yang benar dan mengucapkan terimakasih karena telah membuka pikirannya. Bahkan bodohnya Dylan tidak tau bahwa pria tadi sudah lama pergi, Dylan juga tidak tanya namanya siapa.
Akhirnya Dylan memutuskan untuk pulang.
Setelah sampai, ia rebahkan dirinya di ranjang lalu berselancar di media sosial mencari lowongan pekerjaan. Setelah dua jam, ia tidak bisa menemukan apa-apa. Kebanyakan syaratnya lulusan S1. Dylan hanya bisa gigit jari.
Membuka aplikasi whatsapp, Dylan bermaksud untuk meminta pertolongan Amanda, ia ingin meminjam uang sebesar dua juta rupiah untuk menambah uang kontrakan dan biaya hidup. Karena Dylan akan melunasi biaya kontrakan tiga juta dari tabungannya. Dylan mulai mengetik dengan ragu-ragu, ia tau bahwa ia sering membuat Amanda kerepotan.
"Dylan Byantara!" Ketukan pintu kontrakan terdengar keras. Dylan tau siapa yang sedang mengetuk itu.
Setelah membuka pintu, bu Serli dengan tampang sinisnya menoleh kesal pada Dylan. "Mana uangnya!?"
Dylan menunduk "Saya ambil dulu di ATM ya, bu?"
Bu Serli menegaskan. "Saya beri waktu satu jam!" Setelah mengatakan ini, bu Serli menutup pintu dengan kasar membuat Dylan bergetar.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Story
Short StoryDylan Byantara yang kini hidup sebatang kara karena insiden mengerikan itu lebih memilih kabur dari rumahnya. Lulus SD ia pergi, dan bekerja di restoran yang sudah bangkrut. Bagaimana ia bertahan hidup? Justru teman masa kecilnya yang menyelamatkan...