39. BIRU GELAP

231 58 5
                                    


Mulmed : Anneth - mungkin hari ini hari esok atau nanti.

-------

HAPPY READING

🐾🐾🐾


Jasad Dhika sudah selesai dikebumikan sejak tadi, setelah adzan berkumandang dan setelah disolatkan. Anak-anak un1ty datang atas seizin kak Patrick, lengkap dengan Fenly dan juga mamanya.

Fajri dan Lyodra bersebrangan arah, ia berdiri disebelah Zefni dan Bram yang sedang berjongkok menemani Caramel yang tengah berbincang dengan makam Dhika. Meskipun gadis kecil itu jarang berkomunikasi dengan Dhika, namun ia mengaku juga menyayanginya.

Tatapan Lyodra jatuh tepat pada nisannya. Ia tidak menangis, tidak juga menatap kosong, hanya saja sulit diartikan. Zefni berdiri, lalu merangkul bahu Lyodra, mengusap-usap supaya lebih tenang.

"Rumah baru Dhika sempit ya, Tan?" tanya Lyodra yang hanya mampu Zefni balas dengan anggukan kepala.

Satu persatu orang yang ikut datang kini mulai pergi. Menyisakan Lyodra, Zefni, Caramel, Bram, serta anak un1ty dan Venny. Lyodra menekuk kedua lututnya ke lantai bumi, mengusap-usap papan bertuliskan 'Radhika Andrajaya bin Andrawica' 15 Juni 2008 - 25 September 2020.

Gadis yang bersandang sebagai kakak dari Dhika itu menaburkan segenggam terakhir kelopak bunga mawar di atas gundukan tanah dihadapannya.

Caramel mendekati Lyodra, ia mengambil salah satu kelopak mawar yang baru saja Lyodra tabur. "Kenapa ada yang warna hitam, kak? Busuk ya?"

Lyodra terkekeh pelan. "Enggak busuk, kok. Itu memang mawar hitam, mawar kesukaan kak Oca. Biar di surga sana, bang Dhika tetep inget kak Oca." Meskipun berat, ia tetap memaksakan tersenyum kepada anak kecil tersebut.

Dari tempatnya, Fajri dan yang lain hanya memperhatikan sedari tadi. Bram segera menggendong Caramel, bersiap untuk pulang.

Zefni menepuk pelan bahu sang keponakan, bermaksud mengajaknya pulang bersama. Namun dengan cepat Lyodra menggeleng. "Tante pulang aja duluan, Oca masih mau disini."

Zweitson menepuk pundak Fajri yang sedari tadi diam memperhatikan Lyodra. "Ayo balik!" ajaknya. Fajri menggeleng tiga kali, masih dengan tatapan yang tertuju kepada gadis favoritnya.

"Ya udah, nih." Farhan melempar kunci mobil mereka yang dengan gesit Fajri tangkap. "Hati-hati pulangnya!" pesannya.

"Emang muat?" tanya Fajri.

"Gue ma mama persen taxi kok, kita mau ke resto dulu." sahut Fenly membuat Fajri menganggukkan kepalanya.

Setelah semuanya pulang, masih ada keluarga kecil Zefni, Fajri dan Lyodra yang masih bertekuk lutut sambil mengusap nisan sang adik. Perlahan Fajri mendekati gadis itu, berdiri cukup dekat dengannya.

"Ra?" Panggil Fajri lembut.

Lyodra mendongak ke sumber suara, segera berdiri berhadapan dengan Fajri. "Gue turut berdukacita," ujar laki-laki itu tersenyum.

Zefni menepuk bahu Lyodra. Gadis itu membalik badannya, mendapati Zefni yang menyodorkan sebuah amplop berwarna biru gelap. Ia menatap tantenya, beralih kepada makam Dhika, lalu kepada Zefni lagi.

"Tulisan Dhika," ujar Zefni tersenyum lembut.

Meski ragu, gadis itu tetap mengambilnya, tangannya terlihat sedikit bergetar. Dari luar amplop tertera nama lengkap Lyodra.

"Dhika nulis itu itu saat kamu lagi ngedate bareng Fajri." Zefni menatap Fajri sebentar, anak itu terlihat salah tingkah, "hari itu, Dhika sempet ngobrol sama Tante, sebelum akhirnya dia ngasih amplop itu. Dia yakin banget kalau nanti dia bakal ninggalin kamu dalam waktu yang dekat. Semuanya dia tulis di amplop itu. Kenapa warnanya biru gelap? Katanya percampuran kamu sama dia, Dhika biru dan kamu gelapnya."

Before You Say GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang