Sudah seminggu ini Dylan dirumah Amanda, bekerja sebagai penyetrika pakaian. Namun ia juga tak bisa istirahat sama sekali. Lelah, memang. Tetapi ia juga sadar bahwa lagi-lagi ia menumpang dirumah orang lain.
Selain menyetrika, semua laundry Dylan yang kelola, dari mulai menjaga resepsionist, mencuci, menyetrika bahkan sebagai kasir ketika ada yang mengambil barang. Belum lagi, ia harus menyapu rumah dan membereskannya. Memasak masakan juga Dylan yang mengerjakan.
Dari awal datang, ternyata bu Sopie sedang sakit, tiba-tiba stroke itu datang tanpa aba-aba. Membuat ia hanya bisa berbaring, atau hanya bisa duduk. Beliau tidak bisa mengerjakan apapun. Suaminya bekerja diluar kota, dua bulan nanti ia bisa pulang, tanggung katanya. Amanda juga sibuk mencari pekerjaan lain, katanya di laundry ia tak bisa mengumpulkan uang. Apalagi ibunya yang pasti harus berobat jalan, juga Amanda harus mengumpulkan demi bisa kuliah. Cita-citanya sebagai bidan membuat Amanda tetap semangat meskipun di suasana yang sulit seperti ini.
Meskipun Dylan kelelahan, tapi tak selelah ia berjalan jauh mencari lowongan pekerjaan. Ia bisa mencari uang lima puluh ribu sehari saja sudah untung.
Amanda sedang menyuapi ibunya bubur buatan Dylan, sedangkan Dylan berada diruangan tempat pencucian, yang bisa ia sebutkan kamarnya. Tempat kecil penuh sesak oleh barang-barang laundry berserakan. Tetapi, tak membuat Dylan patah semangat, meskipun ia hanya tidur beralaskan selimut tanpa bantal, Dylan tak mengeluh.
Saat sedang melipat pakaian kering Amanda datang membawa nasi goreng. "Dyl, makan yuk." Ajaknya, Amanda sudah memakai pakaian santai. Satu tangannya memegang piring penuh nasi goreng, satu lagi memegang gelas besar berisi air minum.
Dylan memberhentikan aktifitasnya. "Gue udah makan tadi sore." Jawabnya.
Amanda duduk sila disamping Dylan. "Ini udah jam sepuluh, makan malem aja." Ujar Amanda. "Gue kangen makan sepiring berdua sama lo." Amanda tertawa seraya menyenggol lengan Dylan.
"Yaudah sini, kita makan bareng lagi." Dylan menepuk tempat kosong di depan, dengan sendirinya nasi goreng berpindah tempat oleh Amanda.
Mereka berdua melahap nasi goreng dengan tangan. Menikmati suapan demi suapan yang terasa seperti menelan duri-duri mawar. Sungguh sangat menyakitkan.
Disamping, Dylan menoleh Amanda, Amanda tersenyum tulus, tetapi matanya berembun. Dylan juga tersenyum, mencoba menahan air mata yang siap tumpah kapan saja. Tanpa mereka ketahui, mereka tertawa dengan penuh luka. Dan akhirnya, Amanda meneteskan satu air mata, dengan buru-buru mengusapnya.
Amanda tau betul bagaimana perjuangan Dylan, bagaimana ia menghadapi dunia yang penuh sandiwara ini, bagaimana sengsaranya ia. Dylan adalah laki-laki tegar, adalah laki-laki pantang menyerah demi menjalani kehidupan. Padahal awalnya, Dylan seorang yang berkecukupan. Namun, Amanda tau Dylan tak pernah mengeluh tentang kerasnya dunia yang sekarang Dylan tinggali.
Dylan juga tau Amanda adalah perempuan baik. Amanda wanita pekerja keras demi mengurangi beban hidup keluarganya. Ia rela kekurangan tidur, ia rela berlelah-lelah demi bisa bersekolah dengan baik. Rela tak pernah jajan enak. Bahkan ketika teman-teman sekolahnya pergi bermain atau berpacaran Amanda justru sibuk mengelap keringat karena kecapean.
Mereka berdua telah mengerti satu sama lain. Sakit yang mereka rasakan, adalah sakit sebagai pembangkit di masa depan.
Mereka bisa menjadi penguat masing-masing di berbagai keadaan.
"Maafin gue ya, Dyl." Amanda menyeka air matanya. "Lo malah direpotin sama gue. Kalau lo capek, lelah bilang sama gue, ya? Gue enggak tau harus sama siapa lagi. Lo malah yang ngurusin nyokap gue, padahal disini, lo yang mau kerja."
Dylan menepuk-nepuk bahu Amanda, mengungkapkan bahwa semuanya baik-baik saja. "Nyokap lo udah gue anggap nyokap sendiri, Man. Ngurusin beliau, enggak cukup gantiin kebaikan kalian ke gue." Ujar Dylan. "Lo cari duit aja, belajar yang bener. Calon bidan masa depan udah bisa gue liat." Dylan sedikit tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Story
Short StoryDylan Byantara yang kini hidup sebatang kara karena insiden mengerikan itu lebih memilih kabur dari rumahnya. Lulus SD ia pergi, dan bekerja di restoran yang sudah bangkrut. Bagaimana ia bertahan hidup? Justru teman masa kecilnya yang menyelamatkan...