Entah karena perjalanan jauh, atau memang sudah beberapa hari kekurangan tidur. Setelah sampai hotel, Dylan malah tertidur begitu damai. Hingga sekarang pukul satu pagi ia tak terusik. Pakaian yang ia kenakan belum diganti, bahkan dari tadi ia hanya makan satu kali.
Biaya hotel Niko yang tanggung, ia sengaja memesan satu kamar hotel dengan ekstra bed. Mereka berlima mengumpul di kamar hotel ini.
Semua keperluan memang sudah di siapkan dengan sebaik-baiknya. Kenzie bertugas mengatur biaya transportasi dimulai dari taksi online hingga tiket KA. Niko bertugas menyiapkan hotel selama dua hari dua malam. Urusan makanan Gilang yang mengatasi, dan tiket masuk ke candi Borobudur atau ke tempat wisata lainnya Danish yang mengatur.
Ponselnya masih menyala hingga menjelang pagi, nama GamGantenk terus membuat ponselnya tak bisa istirahat. Niko tak berniat untuk menjawab telepon, meskipun ia melihat bahwa adik laki-laki Amanda terus menganggu.
Gilang dan Danish baru saja tertidur, sementara Kenzie pergi keluar. Ia bahkan mengingat Dylan yang belum makan apapun, Kenzie membeli beberapa makanan ringan juga nasi goreng untuk Dylan jika ia terbangun.
Saat ini, Niko duduk disamping Dylan yang terlelap, matanya fokus melihat televisi yang menayangkan box office di saluran televisi internasional.
Tiba-tiba Niko merasakan guncangan dari kasurnya. Lalu menoleh Dylan. Saat ini Dylan tengah sibuk melihat kiri dan kanan dengan heboh. Wajahnya yang masih sayu karena nyawanya belum terkumpul cukup membuat Niko gemas. Rambutnya yang memang agak panjang berantakan. Setelah mata Dylan menoleh Danish dan Gilang yang tidur saling tumpang tindih, ia akhirnya sadar bahwa ini memang sudah malam.
"Tidur lagi aja, pagi masih lama." Kata Niko.
Mendengar seseorang, Dylan akhirnya sadar dengan sepenuhnya. Ia mengucek-ngucek kedua mata, lalu menguap. Niko tertawa gemas melihat Dylan seperti ini.
"Jam berapa sih, Nik? Gue ketiduran kayaknya. Gimana, jadi enggak jalan-jalan ke Malioboro?" Tanya Dylan. Sepertinya, semangatnya tak luntur.
"Pukul dua." Niko berujar. "Lo mau jalan-jalan keluar?" Tanyanya. Kapanpun Dylan ingin bepergian, Niko akan mengantarnya dengan senang hati.
Dylan menghembuskan nafas kecewa. Dari masuk hotel ia hanya membuang-buang waktu dengan tertidur. Lagi pula, Dylan sudah lupa tidur beralaskan kasur empuk. Karena di rumah Amanda, ia hanya tidur beralaskan selimut. Hanya menempel kasur saja, Dylan langsung tepar.
Meskipun Dylan menyetujui ia ingin jalan-jalan itu terlalu egois. Besok mereka akan pergi untuk wawancara Borobudur. Jika tetap keluar, Niko tak mungkin bisa tidur. Ia pasti akan kecapekan esoknya.
"Enggak, ah." Jawab Dylan. Merasa ada yang kurang, mata jernih milik Dylan menyapu ruangan. "Kenzie kemana?"
"Pergi cari makanan." Mendengar ini Dylan mengangguk mengerti.
Dylan bahkan lupa bahwa ia sekarang punya ponsel. Harusnya mengabari Amanda tentang keadaannya sekarang. Namun sepertinya Dylan memang lupa. Ia tak mencari-cari keberadaan ponselnya, yang memang ponselnya bersembunyi ulah Niko karena mengganggu.
Dylan duduk melamun, terlihat sedang mengumpulkan nyawanya, sementara Niko kembali menonton film di depannya.
Pikiran Dylan tiba-tiba menerawang, ia ingat bahwa Niko memang laki-laki yang dulu. Tapi, sepertinya Niko tidak ingat sama sekali kepada Dylan. Ia bahkan tak mengungkit waktu itu. Merasa penasaran Dylan mencoba memberanikan diri.
"Nik?" Tanya Dylan menoleh Niko.
"Hm?" Jawab Niko tak menoleh kembali pada Dylan. Matanya fokus kedepan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Story
Short StoryDylan Byantara yang kini hidup sebatang kara karena insiden mengerikan itu lebih memilih kabur dari rumahnya. Lulus SD ia pergi, dan bekerja di restoran yang sudah bangkrut. Bagaimana ia bertahan hidup? Justru teman masa kecilnya yang menyelamatkan...