26. RUAM MERAH

227 57 2
                                    


--------

HAPPY READING

🐾🐾🐾


Fajri menyusuri koridor bermaksud mencari Lyodra yang hilang entah kemana. Gilang juga tidak menyusulnya ke ruangan Dhika, jadi Fajri memutuskan untuk mencari gadis itu. Di rumah sakit sebesar ini, apa Fajri harus menyusuri semua ruangannya?

Fajri menghentikan langkahnya tak kala melihat seorang gadis sedang duduk merunduk sendirian di kursi taman rumah sakit ini.

Fajri berlahan mendekat dan ikut mendudukkan dirinya di sampingnya. "Kirain lagi nemuin dokternya Dhika, ternyata lagi nyantai di sini." Ucap Fajri seketika membuat Lyodra panik dan buru-buru menghapus air matanya yang meleleh.

"Gue duluan." Lyodra berdiri hendak pergi, namun Fajri mencekal tangan kanannya agar menetap.

"Di sini aja." Ujar Fajri menarik Lyodra duduk kembali.

"Gue tau seberapa sayang lo Dhika, tapi gue yakin rasa sayang Dhika ke lo lebih besar. Dhika pernah cerita ke gue. Dulu lo anak yang ceria dan termasuk aktif, ketawa bareng temen-temen lo, saling tukar cerita, dan selalu tersenyum manis." Fajri menjeda ucapannya. Kepalanya menengadah menghadap langit. Sedangkan Lyodra memilih menundukkan kepalanya dengan rambut yang menutupi sebagian wajahnya.

"Tapi semenjak kejadian itu, lo berubah seratus delapan puluh derajat. Lyodra yang dulu, hilang dan belum pulang. Menutup mulut atas semua tanya bahkan sampai dibilang bisu. Dhika cuma minta satu ke gue."

Lyodra mengangkat pandangannya menatap Fajri. Wajahnya benar-benar berantakan. Ia sedang berada dititik rapuhnya, ia tidak akan peduli dengan penampilannya, apa lagi didepan orang yang sudah ia letak percaya. Fajri merapihkan rambut Lyodra yang sedikit berantakan dan basah, menyisipkan rambut-rambut tersebut kebelakang telinganya. Lalu menghapus jejak air matanya.

"Dhika mau Lyodra yang dulu pulang." Ucap Fajri begitu lembut.

Setetes air mata kembali turun dari mata indah gadis itu. Fajri kembali menghapusnya. "Jangan nangis terus. Jelek banget muka lu!" Ujarnya bercanda. Lyodra memukul lengan atas Fajri membuat lelaki itu meringis.

Lyodra kembali menunduk. "Gue takut Dhika pulang duluan." Ucapnya sendu.

"Dhika gak akan pulang sebelum Lyodra yang dulu pulang." Bantah Fajri.

"Berarti gue gak perlu pulang, biar Dhika gak pulang. Iya 'kan?" Ujar lyodra tersenyum.

"Gak gitu.. maksud gue Dhika bakal nungguin lu." Balas Fajri meralat ucapan Lyodra.

Fajri mengeluarkan ponselnya, mengirimkan pesan singkat kepada Gilang. Berpesan untuk menjaga Dhika selagi ia dan Lyodra belum kembali. Dan Gilang menyetujuinya dengan imbalan traktiran.

Fajri berdiri dari tempatnya. "Ikut gue!" Ajaknya sambil mengulurkan tangan kanannya.

Lyodra mendongak menatap Fajri. "Kemana?"

"Ikut aja!" Balas Fajri. Dengan sedikit ragu Lyodra meraih uluran tangan Fajri.

Fajri membawanya ke parkiran dengan tangan yang masih setia menggenggam tangan Lyodra. Mereka masuk kedalam mobil, kali ini Lyodra di paksa duduk di depan-duduk disampingnya. Fajri memicu mobilnya lebih laju, lagi pula jalan yang dipilih Fajri adalah jalan yang sangat jarang di lalui orang-orang.

Sudah dua puluh menit lebih, Fajri belum juga menghentikan mobilnya. Tiba-tiba saja Lyodra merasa takut. Bagaimana tidak? Mereka berada di jalan yang amat-sangat sepi.

"Ji, mau kemana?" Tanya Lyodra hati-hati.

"Suatu tempat favorit gue." Balas Fajri tanpa meliriknya sedikit pun.

Before You Say GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang