16.

264 37 2
                                    

Di perjalanan yang sudah mulai temaram, karena warna jingga muncul dengan gagahnya, angin semilir sepoi-sepoi membuat Dylan sedikit kedinginan. Kaus pendek yang ia kenakan sukses membuatnya memeluk dirinya sendiri.

Kenzie menyetir dengan sungguh-sungguh, di perjalanan ia tak berbicara apa-apa. Sekarang, Dylan tau kebiasaan Kenzie ketika serius ia tak akan bersuara. Motor metik jaman sekarang membuat kaki Dylan terbuka lebar-lebar. Baru kali ini, ia di bonceng oleh Kenzie. Kenzie memang tak suka kebut-kebutan, ia menyetir dengan kecepatan sedang.

Sebenarnya, ini bukan kali pertama Kenzie ke rumah Amanda. Waktu itu, Kenzie mengantar Dylan ke rumah Amanda saat ia pamit akan bekerja di laundry milik bu Sopie. Namun saat itu, Kenzie memesan taksi online karena barang bawaan yang Dylan bawa cukup banyak. Seberusaha mungkin Dylan menolak Kenzie bersikukuh ingin mengantarnya. Akhirnya, Dylan menyetujui.

Seperti sudah hafal semua belokan jalan kerumah Amanda, Kenzie tak pernah bertanya pada Dylan tentang jalan. Dan ternyata Kenzie memang penghafal jalan terbaik.

Setelah sampai di depan rumah Amanda. Amanda terlihat sedang memberikan pakaian pada pelanggan. Dylan turun dari motor Kenzie dengan susah payah, karena tubuhnya yang pendek, dan motornya yang jangkung membuat Dylan sedikit kesulitan.

"Bisa enggak?" Tanya Kenzie menoleh Dylan.

"Bisa, Ken. Tahan bentar ya." Dylan berujar seraya turun dengan sedikit meloncatkan kakinya. Akhirnya ia mendarat sedikit oleng.

"Makasih, Ken. Padahal enggak perlu repot-repot anterin gue, jauh banget, kan, lo pulang." Dylan merasa bersalah.

"Sekalian jalan-jalan." Kenzie tersenyum.

Sebenarnya, Dylan mengakui bahwa Kenzie adalah teman baik. Bahkan sampai repot-repot mengantarnya seperti ini. Padahal jarak dari rumah Amanda ke rumah Kenzie amat jauh. Harus melewati sekolah Bhayangkara dulu.

Amanda keluar dan berjalan mendekati Dylan juga Kenzie. Senyum cantiknya terlihat.

"Eh dianterin sama Kenzie. Padahal jauh banget loh kesini." Amanda tersenyum. "Yuk, Ken masuk dulu. Istirahat dulu sebelum tancap gas lagi."

"Nyokap lo lagi apa?" Tanya Dylan. Ia hanya takut jika mengganggu bu Sopie. Karena di jam-jam seperti ini bu Sopie malah terbangun.

"Baru aja tidur, abis minum obat." Amanda menjawab.

"Yaudah, yuk, masuk dulu bentaran. Minum dulu." Ajak Dylan, dan Kenzie mengangguk menyetujui.

Akhirnya Kenzie masuk kedalam rumah.

Rumah Amanda sangat sederhana. Di sampingnya terdapat tempat laundry dengan ruangan kecil. Kenzie tau bahwa Dylan pasti tinggal disana. Sementara rumah Amanda di sampingnya, jika Dylan ingin berkunjung ia harus keluar dulu, hanya berdempetan tetapi tidak satu rumah.

Ketika membuka pintu langsung terdapat sofa minimalis. Namun ada beberapa lubang kecil di setiap sudut-sudut sofa tersebut. Dinding yang telah usang, hingga beberapa catnya sudah ada yang mengelupas. Hanya ada satu jam dinding menggantung di atas, tak ada apapun bahkan foto-foto keluarga Amanda.

"Duduk, Ken, gue ambilin minum dulu." Amanda berujar sembari berjalan ke dapur, Kenzie sedikit mendongak, disana ada kursi yang terbuat dari kayu, tapi sepertinya di tiduri oleh seseorang.

Dylan tentu tau kemana bola mata Kenzie tertuju. "Itu bu Sopie lagi tidur."

Kenzie menoleh Dylan dengan mata menyipit. "Kenapa tidurnya diluar? Kedinginan, mana alasnya cuma itu."

"Nanti tengah malem bakal masuk kamar. Tidur dulu di situ biar gampang buat ke wc."

Kenzie mengangguk mengerti.

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang