36.DARAH DAN OPERASI

231 52 6
                                    


Sejauh ini nyambung gak, sih😌?

Suka gak?

Ada yang selalu nunggu cerita ini up?😶

Ayo beri Lyodra 🌟!

--------

HAPPY READING

🐾🐾🐾


Malam menjelma pagi, matahari mulai berani menampakkan diri kepermukaan. Di sebuah rumah sakit bernama besar Tiara, seorang kakak yang menjelma menjadi sosok ibu sedang berusaha mengatur kondisi hatinya yang ia sendiri pun tidak tau mengapa?. Gadis cantik itu beranjak menuju jendela ruangan milik sang adik. Melayangkan pandangan kosongnya keluar.

Sang adik yang baru saja terbangun menyipitkan matanya kala menangkap ada sosok lain didalam kamarnya. "Nanti kesurupan!" Ujarnya dengan suara yang masih serak khas orang bangun tidur.

Lyodra terkesiap dari lamunannya. Senyuman tulus yang telah lama tidak terlihat kembali ia perlihatkan. Ia duduk di kursi sebelah brankar Dhika. Tangan kirinya bergerak mengusap lembut surai hitam legam sosok yang tengah terbaring lemah.

"Gue sayang sama lo." Seperti ada tangis yang ditahan kala gadis itu mengucapkannya.

Pagi-pagi buta ia harus terbangun saat mendengar rintihan kecil dari bibir Dhika. Ternyata laki-laki itu tengah melawan rasa sakit dibawah alam sadarnya. Sedikit cairan berwarna merah kental mengalir dari hidungnya. Itu sebabnya Lyodra tidak bisa tidur lagi, pikirannya berkecamuk. Maag, Apa bisa separah ini?

Dhika menggeser kepalanya agar lebih dekat dengan sang kakak, ia menyunggingkan senyumnya. "Gue lebih sayang, kak. Lo kenapa tiba-tiba gini?" tanyanya dengan lembut. Merasa aneh dengan sang kakak yang bersikap lemah seperti ini. Karena Lyodra yang ia kenal adalah gadis kuat yang benci terlihat lemah.

Lyodra menundukkan kepalanya, tidak bisa lagi menahan air matanya. Perlahan, cairan bening dari matanya itu melintas turun tanpa diiringi tangis. Dhika mengangkat tubuhnya, semakin merapatkan tubuhnya, lalu memeluk hangat Lyodra.

"Lo kenapa?" tanya Dhika, lagi. Ia mengusap-usap punggung yang selama ini terlihat kokoh dihadapannya. Punggung itu memang tidak bergetar, napas itu memang masih teratur, tenggorokan itu juga tidak mengeluarkan isak tangis, tapi Dhika yakin sosok dalam pelukannya tengah kembali rapuh. Bunga itu sedang layu.

Tangan Lyodra terangkat balas memeluk Dhika. "Jangan pergi terlalu cepat," ucapnya dengan sura parau. Matanya memejam, membuat air matanya kembali menetes dan diserap oleh baju rumah sakit Dhika.

Senyuman yang terlihat hambar itu menghiasi bibir Dhika, apa kakaknya ini sudah tau kebohongan yang ia sembunyikan? Atau laki-laki yang ia percayai itu sudah memberitahukannya?.

"Gue akan tetep sama lo, kak. Gue selalu ada disisi lo." Suaranya berubah serak, pertahanannya memang selalu lemah jika sang kakak tengah lemah, seperti saat ini.

Tidak ada sahutan lagi dari Lyodra. Mereka sama-sama terdiam dalam pelukan satu sama lain, membuat suasana pagi ini terasa hangat dengan kesunyian.

"Dinner semalam, gimana?" tanya Dhika setelah cukup lama mereka terdiam. Mencoba mengalihkan topik yang sempat galau.

Masih dalam pelukan Dhika, Lyodra menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Dhika, mencium aroma yang khas dari adiknya, meskipun ia baru bangun tidur.

"Geli, woy!" Dhika menggerakkan kepalanya untuk menghalau wajah Lyodra, ia memang mudah geli.

Before You Say GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang