-MyEnemyMyLover-"Masih kuat, Han?"
Hani menoleh ke arah Laskar yang tengah tertawa saat menatapnya. Ia berdecak pelan dan kembali menoleh ke depan.
"Kaili usil sama lo nya itu, nggak bosan. Heran gue, Han," lanjut Laskar masih mau membahas tentang kelakuan Kaili pada Hani.
Hani menoleh dengan wajah kesal setelah mendengar kalimat Laskar. "Heh! Lo temannya aja, heran. Apalagi gue."
"Tapi ya, Han," ujar Laskar membuat Hani kembali menoleh dengan kedua alis terangkat. "Kaili tuh, jahilnya cuma sama lo doang. Sama cewek lain, kagak."
Hani memberikan tatapan jijik pada Laskar membuat cowok itu tertawa pelan.
"Lo mah, temannya. Segala tentang dia, lo bagus-bagusin. Biar apa ngomong kek gitu barusan? Biar dikira cuma gue satu-satunya cewek yang dijajah sama dia? Biar gue kira, gue spesial pakai karet dua, gitu?" tanya Hani dengan sedikit amarah. Ia emosi lama-lama jika membicarakan tentang Kaili.
Laskar menggelengkan kepala, ia menatap Hani terperangah. "Pantasan jadi ketua klub seni, ye? Lo ngomong aja kek nge-rap."
Hani berdecak. Bicara dengan Laskar memang tak pernah benar.
"Lo baru berapa bulan jadi ketua, Han?"
Hani dan Laskar masih berjalan bersisian. Hani akan menuju gerbang sementara Laskar akan berbelok di parkiran motor.
"Baru juga dua bulan." Hani berdecak. "Baru! Tapi teman lo udah kayak setan kalau ngelihat gue."
"Etdah, Han. Gitu-gitu Kai baik, tahu."
Hani melihat Laskar dengan tatapan malas. Percuma saja menjelekkan Kaili di depan teman akrabnya. Tak mungkin bisa.
"Mau bareng nggak, Han? Biar sekalian," ajak Laskar.
Hani menggeleng pelan mendengar tawaran Laskar barusan. "Nggak, deh. Nggak mau gue naik motor lo. Maklumlah."
Laskar mengangguk singkat setelah mendengar jawaban Hani barusan. "Okelah kalau gitu. Hati-hati di jalan, lo."
Hani yang sudah berjalan sedikit jauh di depan Laskar jadi kembali menoleh ke belakang. "Dah kek tulus aja, lo."
"Ay, suka-suka lo deh, Han." Laskar menyerah.
Baru saja keluar dari lingkungan sekolah, awan mendung yang dari tadi tak diperhatikan oleh Hani bertambah banyak. Hitam sekarang menyelimuti cuaca di sekitarnya. Hal itu membuatnya menyesali tawaran Laskar tadi. Kalau tahu mau hujan, ia tidak akan berpikir lama untuk mengiyakan.
Tanpa berpikir lagi, ia mempercepat langkahnya ke halte sekolah.
Sudah pukul empat tiga puluh dan ia cukup tahu diri untuk mengerti bahwa di jam seperti ini sudah sedikit sekali angkutan umum yang lewat. Tapi ia masih duduk dan menunggu yang akan datang. Sampai motor yang sangat ia kenali berhenti di depan halte, menutup akses angkot yang akan berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Enemy My Lover
Teen FictionHani menyadari jika dirinya tidak sempurna, ia masih manusia. Menjadi petinggi salah satu organisasi bergengsi di SMA Gandapatih yang katanya sulit ditembus, tidak membuatnya semata-mata menjadi yang paling baik di antara banyaknya yang terbaik. Keh...