Assalamualaikum...Sebelumnya makasih Karena mau membaca part ini🤗
Jangan lupa follow yahHappy reading
Typo bertebaran!•
•
•
•Bukh!
Banyak pasang mata yang melihat aksi seorang pria melempar sebuah batu berukuran sedang ditengah jalan yang cukup sunyi. Sang pelaku membulatkan matanya saat korban ketidaksengajaannya itu malah berbuah picik.
Pria berambut ikal dengan badan yang cukup berisi dapat melihat jelas siapa orang itu. Ia mengusap keninnya dan merasa ada goresan disertai noda berwarna merah. Sontak saja ia panik akan hal itu.
"Anjir!" Pria itu mengumpat, menatap pelaku yang sudah kabur dihadapannya.
"Ngapain kalian diam? Kejar mereka!"
Sontak saja beberapa anak buahnya yang berjumlah dua belas orang tersebut langsung berlari mengejar dua pria itu.
Disisi lain, dua pria tersebut berlari kesetanan. Mereka bahkan menerobos lampu hijau dan itu membuat keadaan kacau, tapi saat itu juga menjadi kesempatannya kala dua belas orang tersebut sedikit terhalang mengejar mereka.
"Lo ... ngapain lari?!" tanya Pico dengan suara ngos-ngosan.
Kedua pria tersebut adalah Mirza dan Pico. Saat ini mereka berdua sedang berada diluar pesantren. Berawal dari Pico yang mengajaknya ke gubuk, membuat pikiran Mirza bertambah kacau.
Kemalangan terus terjadi saat Mirza mendapat pesan surat dari seseorang yang belum lama ini menjadi penerornya. Mirza tidak tau siapa pengirimnya yang jelas ada sangkut pautnya dengan ayahnya.
Hingga saat mereka berdua berniat kembali ke pesantren, Mirza dihadapkan dengan sekumpulan preman yang pernah ia lawan saat menyelamatkan seorang kakek tua dari pemalakan mereka. Tak salah lagi, itu adalah Kyai Hasan.
"Lo, juga, ngapain pake lempar batu segala?!" lanjut Pico.
Mirza masih terengah-engah, tangannya menyerukan agar Pico tak melontarkan pertanyaan padanya.
"Lo---" Namun, saat Mirza ingin berbicara, matanya menangkap orang-orang yang mengejarnya tadi. Dia yakin, mereka pasti melihat dirinya.
"LARI GOBLOK!!" Mirza tak habis pikir dengan Pico yang diam.
Mirza akhirnya berlari dengan menarik lengan baju Pico, keadaan mereka menjadi sulit untuk kabur saat mulai menginjak tempat yang begitu ramai. Dua belas orang yang mengejarnya semakin dekat dan itu membuat Pico maupun Mirza sontak panik.
"MINGGIR, WOYYY!"
"GUE MAU LARI, MINGGIR, BANG!"
"PICO AWAS, IKANNYA NYUNSUP KELANTAI!"
"MIRZA DEPAN LO!"
Wuss!!
Mirza melebarkan kedua bola matanya saat menabrak rak yang tersusun tinggi berisi telur ayam.
"BAU ANYER, ANJIR!!"
Di samping itu, Pico tiba-tiba berhenti berlari karena pandangannya tiba-tiba berwarna hijau.
"Za, LO DIMANA? GUE GAK BISA LIAT, ANJIRR!!"
"GOBLOK!!" Mirza segera menarik tangan Pico lalu menyingkirkan daun sawi yang berukuran pas diwajah Pico.
"MAAF, BU! SORRY, BANG!!"
Yakinlah, teriakan tersebut berasal dari kedua mulut manusia tak berakhlak. Berlari menerobos pasar yang cukup ramai membuat para pedagang sayur dan pedagang lainnya linglun. Dagangan mereka berserakan dimana-mana, apalagi saat Mirza mengambil beberapa telor dan ikan untuk melempar orang-orang yang masih mengejarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sekedar Santri
Novela Juvenil[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [ON GOING] Belum di revisi Pria dengan kopiah hitam dikepalanya yang sedikit miring tengah memandang satu bangunan yang cukup besar di hadapannya. Sarung yang tadinya ia pakai kini berada dilehernya dan bergelantungan bebas...