44. EXTRA CHAPTER

140 12 0
                                    


“Bukankah kehilangan merupakan mimpi buruk yang tak mudah dilupakan?”

---


Udara sore tidak terlalu buruk bagi seseorang yang ingin menghabiskan waktu sendiri. Ditemani alunan musik dari headphone serta kenangan yang belum memudar. Membantunya menikmati kekosongan di tempat ini. Danau dengan air jernih dihadapannya pernah menjadi saksi betapa indah senyum seseorang yang telah lama hilang.

Di tangan satu-satunya pemuda yang ada di sana, terdapat sepucuk surat. Begitu headphone ia singkirkan bunyi detik dari jam pada pergelangan tangan kirinya menyambut.

Senyum Fajri terukir, meskipun tipis, dunia harus tau bahwa lengkungan tersebut adalah obat dari sosok yang tengah berjuang tuk bahagia.

Secarik kertas yang Lyodra selipkan pada kotak jam tangan pemberiannya mulai Fajri buka. Lagi, pemuda itu tersenyum, kali ini lebih lebar. Namun, kalian tidak perlu berharap banyak dari gadis seperti Lyodra Cassandra. Sebab isi dari surat tersebut hanyalah...


“Mukanya jangan datar-datar amat. Senyum gak bikin Lo miskin.”


"Sialan," umpat Fajri. Memang salah meletak harap pada manusia. Nyatanya seperti resep kue di sosmed yang ketika selesai justru tak berbentuk.

Dengan begitu, surat tersebut ia simpan dalam tabung kecil yang baru kemarin ia beli hanya karena gemas.

Helaan napas terdengar darinya. Tidak ada siapapun di sini, hanya Fajri seorang. Sudah berjalan seminggu sedari gadis cantik itu meninggalkan Indonesia. Kehilangan seorang teman sepertinya bukan hal pertama bagi Fajri, hanya saja kali ini berbeda. Tidak ada lagi gadis yang bisa ia ganggu hanya karena ingin melihatnya tersenyum bahkan marah.

Teknologi memang bisa menghadirkannya untuk kembali bercengkrama, namun tidak bisa menghadirkannya kembali di sisinya. Jari-jemari pemuda tersebut bergerak lincah pada layar ponselnya, ia berniat menelpon gadis yang sedari tadi menari dalam pikirannya. Namun tidak ada tanggapan bahkan pada panggilan keempat.

Helaan napas Fajri terdengar. Mungin ia akan melakukannya lagi nanti. Lantas sekarang apa yang harus ia lakukan? Hanya headphone yang kembali terpasang dan matanya kembali menikmati pemandangan sekitar. Sebentar lagi ia akan pulang. Niatnya datang kesini untuk menelpon gadis itu sambil menikmati tempat bersejarah dalam kisah mereka, namun ternyata wacana.

Kali ini lagu yang ia putar adalah lagu miliknya, lebih tepatnya grupnya. Coba Cintaku sudah lama sekali tak ia dengarkan.  Ponsel dalam genggamannya terasa bergetar. Senyumnya sudah mengembang berpikir bahwa sang penelepon adalah Lyodra. Namun nyatanya nomor baru tak dikenal yang tertera.

Kening Fajri berkerut. Ini adalah ponsel pribadinya, bukan ponsel berisi dirinya sebagai seorang idol. Siapa yang berhasil mendapatkan nomornya? Apa mungkin fans yang tak tau privasi atau random call dari orang-orang gabut? Dua panggilan tak ia acuhkan, hingga panggilan selanjutnya terpaksa ia angkat dengan dugaan penting.

"Siapa?" Fajri tak ingin basa-basi. Mood-nya sudah cukup rusak karena sosok di sebrang ponsel.

"Hai, bro!"

Ponsel yang semula pemuda tersebut dekatkan pada telinga kini ia jauhkan kala suara seorang laki-laki dari sana menyapa.

"Gak jelas..." Gumam Fajri cukup pelan. Hendak mengakhiri panggilan tersebut, jika saja sosok itu tak menyela lebih dulu.

"Lyodra."

Hal yang mampu membuat degup jantung Fajri sedikit lebih cepat. Mengapa nama gadisnya dibawa-bawa?

Before You Say GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang