Assalamualaikum...
•
•
•
•Langkah Mirza yang tadinya cepat kini berubah lambat karena perhatiannya merujuk pada satu gadis. Ini ketiga kalinya dia berpapasan dengan wanita pemilik mata indah itu. Yah, setelah kejadian beberapa hari yang lalu, Mirzra terus mencari gadis ini, namun entah kenapa begitu sulit menemukannya dipesantren. Tubuh Mirza tak lagi berjalan ketujuannya, ia membalikkan tubuhnya dan mengikuti gadis itu berjalan.
Seperti seseorang yang tertarik akan sesuatu, Mirza terus berjalan mengekori wanita itu. Sesekali matanya berkedip, menatap wujud indah didepannya tanpa sepengatuhan gadis tersebut.
Tak hanya Mirza, Raden pun sama halnya namun gadis yang lain. Dengan arah yang berlawanan dengannya, seorang gadis berjalan sembari tersenyum ceria bersama temannya yang seakan membicarakan sesuatu yang menarik.
Raden terpukau. Sangat cantik! Mata Raden memandangi gadis itu hingga mereka akhirnya berpapasan. Senyum yang sempat pudar tadi membuat Raden sedikit kecewa, tapi sesaat kemudian dia kembali melihat gadis itu tersenyum.
Dilain sisi, Mirza memberanikan dirinya untuk menghampiri gadis itu. Ia berlari kehadapan nya yang membuat langkah gadis tadi terhenti seketika.
Ia menyodorkan tangannya dan berkata, "Mirza Utama!" Pria itu memperkenalkan dirinya sendiri.
Mirza tersenyum dihadapan gadis itu. Tatapannya tak bisa teralihkan dari mata sang gadis, bahkan tidak ada rasa pegal ditangannya yang terus tersodor kedepan. Ia seperti tersihir olehnya.
Merasa risih ditatap seperti itu, gadis tersebut mengambil langkah kekanan agar segera menghilang dari pria itu. Namun, hal itu tentu tak berjalan mulus saat Mirza menghalanginya lagi.
Uluran tangannya kembali ia berikan pada gadis itu dan untuk kedua kalinya, ia memperkenalkan diri lagi.
"Nama gue Mirza. Nama lo siapa?"
Gadis itu memundurkan langkahnya saat Mirza maju mendekatinya. Ia melirik kanan dan kirinya untuk melihat situasi. Dia khawatir jika ada senior atau Ustadz yang melihat mereka sedang berduaan saja.
"Maaf, bukan Mahram." Gadis itu menyatukan telapak tangannya, menolak uluran tangan Mirza.
"Memangnya kenapa kalau bukan Mahram? Gak boleh kenalan? Lagi pula, lo harus berterima kasih sama gue karena sudah nyelamatin lo dari preman itu."
Ya, gadis kemarin itu adalah gadis yang saat ini berada didepannya. Entah karena kebetulan atau jodoh, Mirza senang karena sempat menggenggam tangan gadis itu, walau dalam keadaan terpaksa.
Dalam jarak yang agak dekat seperti ini membuat hati Mirza berbunga-bunga. Walau gadis itu tak pernah memandang matanya, dia tetap senang karena bisa berhadapan langsung seperti ini.
"Boleh beri saya jalan?" ujar gadis itu.
"Nama lo dulu baru gue kasi jalan."
Gadis itu diam sejenak, dibalik cadarnya ia mengekspresikan wajahnya kesal. Namun, Mirza tidak akan tau itu karena hanya mata saja yang nampak. Lama ia berpikir membuat pria itu mengambil langkah lebih dekat.
"Azira Hamid!"
Jujur, Zira sangat takut jika berhadapan dengan pria seperti Mirza. Walau wajahnya yang cukup ganteng seperti itu, sangar dan kejam dapat ia lihat sekilas dari sana. Wajah Mirza seperti dipaksa untuk tersenyum menurut pandangan Zira.
Setelah memberitahu namanya, Zira mengira bahwa pria itu akan mudah memberinya jalan untuk pergi. Tapi itu hanyalah kebohongan belaka. Mirza tidak memberinya jalan sedikitpun, bahkan saat ia ingin mengambil arah lain, pria itu seakan tau kemana dia akan melangkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sekedar Santri
Ficção Adolescente[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [ON GOING] Belum di revisi Pria dengan kopiah hitam dikepalanya yang sedikit miring tengah memandang satu bangunan yang cukup besar di hadapannya. Sarung yang tadinya ia pakai kini berada dilehernya dan bergelantungan bebas...