Assalamualaikum...
•
•
•
•Sudah menjadi hukum alam jika satu orang melakukan kejahatan dalam satu tongkrongan, maka dampaknya akan ikut menyeret orang lain. Sama halnya dengan Raden, dia yang berbuat salah maka ketiga temannya pun ikut di skors sesuai hukuman mereka dari pihak Pesantren.
Mereka menerima skors itu, lagi pula tidak ada Mirza disana, hanya karena pria itu-lah keempatnya ingin tinggal di pesantren. Namun, Sergio tak berbesar hati meninggalkan pesantren, dia memikirkan Nafisha yang masih ada didekatnya.
Sebelum meninggalkan Pesantren, Sergio pergi menemui gadis itu terlebih dahulu ditempat yang sering mereka kunjungi, tapi hanya pria itu yang berada disana karena suara Nafisah tak kunjung ia dengar setelah memanggilnya beberapa kali.
Sergio merosotkan bahunya lemas, perasaan gunda melandanya, ada sesuatu yang sangat penting ia katakan pada Nafisha sebelum meninggalkan tempat itu. Namun hanya kekecawaan yang dia rasakan, membuatnya terpaksa pergi dari tempat itu.
Bruk!
Sergio mendapatkan tonjokan untuk kedua kalinya dari Raden. Ketiga temannya itu menatap dirinya dengan penuh emosi dan amarah hingga satu pukulan lagi ia terima dari Pico.
"Kenapa lo lakuin itu, Hah?!" Raden mulai bersuara.
"Harusnya lo yang dibawa polisi bukan Mirza! LO PEMBUNUH YANG SEBENARNYA, GIO. LO PELAKUNYA!"
Deg!
Mulut Sergio keluh, kenyataan yang pahit tersebut seakan menusuk masuk kedalam ruang hatinya yang paling dalam. Dan yang paling membuatnya lebih sakit lagi adalah saat temannya sendiri yang berbicara seperti itu.
"JELAS-JELAS KITA SEMUA TAU BAHWA LIONTIN ITU PUNYA, LO! KENAPA LO GAK MENGAKU? KENAPA HARUS MIRZA?!"
"Sekarang gue tau, kenapa lo sangat jarang membagi waktu sama kita! KARENA LO YANG BERMAIN LICIK DIBELAKANG KAMI!"
"LO, KAN, YANG SERING TEROR MIRZA? NGAKU LO, BANGSAT!!"
Emosi Raden sedikit lagi akan meledak, ia kembali mendekati tubuh Sergio dan menariknya hingga wajahnya sangat berdekatan. Entah kenapa, Raden sangat muak dan benci melihat Sergio yang tak juga membuka suara.
"Kenapa, lo diam saja? Lo harus mengakui perbuatan lo. LO PEMBUNUH YANG SEBENARNYA, ANJINGG!!"
"Gue bakal seret lo ke penjara dan membesakan Mirza." Dengan emosi yang sudah memuncak, Raden menyeret sangat kasar baju yang Sergio gunakan agar membuat pria itu mengikuti langkahnya.
Baru saja ingin melangkah, Sergio melepaskan dirinya dari cengkraman Raden lebih kasar lagi. Diam nya dia tadi belum tentu menandakan apa yang diucapkan Raden adalah hal yang benar.
Sergio tidak ingin jikalau ketiga temannya itu menuduh dirinya tanpa bukti yang jelas. Lantas, apakah tak cukup jelas dengan keberadaan Liontin tersebut?
"Gue diam bukan berarti gue mengakui hal itu!" Kali ini waktunya ia berbicara.
Pico dan Radit mulai memfokuskan pandangannya pada Sergio. Memang dari tadi, mereka tak berniat menatap wajah Sergio, ia cukup kecewa dengan pria itu, mengorbankan satu teman untuk lari dari kejahatannya sendiri. Mereka sangat benci jika ada yang berkhianat dalam satu geng atau tongkrongan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sekedar Santri
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [ON GOING] Belum di revisi Pria dengan kopiah hitam dikepalanya yang sedikit miring tengah memandang satu bangunan yang cukup besar di hadapannya. Sarung yang tadinya ia pakai kini berada dilehernya dan bergelantungan bebas...