17.

253 44 2
                                    

"Dyl, titip nyokap ya. Nanti malem barang datang, kayaknya gue lembur." Amanda berbicara dengan tangannya sibuk mengganti seragam sekolah ke seragam kerja. Anak perempuan itu memang tak kenal kata lelah, setelah pulang sekolah, ia dengan tergesa mengganti pakaian. Tak sekalipun istirahat sekedar membuat keringatnya kering karena berjalan jauh untuk sampai rumah.

Itu juga yang Dylan dapatkan dari sosok Amanda. Biarpun wajahnya cantik, memiliki senyum yang merekah, kepribadian yang ceria juga otak yang mumpuni tak membuat Amanda menyombongkan dirinya, ia justru sangat sederhana tak banyak tingkah. Ketika teman-teman seusianya sibuk gonta ganti pasangan, Amanda sibuk mempersiapkan masa depan.

Di rasa semua keperluan bekerjanya sudah beres, Amanda menguncir asal rambut sebahunya. "Minggu depan si Agam balik, katanya inget nyokap. Lo bisa fokus jaga laundry."

Dylan berhenti menggosok karpet. Keringat yang nyaris terjatuh dari dahi ia usap. "Nyantai kali, Man. Lagian nyokap lo udah agak mendingan sekarang, ngapain si Agam balik? Bentar lagi kan ujian."

Amanda terduduk, kedua tangannya sibuk memakai sepatu. "Gue juga udah bilang gitu, tapi tetep aja si Agam mau balik, katanya ada libur empat hari dari sekolahnya." Selesai menali sepatu, Amanda berdiri. "Yaudah, ya, gue berangkat udah telat sepuluh menit."

Dylan melambai pada Amanda yang langsung berlari ke jalan raya.

Hari ini pesanan laundry lumayan banyak. Apalagi boneka-boneka besar juga karpet berbulu sukses membuat Dylan kelelahan. Ia harus mengarahkan tenaga gede untuk menggosok. Di tengah menggosok, Dylan juga harus hati-hati. Apalagi mencuci boneka yang sangat sensitif. Ketika bulu-bulu halusnya harus kembali lembut dan tak bisa di sikat sembarangan.

Selesai mencuci tiga boneka besar dan dua karpet, Dylan menjemurnya di depan, sepatu bots yang ia gunakan telah basah sampai dalam membuat kaki Dylan kegatelan disana. Sudah terbiasa, ketika bermain dengan sabun dan air lama-lama kulit akan terkena jamur. Dylan hanya akan mengoleskan salep sebagai pereda gatalnya.

Malam sudah kembali datang, bu Sopie sudah tertidur nyenyak. Bagaimanapun obat seharga satu juta berhasil membawa perubahan pada bu Sopie. Sedikit demi sedikit bu Sopie mulai bisa menggerakan tangannya dengan lebih sering. Perlahan ia sering menyunggikan senyum. Meskipun ia masih sulit untuk berbicara karena mulutnya masih sedikit miring.

Jam menunjukan pukul sebelas malam, Dylan duduk di luar, menunggu Amanda pulang. Biasanya wanita energik itu akan pulang pukul sepuluh. Karena pesannya ia pulang telat Dylan putuskan untuk menunggunya. Duduk di dalam rumah ia akan canggung meskipun bu Sopie sudah masuk kedalam kamarnya. Duduk di ruangan laundry Dylan harus memberitahu Amanda bahwa hari ini bu Sopie bisa duduk. Akhirnya, Dylan menatap bintang-bintang sendirian.

Sebenarnya, ada rindu yang tak tersampaikan pada ombak. Dulunya, Dylan tinggal di pesisir pantai, begitu namanya identik dengan pantai. Dylan yang artinya; Anak laut. Namun, laut juga yang membawa petaka masuk kedalam kehidupannya. Sampai detik ini, bahkan Dylan tak ingin melihat air yang lebih luas dari air di dalam wc.

Seberusaha Dylan memaafkan dirinya sendiri, sebegitu kuat ia membencinya dirinya.

"Dylan!" Teriak Amanda riang gembira.
Ia berlari setelah melihat Dylan yang duduk melamun di tengah malam. Dylan tersenyum lebar dan Amanda sudah duduk disampingnya. "Kangen kampung, kan, lo." Ujarnya tepat sasaran, seolah Amanda dapat membaca jalan pikiran sahabatnya.

Dylan menempeleng kepala Amanda. "Sok tau!"

Amanda tertawa. "Nyokap apa kabar?"

Setelah mendengar itu, Dylan sedikit berantusias, ia duduk berhadapan dengan Amanda. "Tadi nyokap lo bisa duduk sendiri anjir."

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang